Jakarta EKOIN.CO – Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia masih menghadapi kendala serius, terutama terkait efektivitas distribusi dan kualitas makanan. Menurut Indef, adaptasi model dari negara lain perlu dilakukan agar kasus keracunan dan pengelolaan anggaran yang buruk bisa dihindari.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Indef, Izzudin Al Farras, menyoroti bahwa skema MBG Indonesia selama delapan bulan terakhir lebih banyak meniru model India. Sistem dapur umum di sekitar sekolah dinilai tidak efektif di kondisi lokal Indonesia.
“Pelaksanaan program MBG di Indonesia ini lebih banyak mengadopsi atau mengadaptasi skema di India dengan membuat atau menyiapkan dapur umum, begitu di sekitar sekolah. Nah itu tentu sebuah model yang barangkali cocok di India, tapi ternyata dalam 8 bulan terakhir model tersebut tidak cocok dilaksanakan di Indonesia,” kata Izzudin dalam Diskusi Publik Indef: Menakar RAPBN 2026, Kamis (4/9).
Berbagai masalah muncul dari penerapan model India, termasuk kasus keracunan dan tata kelola yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa peniruan kebijakan luar negeri tidak bisa dilakukan secara mentah.
Model Brasil Lebih Relevan untuk Indonesia
Menurut Indef, skema Brasil lebih tepat dijadikan acuan. Di Brasil, distribusi makanan melibatkan dinas pendidikan setempat dan komite sekolah, dengan penyajian di kantin. Model ini lebih terstruktur dan dekat dengan murid, sehingga risiko keracunan dapat ditekan.
“Skema yang di Brasil itu disalurkan kepada, bantuanya melalui bekerja sama dengan dinas pendidikan setempat, kemudian bekerja sama dengan komite sekolah, dan tadi penyajian makanannya dilaksanakan di kantin sekolah,” ujar Izzudin.
Pelibatan masyarakat lokal dalam proses MBG terbukti meningkatkan pengawasan, mengurangi penyalahgunaan anggaran, dan menjaga kualitas makanan. Kader PKK, posyandu, dan komite sekolah bisa berperan formal dalam memastikan jalannya program.
Tahapan Implementasi Jadi Kunci Keberhasilan
Skema partisipatif ala Brasil sejalan dengan kultur Indonesia yang menghargai keterlibatan masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan. Sistem ini memungkinkan pengelolaan anggaran lebih transparan dan kualitas makanan lebih terjamin.
Indef menekankan pentingnya percontohan model Brasil untuk MBG di Indonesia, agar kesalahan yang terjadi pada adopsi model India tidak terulang. Dengan partisipasi lebih masif dari masyarakat, Indonesia bisa mencapai tujuan utama program MBG: memberi gizi seimbang dan aman bagi murid.
Izzudin menegaskan, “Jadi, ini sudah ada best practice-nya, nilai bahwa skema yang kita lakukan dengan India ini belum berhasil, kita perlu exercise dengan pelibatan masyarakat yang lebih masif melalui percontohan atau skema yang telah dilaksanakan di Brazil.”
Dengan demikian, langkah strategis adopsi skema Brasil bukan hanya soal efisiensi distribusi, tetapi juga meningkatkan kualitas gizi, transparansi anggaran, dan partisipasi masyarakat. Hal ini akan mengurangi risiko kesehatan dan membangun sistem pendidikan yang lebih kuat.
Pelaksanaan MBG ke depan diharapkan dapat menjadi program inovatif yang edukatif, memberi dampak positif nyata, dan terukur bagi murid di seluruh Indonesia.
Program MBG yang tepat akan menjadikan gizi anak terjamin, menurunkan angka keracunan, dan membentuk budaya sekolah sehat secara berkelanjutan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v