Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengambil langkah progresif. Beberapa pemangku kepentingan pariwisata dilibatkan untuk mengidentifikasi upaya. Tujuannya memperkuat pengembangan pasar. Selain itu, akses permodalan bagi pelaku usaha pariwisata. Hal ini diharapkan meningkatkan daya saing.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani, membuka Forum Komunikasi. Acara ini berlangsung di Movenpick Hotel, Jakarta, Kamis (19/6/2025). Ia menekankan pentingnya menyesuaikan produk dengan pasar.
Menurut Rizki, produk barang atau jasa harus bersifat repeater. Juga, mampu menghasilkan spending tinggi. Tujuannya adalah membuat wisatawan tinggal lebih lama di destinasi. Ini krusial bagi pertumbuhan sektor.
Data terkini menunjukkan pola pengeluaran wisatawan. Khususnya mancanegara, masih didominasi akomodasi. Sektor makanan dan minuman, serta buah tangan juga signifikan. Hiburan dan paket tur lokal menjadi favorit.
Rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan pada 2024 terbilang tinggi. Angka tersebut mencapai 1.391,85 dolar AS. Ini menunjukkan potensi besar bagi sektor terkait.
Inovasi dan Pengembangan Pasar
“Sementara sektor lain juga mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan, seperti wellness yang di dalamnya meliputi spa hingga kosmetik,” kata Rizki. Ia belajar dari contoh sukses negara lain.
Rizki menambahkan, “Belajar dari Korea Selatan dan Thailand, industri wellness kedua negara ini tumbuh sangat positif bahkan mampu menarik spending yang cukup besar.” Oleh karena itu, investasi perlu ditingkatkan.
Kemudian, Rizki menegaskan, “Ini yang teman-teman di sektor pariwisata perlu meluaskan investasi agar mendatangkan wisatawan berkualitas.” Investasi yang tepat akan menarik kunjungan berkualitas.
Plh. Kepala Badan Pusat Riset dan Inovasi Daerah DKI Jakarta, Arimbi Putik, menyampaikan pandangannya. Penguatan ekosistem pariwisata harus dilakukan menyeluruh. Pengembangan akses pasar dan modal menjadi krusial.
Arimbi menyatakan kesiapan berkolaborasi dengan pihak terkait. Banyak pelaku UMKM pariwisata masih hadapi tantangan. Ini terutama terkait akses pembiayaan dan perluasan pasar yang lebih luas.
Tantangan Permodalan dan Solusi
Lebih lanjut, Arimbi berkomitmen. “Kami berkomitmen untuk memperluas kemitraan dengan seluruh stakeholder terkait, dalam rangka menciptakan industri pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan sehingga Jakarta terus memperkuat identitasnya sebagai destinasi wisata di kancah global,” ujarnya.
Asisten Deputi Pengembangan Usaha dan Akses Permodalan Kementerian Pariwisata, Hanifah Makarim, menjelaskan. Forum bertajuk “Sinergi Pengembangan Pasar dan Permodalan Bagi Usaha Pariwisata” ini digelar. Acara ini terbagi dalam dua sesi panel.
Dua sesi tersebut melibatkan sepuluh pembicara berpengalaman. Sesi pertama membahas “Inovasi Pengembangan dan Penguatan Akses Pasar”. Sementara sesi kedua fokus pada “Strategi Membangun Bisnis guna Mendapatkan Akses Permodalan”.
“Kami ingin para pelaku usaha mendapatkan informasi yang lengkap mengenai kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan usaha,” kata Hanifah. Selain itu, masukan pun diharapkan.
Hanifah melanjutkan, “berikut ada masukan kepada pemerintah yang diperlukan untuk menyusun kebijakan-kebijakan ke depan, sehingga iklim usaha di industri pariwisata semakin kondusif.” Hal ini demi lingkungan bisnis yang mendukung.
Peran Kekayaan Intelektual dan Digitalisasi
Kemenparekraf melalui Deputi Bidang Industri dan Investasi. Mengembangkan beberapa flagship program. Di antaranya Pengembangan Usaha Desa Wisata, WISH, Food Start Up Indonesia, serta WIG.
CEO PT. Infia Media Pratama, Noviar Rahman, tampil pada sesi panel pertama. Ia mengungkapkan pentingnya intellectual property (IP). IP dapat memperluas pasar dan produk secara efektif.
Noviar menambahkan, melalui IP, sebuah produk mempunyai nilai tambah. Ini juga dapat meningkatkan revenue secara signifikan. Konsep ini telah terbukti sukses.
Sebagai contoh, Dagelan, sebuah akun meme besar di Indonesia. Memiliki sekitar 24 juta pengikut. Kini memiliki beragam produk turunan. Mulai dari maskot Hai Dudu, merchandise, hingga kafe.
“Yang ingin saya sampaikan di sini adalah kekuatan IP, ketika bicara IP, kita tidak terjebak pada medium yang itu-itu saja, karena IP produk tersebut bisa kita create jadi apa saja. Banyak yang bisa kita monetisasi,” jelas Noviar.
Di sisi lain, akses permodalan sering jadi kendala. Tanpa permodalan memadai, pelaku usaha sulit berinvestasi. Investasi itu termasuk peningkatan kualitas layanan. Atau diversifikasi produk, dan adopsi teknologi baru.
Kepala Divisi Pengembangan Inklusi Keuangan OJK, Arinegwang Gusta Galung Raharjo, menyoroti inklusi keuangan. Terutama melalui digitalisasi. Ini menjadi penting untuk mempermudah transaksi usaha pariwisata.
Digitalisasi juga sangat membantu. Mempermudah pelaku usaha membuat laporan keuangan yang akurat. Hal ini krusial untuk transparansi dan pertumbuhan bisnis.
Forum Komunikasi Kementerian Pariwisata telah berhasil mengidentifikasi berbagai strategi kunci. Ini termasuk fokus pada pengembangan pasar yang adaptif dan akses permodalan yang lebih baik. Keberhasilan inisiatif ini sangat bergantung pada sinergi kuat antara pemerintah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan terkait. Harapannya adalah menciptakan ekosistem pariwisata yang lebih berdaya saing global dan inklusif bagi semua.
Melalui diskusi mendalam dan masukan dari berbagai pihak, terlihat bahwa inovasi produk, pemanfaatan kekayaan intelektual, serta digitalisasi memiliki peran vital. Semua elemen ini tidak hanya meningkatkan daya tarik destinasi, tetapi juga membuka peluang baru bagi pelaku UMKM. Pada akhirnya, semua upaya ini diarahkan untuk memperkuat posisi pariwisata Indonesia di kancah dunia.
Upaya berkelanjutan dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif, serta dukungan terhadap akses pembiayaan dan pengembangan pasar, akan menjadi pilar utama. Dengan demikian, industri pariwisata nasional diharapkan terus tumbuh secara positif dan memberikan kontribusi maksimal bagi perekonomian negara.(*)