Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memastikan akan mulai memungut cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun ini. Kepastian ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi H. Amro, saat ditemui di kompleks parlemen, Senin (7/7/2025).
Dalam keterangannya, Fauzi menegaskan bahwa pemungutan cukai MBDK akan diterapkan di semester II tahun 2025. Ia menjelaskan bahwa minuman yang dimaksud adalah produk yang dijual di ritel modern, bukan yang dijajakan oleh pedagang kaki lima.
“Iya bakal tahun ini, tapi kan bakal itu tergantung pemerintah. Kalau pemerintah sosialisasinya di tengah masyarakat, bahwa kemasan yang mengandung 6% pemanis gitu loh, bukan yang cendol (kaki lima),” kata Fauzi.
Fauzi menambahkan bahwa pengenaan cukai akan difokuskan pada produk-produk pabrikan yang telah terdaftar resmi. Ia mencontohkan beberapa produk yang akan terdampak seperti Teh Botol Sosro dan Pocari Sweat.
“Iya minuman-minuman di Alfamart, kaya Teh Botol Sosro gitu kan, Pocari Sweat gitu,” jelasnya lebih lanjut.
Transisi menuju implementasi kebijakan ini disebutkan Fauzi sebagai langkah strategis untuk memperluas basis penerimaan negara, terutama jika tidak ada objek pajak baru yang diperkenalkan.
“Didorong ke arah sana. Jadi gini, kita kalau tidak menambah objek pajak baru, pendapatan kita pasti menurun,” tegasnya.
Rencana pengenaan cukai MBDK telah tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2025. Hal ini menjadi dasar hukum pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sementara itu, pada kesempatan berbeda, Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai, Akbar Harfianto, juga memberikan penjelasan mengenai proses persiapan teknis yang dilakukan pemerintah. Dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Jumat (10/1/2025), Akbar menekankan bahwa target implementasi tetap mengacu pada semester kedua tahun ini.
“Saat ini target untuk implementasi sesuai APBN di semester II,” ujarnya.
Lebih jauh, Akbar menegaskan bahwa pemerintah akan tetap memperhatikan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat dalam menyusun skema tarif, termasuk ambang batas kadar gula dalam MBDK yang akan dikenakan cukai.
“Secara teknis kita sudah siapkan PP PMK sampai aturan teknis di bawahnya sambil tunggu tadi apakah dari sisi kondisi daya beli masyarakat bisa atau mampu tambah beban,” jelasnya.
Ia juga meluruskan persepsi publik bahwa tujuan utama pengenaan cukai ini bukan semata-mata untuk menambah penerimaan negara, melainkan sebagai bagian dari upaya mengendalikan konsumsi gula berlebih yang dapat memicu penyakit tidak menular.
“Jadi jangan disalah artikan negara butuh duit, tapi dilihat sebaliknya penyakit tidak menular tertinggi seperti apa, sebagai contoh diabetes dan sebagainya, sehingga kebutuhan fiskal policy perlu atau tidak untuk ranah itu,” tutupnya.