Jakarta, EKOIN.CO — Universitas Borobudur di Jakarta resmi ditunjuk sebagai salah satu dari 41 perguruan tinggi penyelenggara beasiswa sawit untuk tahun 2025. Penetapan ini dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP), dan menjadi kali pertama universitas ini terlibat dalam program tersebut.
Sebagai kampus satu-satunya di DKI Jakarta yang mendapat mandat tersebut, Universitas Borobudur membuka dua program studi jenjang Sarjana, yakni Agribisnis dan Agroteknologi. Masing-masing program disediakan kuota beasiswa sebanyak 30 orang. Seleksi akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat bagi siswa Jakarta yang memenuhi persyaratan.
“Jumlah beasiswa sawit yang disediakan tahun ini mencapai 4.000 peserta, meningkat dari 3.000 tahun lalu,” ujar Kepala Divisi Program Pelayanan BPDP, Arfie Thahar, saat dikonfirmasi di Jakarta.
Sementara itu, program peremajaan sawit rakyat (PSR) juga terus digenjot oleh pemerintah melalui BPDP. Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR), Setiyono, mengungkapkan bahwa masih terdapat kendala di lapangan yang menyebabkan rendahnya realisasi PSR.
Salah satu hambatan utama, kata Setiyono, adalah harga Tandan Buah Segar (TBS) yang tinggi dan ketidakpastian pendapatan selama masa tanam ulang. “Kalau untuk persyaratan legalitas, petani sawit anggota ASPEKPIR relatif aman. Kemarin, ada juga petani sawit yang menunda untuk ikut PSR, karena penambahan dana hibah PSR, dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta. Saat ini, sudah ada dan bertambah anggota yang akan mengikuti PSR, dan sudah dikoordinir oleh lembaga masing-masing,” tuturnya saat ditemui di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ASPEKPIR di Jakarta.
Sebagai bentuk perhatian kepada petani, pemerintah telah meningkatkan dana hibah PSR secara bertahap sejak 2016. Dari yang semula Rp25 juta per hektar, lalu naik menjadi Rp30 juta, dan kini mencapai Rp60 juta per hektar. “Melalui dana hibah dari BPDP yang semula Rp25 juta, bertambah menjadi Rp30 juta, dan ditambah lagi menjadi Rp60 juta. Ini adalah bentuk perhatian dari pemerintah kepada petani sawit. Maka, program PSR harus terus disosialisasikan agar bisa terlaksana memenuhi target,” jelas Setiyono.
Untuk mengatasi kekhawatiran kehilangan penghasilan, petani juga diberikan solusi oleh pemerintah. Mereka disarankan melakukan sistem tumpang sari dengan menanam tanaman sela seperti jagung atau padi gogo selama masa tanam sawit baru.
“Sehingga petani sawit tetap mendapatkan pendapatan (income) ketika tanaman kelapa sawit ditumbang dan ditanam kembali yang memerlukan waktu untuk masuk masa produksi (panen),” tambah Setiyono.
Direktur Penghimpunan Dana BPDP, Normansyah Hidayat Syahruddin, menyampaikan bahwas program PSR merupakan salah satu prioritas BPDP sejak awal pendiriannya. “Bahkan, dana yang tersalurkan untuk program PSR sejak 2016, sekitar Rp10 triliun. Dana untuk program PSR juga ditingkatkan dari Rp25 juta, menjadi Rp30 juta, dan sekarang Rp60 juta. Ini bentuk komitmen pemerintah mendukung peningkatan produktivitas kebun petani rakyat, untuk meningkatkan kesejahteraan,” ujarnya.
Target peremajaan kebun sawit rakyat hingga akhir 2025 ditetapkan mencapai 120.000 hektar. Saat ini, lebih dari 20% lahan milik anggota ASPEKPIR yang totalnya 800.000 hektar telah berhasil diremajakan. Sosialisasi dan koordinasi terus dilakukan agar semakin banyak petani ikut serta dalam program ini.