BRASILIA EKOIN.CO – Pemerintah Brasil resmi mengumumkan niat mereka untuk mengintervensi perkara hukum internasional yang menuduh Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza. Langkah ini diumumkan pada Rabu, 23 Juli 2025 waktu setempat, melalui pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Brasil dan menjadi sinyal kuat bahwa negara-negara di luar blok Barat mulai mengambil sikap tegas terhadap krisis kemanusiaan di Timur Tengah.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam pernyataan tersebut, Brasil menyatakan bahwa komunitas internasional tidak dapat lagi bersikap netral terhadap kekejaman yang terus terjadi di wilayah Gaza dan Tepi Barat. Mereka menegaskan pentingnya akuntabilitas hukum terhadap tindakan yang dilakukan Israel. Kementerian menyebut bahwa impunitas hanya akan merusak kredibilitas hukum internasional.
“Brasil percaya bahwa tidak ada lagi ruang untuk ambiguitas moral atau kelalaian politik. Impunitas melemahkan legalitas internasional dan merusak kredibilitas sistem multilateral,” demikian kutipan dari pernyataan resmi itu yang dilansir dari Al Jazeera.
Dampak Kekerasan dan Blokade Gaza
Langkah intervensi Brasil ini berakar dari perkara yang sebelumnya diajukan Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional (ICJ), berdasarkan Konvensi PBB 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida. Dalam dokumen tersebut, Brasil mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kekerasan terhadap warga sipil Palestina.
Kekhawatiran Brasil tidak hanya terbatas pada peristiwa di Gaza, tetapi juga mencakup Tepi Barat. Pemerintah menegaskan bahwa kekerasan terhadap warga sipil Palestina telah terjadi secara sistematis dan terus menerus.
Dalam pernyataannya, Brasil juga mengecam keras penggunaan kelaparan sebagai senjata perang. Mereka menuding Israel telah melakukan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, termasuk larangan masuk bantuan kemanusiaan dan kelaparan massal.
Kondisi kemanusiaan di Gaza memburuk sejak Israel menerapkan blokade total pada Maret 2025. Blokade tersebut menyebabkan tertutupnya seluruh jalur bantuan kemanusiaan ke Gaza selama beberapa bulan.
Meski pada akhirnya dibuka Jalur Bantuan Kemanusiaan Gaza (GHF), distribusinya memicu kontroversi. GHF adalah organisasi yang disebut-sebut memiliki hubungan erat dengan Israel dan Amerika Serikat.
Sejak Mei 2025, lebih dari 1.000 warga Palestina tewas saat antre bantuan di lokasi distribusi GHF akibat serangan dari pasukan Israel. Organisasi PBB menyebut lokasi bantuan tersebut sebagai “perangkap maut”.
PBB bahkan menyatakan mereka tidak akan bekerja sama dengan GHF. PBB menilai organisasi ini telah mengambil alih peran lembaga-lembaga kemanusiaan internasional yang dilarang beroperasi oleh Israel di Gaza.
Dukungan Negara Lain dan Reaksi Global
Brasil bukan satu-satunya negara yang menyatakan keinginan untuk terlibat dalam perkara ICJ ini. Negara-negara seperti Spanyol, Turki, dan Irlandia juga telah menyampaikan permohonan resmi untuk berpartisipasi.
Negara-negara tersebut meminta ICJ menyatakan bahwa Israel telah melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida 1948. Namun hingga kini, ICJ belum memberikan keputusan final apakah tindakan Israel di Gaza bisa dikategorikan sebagai genosida.
Pada Januari 2024 lalu, ICJ sempat mengeluarkan perintah sementara agar Israel mencegah tindakan genosida, termasuk membuka akses bantuan kemanusiaan. Sayangnya, perintah tersebut belum memberikan dampak signifikan di lapangan.
Amerika Serikat dan beberapa negara Barat tetap memberikan dukungan kuat kepada Israel. Hal ini berlangsung meskipun semakin banyak organisasi internasional dan pakar HAM yang mengecam tindakan Israel.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva juga pernah menyatakan bahwa tindakan Israel di Gaza adalah bentuk genosida. Pernyataan itu disampaikan dalam pertemuan BRICS pada awal Juli 2025.
Menurut Kementerian Luar Negeri Brasil, keputusan untuk mengintervensi di ICJ didasarkan pada keyakinan bahwa rakyat Palestina telah kehilangan perlindungan hukum terhadap genosida.
“Keputusan ini lahir dari komitmen untuk melindungi hak-hak fundamental rakyat Palestina,” tulis Kementerian Luar Negeri Brasil dalam pernyataannya.
Brasil juga menekankan bahwa langkah mereka bertujuan untuk mendorong komunitas internasional bertindak lebih tegas terhadap kekejaman yang terjadi. Mereka mengingatkan bahwa diam berarti menyetujui kekejaman.
“Kami memiliki kewajiban moral untuk bertindak. Ketidakaktifan akan menjadi bentuk persetujuan diam-diam atas kekejaman yang sedang terjadi,” demikian akhir dari pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Brasil.
Keputusan Brasil dinilai dapat menambah tekanan internasional kepada Israel, khususnya jika ICJ akhirnya mengeluarkan putusan yang berpihak pada perlindungan hak asasi manusia rakyat Palestina.
Langkah ini juga menunjukkan bahwa negara-negara Global Selatan mulai mengambil posisi lebih aktif dalam sistem hukum internasional yang sebelumnya didominasi kekuatan Barat.
Brasil berharap upaya hukum ini bisa menjadi preseden bagi penyelesaian krisis kemanusiaan lainnya di masa mendatang. Negara tersebut ingin menunjukkan bahwa keadilan internasional harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Brasil mengambil langkah konkret di panggung internasional dengan niat untuk intervensi hukum terhadap Israel di ICJ. Keputusan tersebut menyoroti meningkatnya perhatian global terhadap krisis kemanusiaan di Gaza dan Tepi Barat.
Brasil percaya bahwa diamnya dunia hanya akan memperburuk situasi di Palestina. Mereka mengajak masyarakat internasional untuk memihak pada hukum dan kemanusiaan.
Langkah Brasil ini bisa menjadi titik balik bagi negara-negara lain yang selama ini hanya bersikap netral atau pasif. Intervensi di ICJ memberikan sinyal kuat bahwa keadilan bisa diperjuangkan lewat jalur hukum.
Penting untuk dicatat bahwa keputusan ICJ, meskipun belum final, tetap memiliki dampak moral dan politik terhadap semua pihak terkait, termasuk Israel dan para pendukungnya.
Masyarakat internasional ditantang untuk bersatu menolak kekejaman. Brasil telah membuka jalan, dan kini dunia menunggu siapa yang akan menyusul langkah tersebut.
(*)