Jakarta, EKOIN.CO – Prof Irfan Syauqi Beik, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University, mengungkapkan kekuatan wakaf dalam memperkuat industri militer Turki. Pernyataan ini disampaikannya saat menghadiri The 3rd Karatay International Conference on Islamic Economics and Finance di Konya, Turki, Rabu (16/7).
Ia hadir bersama Dr Laily Dwi Arsyianti, Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah IPB University. Dalam kesempatan itu, keduanya menyimak langsung pemaparan Prof Murat Cizakca, pakar wakaf dunia, mengenai sejarah dan strategi wakaf dalam penguatan militer Turki.
“Wakaf telah memainkan peranan penting dalam sejarah Turki, bukan hanya di zaman kekhilafahan Turki Usmani, tetapi juga dalam sejarah modern Turki,” ujar Prof Irfan, mengutip Prof Murat Cizakca.
Salah satu poin menarik yang disampaikan adalah keterlibatan wakaf dalam pembentukan industri pertahanan Turki. Menurut Prof Irfan, saat ini bahkan Indonesia dikabarkan telah membeli 48 pesawat tempur KAAN dari Turkish Aerospace Industries (TAI/TUSAS).
Pesawat tersebut merupakan produk industri strategis yang tumbuh melalui sistem pendanaan sosial keagamaan, termasuk wakaf. Penjelasan ini membawa perspektif baru tentang potensi wakaf dalam penguatan sektor strategis nasional.
Awal Kebangkitan dari Krisis Siprus
Dalam sesi pembuka, Prof Murat Cizakca menjelaskan kebangkitan militer Turki bermula dari peristiwa Krisis Siprus 1964. Saat itu, terjadi konflik antar-etnis di Siprus yang melibatkan Turki sebagai negara pelindung.
Amerika Serikat melalui Presiden Lyndon B Johnson mengirim surat kepada PM Turki Ismet Inonu agar tidak menggunakan senjata AS dan NATO dalam konflik tersebut. Surat itu memicu amarah masyarakat dan pemerintah Turki.
Kondisi ini menjadi titik balik. Turki menyadari pentingnya membangun kemandirian industri militer. Pemerintah kemudian mendorong partisipasi publik melalui donasi wakaf sebagai solusi non-APBN untuk membangun kekuatan pertahanan.
“Jangan sampai tergantung pada AS dan negara-negara lain,” tegas Prof Irfan, mengutip pernyataan Prof Murat Cizakca yang menjadi pesan utama dari sesi tersebut.
Lebih dari 83 ribu masyarakat Turki mencatatkan partisipasi dengan menyumbangkan wakaf uang. Dana tersebut digunakan untuk mendanai penelitian, mendirikan yayasan militer, dan membeli saham perusahaan pertahanan.
Lahirnya Yayasan Angkatan Bersenjata Turki
Yayasan Angkatan Bersenjata Turki (TAFF) didirikan pada 26 September 1987. Fungsi utamanya adalah mengelola wakaf uang serta donasi publik guna mendukung penguatan sektor militer nasional.
TAFF kemudian menjadi pemegang saham strategis di berbagai perusahaan, termasuk TAI/TUSAS, Roketsan, Havelsan, dan FNSS. Semua perusahaan ini kini menjadi pemain utama dalam industri pertahanan global.
Bahkan, pesawat tempur KAAN yang dipesan Indonesia merupakan bagian dari proyek kemandirian pertahanan Turki. Proyek ini ditujukan untuk menggantikan F-16 buatan AS yang digunakan Angkatan Udara Turki.
“Jadi, efek wakaf ini sangat dahsyat. Turki adalah contoh nyata bagaimana wakaf memegang peranan penting untuk memperkuat militer mereka,” ujar Prof Irfan penuh penekanan.
Ia menambahkan bahwa selama embargo AS tahun 1974–1978 dan krisis anggaran pertahanan, wakaf uang terbukti menjadi solusi utama dalam pembiayaan militer tanpa bergantung pada dana negara.
Relevansi Wakaf untuk Indonesia
Dari paparan tersebut, Prof Irfan merumuskan tiga pelajaran penting bagi Indonesia. Pertama, wakaf terbukti menjadi instrumen sosial-ekonomi yang powerful jika digerakkan dalam semangat cinta agama dan negara.
“Wakaf memberikan keabadian pahala bagi masyarakat, dan sekaligus kontribusi besar bagi kekuatan negara,” jelas Prof Irfan. Pendekatan ini dinilai efektif karena tidak membebani anggaran negara.
Kedua, untuk mencapai hal itu, pengelolaan wakaf harus akuntabel, didukung lembaga militer yang dipercaya, dan konsensus nasional terhadap urgensi pertahanan harus kuat dan merata di masyarakat.
Ketiga, keberhasilan wakaf bergantung pada literasi masyarakat, pengelolaan profesional oleh nazir, dan keberadaan regulasi yang mendukung ekosistem wakaf secara produktif dan berkelanjutan.
“Karena itu, untuk mengoptimalkan potensi wakaf ini, maka sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih kuat lagi, khususnya wakaf uang,” pungkas Prof Irfan.
Ia menggarisbawahi bahwa wakaf bukan sekadar ibadah, tetapi juga bisa menjadi fondasi kekuatan nasional. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkannya.
Wakaf telah terbukti memainkan peran vital dalam membangun kemandirian industri militer Turki. Melalui pengelolaan yang profesional dan dukungan masyarakat luas, dana wakaf menjadi alternatif strategis pembiayaan pertahanan.
Pengalaman Turki menunjukkan bahwa tekanan geopolitik dan keterbatasan anggaran negara dapat diatasi dengan pendekatan sosial keagamaan seperti wakaf. Ini menegaskan bahwa sektor pertahanan bisa dibangun secara mandiri dan berkelanjutan.
Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekosistem wakaf yang produktif. Namun, hal ini memerlukan regulasi, edukasi publik, dan tata kelola wakaf yang akuntabel agar mampu memperkuat kemandirian nasional di berbagai sektor strategis.(*)