Jakarta, EKOIN.CO- Dugaan kasus korupsi PT Sritex yang tengah di usut tuntas penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus),menuai apreasi dari sejumlah kalangan masyarakat di Sumatera Utara.
Pasalnya, Penyidik Jampidsus Kejagung RI dikabarkan memeriksa Direktur Utama PT Bank Sumut, Babay Farid Wazdi (BFW) terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) pada Kamis (29/5/2025).
“Kami sangat bangga atas sejumlah prestasi yang di ukir Kejagung RI dibawah Kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhannudin dan Jampidsus Kejagung RI bapak Febri Adriasnsyah dalam mengungkap kasus korupsi, apalagi secara khusus mengusut keterlibatan Dirut Bank Sumut yang menyayat hati masyarakat”Ujar Ketua Umu Forum Masyarakat Peduli Bangsa (FMPB) M. Ritonga SE kepada Wartawan Minggu (1/6/2025).
Menurut M.Ritonga sejak Babay Farid Wazdi dilantik menjadi Dirut Bank Sumut di masa kepemimpinan Gubernur Sumut Edy Rahmyadi, tidak ada menorehkan prestasi.
Bahkan, banyak kasus kredit masyarakat yang viral karena jaminan kepemilikkan asetnya yang menjadi agunan.Belum lagi kasus Staf Humas Bank Sumut Rini Rafika Sari menjalani sidang tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri (PN) Medan Rini didakwa merugikan negara hingga Rp 6 miliar yang diduga ada keterlibatan Dirut Bank Sumut dalam mencairkan dananya.
“Kami berharap, kejagung segera tetapkan status Dirut BAnk Sumut BAbay Farid Wazdi dugaan korupsi pemberian kredit PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex. Berikan ancaman hukuman penjara seumur hidup,jika nantinya terbukti jelas”Pungkas M Ritonga.
Diberitakan sebelumnya,Kepala Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejagung Harli Siregar , Babay diperiksa kaitannya karena pemberian kredit kepada PT Sritex saat dia menjabat sebagai direktur Kredit UMKM & Usaha Syariah PT Bank DKI tahun 2020.
“BFW selaku Direktur Kredit UMKM & Usaha Syariah PT Bank DKI tahun 2020,” kata Kepala Puspenkum Kejagung, Harli Siregar dikutip pada Minggu (1/6/2025).
Sementara pejabat Bank Sumut membenarkan pemanggilan untuk pemeriksaan dalam kasus tersebut. “Iya panggilan oleh kejaksaan,” kata pejabat tersebut.
Di hari yang sama, Kejagung memeriksa NA selaku Direktur Komersial dan UMKM Bank BJB; SLDR selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersil Bank Jateng tahun 2018-2020, PRM selaku Kadiv Manajemen Risiko Bank DPO Jawa Tengah tahun 2020, serta dua orang Kadiv dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI).
Kedua Kadiv dari BRI itu adalah DN selaku Kadiv Sindikasi dan Jasa Lembaga Keuangan tahun 2015 dan BK selaku Kadiv Komersial Kantor Pusat BRI tahun 2017.
Masih dari kalangan perbankan, penyidik Jampidsus juga memeriksa RNL selaku Pimpinan Grup Korporasi 1 Bank BJB tahun 2020. Sisanya adalah para manager dan officer dari Bank BJB yaitu UK selaku Account Officer Korporasi 1 dan VSD selaku Corporate Credit Manager.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit. Selain dua pihak bank yang disebutkan, Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Angka pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar dan telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena macetnya pembayaran.
Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu. Namun, berdasarkan konstruksi kasus, Sritex memiliki total kredit macet hingga Rp 3,58 triliun.
Angka ini didapat dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lain yang dasar pemberian kreditnya masih ditelusuri oleh penyidik.
Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800. Sementara, Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp 2,5 triliun.
Status kedua bank ini masih sebatas saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang sudah ditemukan ada tindakan melawan hukumnya.
Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (*Enta,EKOIN.CO*)