Jakarta, EKOIN.CO – Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 menjadi sorotan publik pada Selasa (19/8/2025). Dalam pertemuan tersebut, perwakilan dari berbagai fraksi partai politik menyoroti penurunan drastis pada anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan RAPBN 2026 kepada DPR RI pada Jumat lalu, dengan alokasi TKD sebesar Rp 650 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar Rp 269 triliun dari APBN 2025 yang mencapai Rp 919 triliun. Berkenaan dengan hal tersebut, para anggota dewan menyampaikan pandangan kritisnya.
Perwakilan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rio A.J. Dondokambey, berpendapat bahwa penurunan alokasi dana desa di tengah pelaksanaan program Koperasi Merah Putih berpotensi melemahkan peran desa dalam pembangunan dan pembinaan masyarakat. “Pemerintah perlu menyiapkan program berbasis desa dengan tata kelola yang baik serta penguatan kompetensi usaha,” ujar Rio dalam Rapat Paripurna tersebut. Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya memastikan adanya skema alokasi program dan anggaran lain yang efektif agar pembangunan di seluruh daerah tetap terjaga.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ratih Megasari, perwakilan Fraksi Nasdem. Menurutnya, penurunan alokasi TKD hingga 24,8% ini merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang justru memperbesar alokasi belanja Kementerian/Lembaga hingga Rp 1.498,3 triliun. Kendati demikian, Ratih menekankan bahwa pemerintah perlu mengatasi sejumlah masalah yang kerap dihadapi pemerintah daerah. “Serta Dana Alokasi Umum (DAU) yang belum sensitif terhadap karakteristik geografis khusus seperti wilayah kepulauan dan daerah sulit dijangkau yang menghadapi biaya layanan publik dan infrastruktur lebih tinggi,” ucapnya. Ratih juga menyoroti masalah Dana Bagi Hasil (DBH) yang seringkali terlambat dan menyulitkan daerah.
Di sisi lain, perwakilan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Ahmad Rizki Sadig, menyampaikan bahwa alokasi TKD yang menjadi terendah dalam lima tahun terakhir ini perlu menjadi perhatian serius agar tidak memicu konflik atau ketimpangan fiskal antarwilayah. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa pemerintah perlu menyiapkan mekanisme kompensasi yang adil bagi daerah. “Memperkuat sinergi pusat-daerah, serta mengarahkan belanja negara pada kegiatan yang produktif dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat,” imbuh Ahmad Rizki.
Sementara itu, Ratna Juwita yang mewakili Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menilai bahwa pemerintah perlu memberikan penjelasan lebih lanjut terkait penurunan belanja TKD. Selain itu, ia juga mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah akibat berkurangnya transfer dari pemerintah pusat. “Pemerintah perlu memperhatikan keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah serta mempertimbangkan sumbangsih daerah dalam penerimaan negara,” ujarnya.