Moskow EKOIN.CO – Presiden Rusia Vladimir Putin menolak permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk melakukan pertemuan, kecuali jika pertemuan tersebut bertujuan menandatangani kesepakatan damai yang telah dinegosiasikan. Hal itu disampaikan oleh juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam pernyataan resminya pada Jumat, 25 Juli 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dikutip dari The Telegraph, Peskov menjelaskan bahwa pertemuan puncak hanya dapat berlangsung sebagai penutup dari proses negosiasi yang telah selesai, bukan sebagai pembuka. Ia menyebut bahwa sangat tidak mungkin menyelesaikan proses damai yang kompleks dalam waktu singkat, apalagi dalam waktu 30 hari seperti yang diusulkan Ukraina.
“Pertemuan puncak dapat dan seharusnya mengakhiri penyelesaian dan meresmikan kesepakatan yang akan disusun dalam proses kerja para ahli. Tidak mungkin melakukan yang sebaliknya,” ungkap Peskov.
Ukraina Usulkan Pertemuan Empat Pihak
Sebelumnya, Presiden Volodymyr Zelensky mengajukan usulan pertemuan tingkat tinggi yang melibatkan Rusia, Amerika Serikat, dan Turki, dengan harapan dapat mencapai kemajuan dalam inisiatif Donald Trump untuk mengakhiri konflik bersenjata yang telah berlangsung selama tiga tahun.
Awal pekan ini, Zelensky menyatakan bahwa negosiasi damai dapat dimulai dengan mengadakan pertemuan para pemimpin. Ia menegaskan bahwa pertemuan tersebut merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik.
“Tidak akan ada cara lain yang berhasil bagi mereka,” kata Zelensky dalam pernyataan publiknya.
Namun, pengamat menilai bahwa penolakan Rusia menandakan keengganan Moskow untuk segera menyudahi perang. Putin diperkirakan menunda negosiasi karena pasukannya sedang mendominasi medan pertempuran, terutama di wilayah timur Ukraina.
Situasi di Donetsk dan Penolakan Gencatan Senjata
Kondisi di wilayah Donetsk timur, terutama di pusat logistik utama Pokrovsk, disebut semakin kritis bagi pasukan Ukraina. Serangan bertubi-tubi dari pasukan Rusia membuat posisi Kyiv semakin terdesak.
Di sisi lain, Moskow kembali menolak usulan dari Ukraina dan Amerika Serikat mengenai gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari. Usulan tersebut bertujuan membuka ruang untuk negosiasi damai yang lebih substansial.
Rusia juga telah menunda tiga kali perundingan langsung dengan Ukraina. Penundaan ini terjadi karena adanya tuntutan dari Moskow yang dinilai tidak bisa diterima oleh pihak Kyiv, seperti penarikan pasukan Ukraina dari empat wilayah yang saat ini sebagian telah diduduki Rusia.
Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa pertemuan antara Zelensky dan Putin sebenarnya telah dijadwalkan sejak tiga bulan lalu, namun tertunda.
“Sebenarnya itu akan terjadi. Tapi seharusnya terjadi tiga bulan yang lalu. Itu akan terjadi,” kata Trump sesaat sebelum terbang ke Skotlandia pada hari Jumat.
Pernyataan Trump ini semakin menguatkan anggapan bahwa upaya penyelesaian konflik terhambat oleh berbagai kepentingan politik dan militer di lapangan.
Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai waktu pasti pertemuan yang disebut Trump, namun komentar tersebut menunjukkan bahwa diplomasi tingkat tinggi masih dalam agenda, meski tertunda.
Saat ini belum ada reaksi resmi dari pihak Turki maupun AS terkait usulan pertemuan empat pihak yang diajukan Zelensky.
Para analis menilai bahwa Rusia tetap memegang kendali dalam menentukan waktu dan syarat perundingan, seiring dengan keunggulan mereka di medan perang.
Situasi di Ukraina timur yang semakin memburuk bagi Kyiv juga menjadi salah satu faktor yang menunda kemungkinan adanya kesepakatan damai.
Pihak Ukraina terus mendesak dukungan internasional agar tekanan diplomatik terhadap Rusia semakin kuat.
Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda bahwa Rusia akan melunak terhadap usulan damai yang tidak sesuai dengan kepentingan strategis mereka.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa proses menuju perdamaian masih sangat panjang dan penuh tantangan.
Dalam waktu dekat, belum ada sinyal kuat bahwa pertemuan antara dua pemimpin negara yang berkonflik ini akan terjadi.
yang bisa diajukan adalah pentingnya semua pihak internasional, termasuk organisasi dunia seperti PBB, mengambil peran aktif dalam mendesak penyelesaian damai yang adil dan menyeluruh. Upaya internasional yang terkoordinasi dapat menjadi penyeimbang kekuatan di lapangan yang saat ini didominasi Rusia.
Negara-negara mitra Ukraina diharapkan memberikan bantuan diplomatik dan militer yang tepat sasaran agar Kyiv memiliki posisi tawar dalam perundingan. Selain itu, komunikasi terbuka antara pihak yang berkonflik tetap harus dijaga untuk meminimalisasi eskalasi lebih lanjut.
Masyarakat internasional juga perlu menekan agar gencatan senjata jangka pendek dapat segera diberlakukan, sebagai langkah awal untuk membuka jalur kemanusiaan dan memulai dialog damai. Gencatan senjata tersebut penting untuk mencegah korban sipil yang semakin banyak.
Dengan situasi yang terus berkembang, fleksibilitas dalam negosiasi dan kesediaan untuk mencari kompromi menjadi kunci utama menuju perdamaian. Semua pihak harus menempatkan keselamatan warga sipil sebagai prioritas utama dalam setiap keputusan strategis.
Akhirnya, penyelesaian damai hanya dapat terwujud jika kedua belah pihak menunjukkan itikad baik, dan komunitas internasional memainkan peran aktif dalam memfasilitasi proses tersebut dengan pendekatan yang netral dan konstruktif. ( * )