Bangkok EKOIN.CO – Perang antara Thailand dan Kamboja pecah secara tiba-tiba di sepanjang perbatasan kedua negara pada Kamis, 24 Juli 2025, dan menyebabkan sedikitnya 14 orang tewas hingga Jumat pagi. Insiden tersebut terjadi di kawasan sengketa perbatasan yang telah memicu ketegangan selama beberapa bulan terakhir.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pasukan militer kedua negara terlibat dalam baku tembak intensif yang diperparah dengan serangan udara dari pihak Thailand. Jet tempur F-16 buatan Amerika Serikat dikerahkan untuk menggempur sasaran di wilayah Kamboja, menurut laporan otoritas Thailand.
Menteri Kesehatan Thailand Somsak Thepsuthin menyatakan bahwa serangan Kamboja terhadap fasilitas sipil, termasuk rumah sakit, merupakan tindakan yang harus digolongkan sebagai kejahatan perang. Pernyataan ini disampaikan kepada wartawan di Bangkok pada Jumat siang.
Bentrokan Sengit di Wilayah Sengketa Perbatasan
Bentrokan pertama terjadi pada Kamis pagi di sekitar kuil kuno Ta Muen Thom, yang terletak di sepanjang perbatasan antara provinsi Surin di Thailand dan Oddar Meanchey di Kamboja. Lokasi ini merupakan titik konflik yang telah lama disengketakan oleh kedua negara.
Menurut Kementerian Pertahanan Thailand, pertempuran terus berlanjut di enam wilayah perbatasan lainnya, yang mencakup daerah-daerah strategis dan permukiman sipil. Serangan udara dan roket dilaporkan menghantam target-target militer dan infrastruktur sipil.
Militer Thailand menyebut bahwa dari enam jet tempur F-16 yang dikerahkan, salah satunya berhasil menghancurkan sasaran militer di wilayah Kamboja. “Kami telah menggunakan kekuatan udara terhadap target militer sesuai rencana,” kata Wakil Juru Bicara Militer Thailand, Richa Suksuwanon, kepada wartawan, seperti dikutip dari ABC News.
Pihak berwenang Thailand melaporkan bahwa korban tewas terdiri atas satu tentara dan 13 warga sipil dari tiga provinsi berbeda. Sementara itu, Kamboja menyatakan bahwa empat warga sipil mengalami luka-luka akibat serangan yang dilancarkan.
Latar Belakang Ketegangan dan Tudingan Saling Serang
Perselisihan perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah berlangsung selama beberapa dekade, namun kembali meningkat sejak Mei 2025. Insiden saling tembak antar pasukan di wilayah perbatasan yang diklaim oleh kedua negara menjadi pemicu utama eskalasi terbaru ini.
Wilayah yang diperebutkan termasuk area dengan nilai sejarah dan ekonomi penting, seperti situs kuil kuno dan jalur perdagangan lokal. Masing-masing negara bersikukuh bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari kedaulatan mereka.
Militer Thailand menuduh Kamboja memulai serangan terlebih dahulu, sementara pemerintah Kamboja menuding Thailand melanggar wilayahnya dan menggunakan kekuatan militer berlebihan. Ketegangan semakin meningkat dengan tuduhan bahwa Kamboja menyerang rumah sakit di wilayah Thailand.
Menurut sumber militer Thailand, bentrokan bersenjata tidak hanya melibatkan tentara, tetapi juga mengancam warga sipil di wilayah perbatasan. Evakuasi telah dilakukan di beberapa desa di provinsi Surin dan Sisaket.
Media lokal melaporkan bahwa suasana panik melanda warga yang tinggal di sekitar zona konflik. Pemerintah Thailand telah menetapkan status darurat militer di beberapa daerah dan memperingatkan kemungkinan eskalasi lanjutan.
Hingga Jumat pagi, belum ada pernyataan resmi dari Perdana Menteri kedua negara terkait langkah penyelesaian konflik. Namun, sejumlah organisasi internasional menyerukan agar kedua pihak segera menahan diri dan menghentikan aksi militer.
Pejabat Kementerian Luar Negeri Thailand menyatakan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan ASEAN untuk meredakan situasi. Sementara itu, Kamboja mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menggelar sidang darurat.
Sejauh ini, pertempuran belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Militer Thailand telah memperkuat kehadiran pasukan di perbatasan dan mengerahkan sistem pertahanan udara tambahan untuk mengantisipasi serangan balasan dari Kamboja.
Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengungkapkan keprihatinan atas situasi kemanusiaan yang memburuk, terutama dengan ribuan warga yang mulai mengungsi dari zona konflik ke wilayah aman di Thailand dan Kamboja.
Pengamat militer dari Asia Defense Forum menyatakan bahwa keterlibatan jet tempur dalam konflik ini menunjukkan tingginya eskalasi dan risiko meluasnya perang di kawasan Asia Tenggara. Mereka memperingatkan dampak jangka panjang jika konflik tidak segera diakhiri.
Dampak ekonomi juga mulai terasa dengan terganggunya aktivitas perdagangan lintas batas dan meningkatnya harga komoditas di wilayah terdampak. Pemerintah Thailand telah membentuk satuan tugas khusus untuk menangani dampak konflik terhadap warga sipil.
Di sisi lain, media Kamboja menuduh Thailand melakukan agresi militer yang membahayakan kedaulatan nasional mereka. Pihak Kamboja mengklaim memiliki bukti video bahwa serangan udara Thailand menghantam fasilitas sipil.
konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja menewaskan sedikitnya 14 orang dan mencederai beberapa lainnya, serta memicu kepanikan di wilayah perbatasan. Perselisihan wilayah yang berlarut-larut menjadi latar belakang utama pecahnya perang ini.
Ketegangan yang meningkat sejak Mei 2025 akhirnya memuncak dalam bentuk serangan udara dan baku tembak. Kedua pihak saling menuding dan belum ada tanda-tanda bahwa konflik akan segera mereda.
Dampak sosial dan ekonomi sudah mulai dirasakan oleh warga sipil, sementara lembaga internasional mendesak agar gencatan senjata segera diberlakukan demi mencegah krisis kemanusiaan.
Masyarakat internasional menyoroti potensi meluasnya perang dan menyerukan dialog diplomatik yang difasilitasi ASEAN atau PBB. Opsi penyelesaian damai harus segera dipertimbangkan.
yang dapat diajukan antara lain mendorong perundingan langsung antara kedua negara untuk membahas batas wilayah, menghentikan segala bentuk agresi militer, dan melibatkan mediator internasional.
Selain itu, perlu adanya perlindungan maksimal terhadap warga sipil dan fasilitas umum, terutama rumah sakit dan sekolah, yang terdampak konflik.
Pemerintah kedua negara diharapkan transparan dalam menyampaikan informasi kepada publik serta memperkuat koordinasi kemanusiaan di lapangan.
Langkah strategis lain adalah mempercepat evakuasi warga dari zona konflik dan menyediakan bantuan logistik serta psikologis bagi para pengungsi.
Kerja sama regional menjadi krusial agar perang ini tidak meluas dan mengganggu stabilitas Asia Tenggara secara menyeluruh. (*)