Jakarta, EKOIN.CO – Deputi Bidang Koordinasi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito, menegaskan bahwa kebudayaan adalah elemen utama pembangunan bangsa, bukan sekadar pelengkap simbolik.
Pernyataan tersebut disampaikan Warsito saat membuka Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pemajuan Kebudayaan (RAN-PK) Tahun 2025–2029, yang berlangsung di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (3/7).
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2024 mengenai Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) 2025–2045. Regulasi ini menjadi acuan strategis pembangunan kebudayaan selama 20 tahun ke depan.
Dalam sambutannya, Warsito menegaskan bahwa kebudayaan memiliki kekuatan transformatif yang mampu membentuk karakter bangsa Indonesia menjadi unggul dan berdaya saing global.
“Kebudayaan adalah kekuatan transformatif. Bukan hanya tentang masa lalu, tetapi tentang membentuk manusia Indonesia yang berkarakter, unggul, dan berdaya saing global,” ujar Warsito.
Komitmen Lintas Sektor
Lebih lanjut, Warsito menekankan bahwa RAN-PK 2025–2029 harus menjadi peta jalan yang konkret untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Dokumen tersebut, menurutnya, wajib merinci arah kebijakan sektoral dan lintas sektoral, menyatukan program kebudayaan dari seluruh kementerian dan lembaga, serta memuat target capaian dan indikator keberhasilan yang terukur.
Ia juga menegaskan pentingnya memastikan bahwa seluruh unsur pemerintahan memiliki komitmen nyata terhadap pemajuan kebudayaan.
“Rapat ini bukan hanya formalitas. Kita ingin memastikan bahwa seluruh kementerian dan lembaga punya komitmen konkret. RAN-PK adalah kerja bersama dan menjadi warisan kebijakan untuk generasi mendatang,” ucapnya tegas.
Warsito menyampaikan tiga hal pokok yang wajib menjadi perhatian bersama dalam penyusunan RAN-PK, yakni sinergi lintas sektor sejak awal perencanaan, komitmen programatis dengan indikator jelas, serta alokasi anggaran yang menunjukkan posisi strategis kebudayaan.
Sinergi Teknologi dan Pendanaan Inklusif
Dalam sesi diskusi, Sekretaris Jenderal Kementerian Kebudayaan, Bambang Wibawarta, menekankan pentingnya memasukkan kecerdasan buatan (AI) dalam strategi kebudayaan.
Ia menilai, teknologi digital tidak boleh menjadi ancaman terhadap nilai budaya, namun justru harus memperkaya kreativitas dan ekspresi budaya yang ada.
Sementara itu, Deputi Bidang PMK Bappenas, Qurrota A’yun, mengingatkan pentingnya model pembiayaan yang lebih terbuka dan inklusif, agar pemajuan kebudayaan tidak hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Qurrota mendorong agar pendekatan pentahelix, yakni kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media, dapat dimanfaatkan untuk membuka sumber pendanaan alternatif.
“Pendanaan partisipatif akan mendorong rasa memiliki bersama terhadap kebudayaan,” ujar Qurrota.
Peluncuran Simbolik dan Partisipasi Kementerian
Dalam momen yang sama, dilakukan peluncuran simbolik penyusunan RAN-PK 2025–2029. Proses ini dipimpin langsung oleh Deputi Warsito, didampingi Bambang Wibawarta dan Qurrota A’yun.
Kegiatan ini disaksikan oleh perwakilan dari 38 kementerian dan lembaga yang mencakup berbagai bidang, seperti ekonomi, hukum, pembangunan wilayah, dan pemberdayaan masyarakat.
Hadir pula pejabat dari Sekretariat Kabinet, Sekretariat Wakil Presiden, BPKP, serta unit-unit kerja internal dari Kemenko PMK.
Menutup arahannya, Warsito kembali menekankan bahwa pemajuan kebudayaan tidak boleh berhenti pada tataran dokumen atau konsep.
“Mari kita wujudkan RAN-PK ini sebagai instrumen nyata, bukan sekadar arsip. Kebudayaan harus menjadi ruh pembangunan nasional,” pungkasnya.
Rapat koordinasi penyusunan RAN-PK 2025–2029 menjadi langkah awal konkret dalam mengimplementasikan RIPK 2025–2045 sebagai arah besar pembangunan kebudayaan nasional. Komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan menjadi faktor kunci untuk menjamin keberhasilan pelaksanaannya.
Warsito dengan tegas menyampaikan bahwa kebudayaan bukan semata milik masa lalu, melainkan fondasi bagi generasi masa depan. Untuk itu, diperlukan strategi lintas sektor yang tidak hanya menyentuh sisi administratif, tapi juga menyentuh aspek hidup masyarakat.
Pemanfaatan teknologi, sinergi kelembagaan, dan pendanaan alternatif menjadi komponen penting yang akan menentukan keberhasilan RAN-PK ke depan. Dengan pendekatan kolaboratif, kebudayaan Indonesia dapat benar-benar menjadi kekuatan pembangunan yang berkelanjutan.(*)