Jakarta,EKOIN.CO: Menghadapi kemacetan operasional serius sejak April 2025, Shandong Qiancheng Holdings Co, Ltd, yang selama ini dikenal sebagai mitra strategis utama BYD,berdampak krisis terhadap jaringan dealer utama BYD di Tiongkok Timur, tepatnya di Provinsi Shandong.
informasi yang dilansir Ecoin.co melalui kanal beritasatu.com Minggu (1/6/2025), lebih dari 20 dealer 4S bermerek “Qian” mendadak berhenti beroperasi atau tutup tanpa pemberitahuan. Akibatnya, banyak ruang pamer kosong dan pelanggan kehilangan akses terhadap layanan purna jual yang telah dibayar di muka.
Oleh karena itu, dampak langsung krisis ini dirasakan oleh lebih dari 1.000 pelanggan. Para pelanggan telah membayar di muka untuk berbagai layanan, mulai dari asuransi tiga tahun, perawatan berkala, pelapisan kaca, perlindungan rangka kendaraan, hingga layanan servis seumur hidup. Banyak dari mereka membentuk kelompok advokasi hak konsumen untuk menuntut kejelasan.
Berdasarkan keterangan konsumen, dealer sempat secara agresif menawarkan paket asuransi bersama tiga tahun senilai 10.000-15.000 yuan (sekitar US$ 1.400-2.100), dengan janji penggantian premi pada tahun kedua dan ketiga.
Akan tetapi, janji tersebut tidak kunjung dipenuhi sejak april, dan konsumen baru mengetahui bahwa dealer-dealer tersebut telah ditinggalkan.
Sebagai informasi, perusahan Qiancheng didirikan pada 2014 dan berkembang pesat sebagai mitra utama BYD di Shandong, mengoperasikan puluhan dealer dan mempekerjakan lebih dari 1.200 orang. Mereka sempat mengklaim total penjualan tahunan hingga 3 miliar yuan (US$ 420 juta).
Kunjungan Ketua BYD Wang Chuanfu ke markas Qiancheng pada April 2024 sempat dianggap sebagai bentuk legitimasi hubungan erat keduanya. Namun, laporan dari mantan pegawai mengindikasikan bahwa sejak tahun lalu, perusahaan mulai menunggak pembayaran gaji, bahkan hingga enam bulan lamanya.
Keterangan resmi dari BYD menyatakan bahwa krisis ini disebabkan oleh kesalahan manajemen dan ekspansi bisnis Qiancheng yang terlalu agresif dan berbasis utang. Mereka membantah bahwa kebijakan BYD terhadap dealer turut berperan dalam masalah tersebut.
Namun, dokumen internal Qiancheng tertanggal 17 April justru menyebut bahwa perubahan kebijakan dealer BYD dalam dua tahun terakhir telah menekan likuiditas perusahaan. Faktor eksternal, seperti kondisi ekonomi yang lesu dan ketatnya kebijakan kredit bank juga disebut turut memperburuk situasi.
Krisis ini memunculkan pertanyaan besar tentang tanggung jawab BYD dalam mengawasi jaringan dealernya. Banyak konsumen mengaku memilih membeli karena kepercayaan terhadap reputasi BYD, tetapi kini merasa ditelantarkan.
BYD menyebut bahwa beberapa dealer yang terdampak telah diakuisisi oleh mitra lokal lainnya, dan mereka tengah berupaya menyelesaikan masalah konsumen serta karyawan. Namun, kelompok konsumen yang beranggotakan hampir 500 orang menyatakan kecewa karena belum ada solusi konkret hingga akhir Mei seperti yang dijanjikan. (ENTA, EKOIN.CO)