Jakarta, EKOIN.CO – Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) global, profesi influencer justru mencatat pertumbuhan signifikan. Data Statista menunjukkan industri pemasaran berbasis kreator konten diproyeksikan melesat 36% tahun ini, mencapai nilai US$33 miliar (Rp540 triliun).
Perubahan tren ini terlihat dari strategi sejumlah merek ternama. Primo Brands, pemilik air mineral Saratoga, mengakui dampak positif dari konten viral Ashton Hall, seorang influencer kebugaran. “Aksinya mencelupkan kepala ke air Saratoga memberi efek luar biasa bagi brand kami,” ujar CEO perusahaan dalam laporan pendapatan kuartal ini.
Menurut laporan Deloitte, alokasi anggaran pemasaran untuk influencer naik 49% secara global pada 2024. Kenny Gold, analis Deloitte Digital, menjelaskan pergeseran ini terjadi saat perusahaan mengurangi belanja iklan konvensional. “Ekonomi kreator justru berkembang ketika iklan tradisional menyusut,” katanya, seperti dikutip Taipei Times (24/6/2025).
Perusahaan multinasional pun mengikuti arus. Unilever berencana merekrut 20 kali lebih banyak influencer sebagai bagian dari strategi pemasaran baru. “Konsumen kini lebih percaya rekomendasi individu daripada pesan korporat,” tegas CEO Fernando Fernandez.
Oliver Lewis dari The Fifth, agensi influencer yang baru diakuisisi Brave Bison, menambahkan fleksibilitas sebagai keunggulan utama pendekatan ini. “Kampanye bisa diubah cepat sesuai respons audiens, berbeda dengan iklan TV atau billboard,” jelasnya.
Namun, risiko tetap ada. Adidas pernah mengalami masalah setelah memutus kerja sama dengan Kanye West akibat kontroversi. Situasi ini mendorong minat terhadap influencer virtual berbasis AI yang lebih terkendali.
Meski demikian, Rahul Titus dari Ogilvy meyakini nilai human touch tetap unggul. “Audien lebih percaya orang nyata daripada avatar digital atau merek,” ujarnya.