Lakenheath, EKOIN.CO – Amerika Serikat kembali mengaktifkan keberadaan senjata nuklirnya di Inggris untuk pertama kalinya sejak hampir dua dekade terakhir. Penempatan itu terjadi di Pangkalan Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF) Lakenheath, yang terletak di wilayah timur Inggris, pada 16 Juli 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Sebuah pesawat angkut militer C-17 milik Angkatan Udara AS (USAF) diketahui lepas landas dari Pangkalan Udara Kirtland, New Mexico, yang merupakan pusat penyimpanan utama senjata nuklir AS. Pesawat itu kemudian mendarat di RAF Lakenheath dan kembali ke Amerika dua hari setelahnya.
Keterangan tersebut diungkap oleh William Alberque, mantan kepala pusat nonproliferasi nuklir NATO, yang menyebut, “Itu tampaknya memang ke Inggris, menurunkan senjata tersebut, dan lalu kembali ke operasi reguler di AS,” seperti dikutip oleh The Times, Rabu (23/7/2025).
Meski belum ada konfirmasi resmi mengenai isi pesawat, sejumlah analis pertahanan menduga bahwa muatan itu adalah senjata nuklir taktis tipe B61 versi terbaru, yaitu B61-12. Senjata ini dirancang untuk serangan terbatas di medan perang dan bukan untuk serangan strategis skala luas.
Senjata Nuklir Taktis B61 dan Lokasi Baru
Menurut laporan Federasi Ilmuwan Amerika (FAS) pada 2023, dokumen anggaran militer AS mengisyaratkan niat USAF untuk mengaktifkan kembali misi nuklirnya di Inggris. Jika benar, langkah ini menandai perubahan arah kebijakan penempatan senjata nuklir AS sejak akhir Perang Dingin.
RAF Lakenheath sendiri merupakan markas dari 48th Fighter Wing atau Liberty Wing. Dalam beberapa tahun terakhir, pangkalan ini mengalami renovasi besar-besaran untuk mendukung operasional tempur, termasuk integrasi dengan pesawat tempur generasi kelima F-35A.
Senjata B61 diyakini akan ditempatkan di RAF Lakenheath untuk mendukung kemampuan tempur jet tempur F-35A milik Inggris. Seorang peneliti senior dari Royal United Services Institute (RUSI), Sidharth Kaushal, menyebut bahwa pesawat C-17 itu “bisa jadi membawa B61 untuk kemungkinan digunakan di F-35A RAF di masa depan.”
Kaushal menambahkan, “Ini merepresentasikan langkah menuju penggunaan senjata nuklir taktis. Ini memperkenalkan kembali sedikit fleksibilitas dalam cara senjata nuklir digunakan.”
Reaksi Internasional dan Konteks Geopolitik
Kementerian Pertahanan Inggris menyatakan tidak akan mengonfirmasi atau menyangkal keberadaan senjata nuklir tersebut. Seorang pejabat Kemenhan Inggris mengatakan, “Kami tetap berpegang pada kebijakan lama Inggris dan NATO untuk tidak mengonfirmasi maupun menyangkal keberadaan senjata nuklir di lokasi tertentu.”
Sikap senada juga datang dari Washington. Newsweek melaporkan bahwa seorang pejabat pertahanan AS menolak memberikan komentar mengenai status atau lokasi senjata strategis tersebut.
Penempatan senjata nuklir AS di Inggris kali ini menunjukkan langkah strategis NATO dalam mengantisipasi ancaman baru di kawasan Eropa. Dalam konteks yang lebih luas, ini juga mencerminkan meningkatnya ketegangan antara blok barat dan Rusia, serta dinamika keamanan di Asia dan Timur Tengah.
Senjata nuklir taktis B61 dikenal memiliki daya ledak yang lebih kecil dibandingkan senjata strategis seperti rudal balistik antar-benua. Fungsinya lebih spesifik: digunakan di medan perang, bukan untuk kehancuran massal terhadap kota besar.
Menurut FAS, AS kini memiliki sekitar 200 senjata nuklir taktis. Sekitar setengah dari jumlah itu ditempatkan di pangkalan-pangkalan militer di Eropa, termasuk di negara-negara NATO seperti Jerman, Belgia, Italia, Belanda, Turki, dan kini Inggris.
Langkah AS ini memunculkan pertanyaan besar mengenai masa depan perjanjian pengendalian senjata nuklir seperti New START, yang akan berakhir pada tahun 2026 dan tidak mencakup senjata nuklir taktis.
Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia juga menunjukkan postur militer yang semakin agresif. Hal ini termasuk unjuk kekuatan senjata nuklir dan manuver tempur di perbatasan dengan negara-negara NATO.
Penempatan kembali senjata nuklir di Inggris bisa memicu reaksi dari Moskow. Ini juga berpotensi menambah tekanan pada diplomasi senjata global yang selama ini bertumpu pada perjanjian-perjanjian pembatasan dan verifikasi senjata strategis.
Beberapa pengamat menganggap bahwa kehadiran kembali senjata B61 di RAF Lakenheath adalah bentuk penyesuaian ulang strategi militer NATO. Hal ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran atas ketidakstabilan keamanan global.
Selain sebagai sinyal ke Rusia, penempatan ini bisa menjadi bentuk peringatan terhadap negara lain yang tengah berkembang secara militer, termasuk negara-negara di Asia dan kawasan Timur Tengah.
Dari sisi pertahanan, keberadaan senjata B61-12 memungkinkan integrasi dengan jet tempur canggih, memberikan fleksibilitas baru dalam misi nuklir NATO. Namun, dari sisi diplomatik, hal ini menambah kompleksitas dalam perundingan perlucutan senjata.
Hingga saat ini, belum ada indikasi bahwa Inggris akan secara terbuka mengubah kebijakan nuklirnya. Namun, kerja sama senjata ini menunjukkan keterlibatan aktif Inggris dalam strategi nuklir kolektif NATO.
Pangkalan RAF Lakenheath tampaknya telah dipersiapkan untuk peran ini sejak beberapa tahun terakhir, melalui peningkatan infrastruktur dan pelatihan teknis terkait persenjataan canggih.
dari langkah ini menunjukkan bahwa AS tidak lagi memandang kawasan Eropa sebagai zona aman. Aliansi NATO kini memperkuat postur pertahanannya secara nyata di garis depan geopolitik.
Langkah Amerika Serikat menempatkan senjata nuklir kembali di RAF Lakenheath memperlihatkan meningkatnya kekhawatiran atas situasi keamanan global yang kian tidak menentu. Di tengah ancaman dari Rusia dan ketegangan di Timur Tengah serta Asia, aliansi NATO tampaknya menata ulang peta pertahanannya di Eropa.
Dari sisi strategis, penempatan ini menunjukkan bahwa AS memprioritaskan fleksibilitas dan kesiapan dalam merespons berbagai skenario konflik. Senjata B61-12 yang lebih canggih dan dapat diintegrasikan dengan F-35 memberi nilai tambah dalam operasi taktis masa depan.
Pemerintah Inggris dan AS yang memilih bungkam memperlihatkan sifat sensitif dan strategis dari keputusan ini. Ketertutupan ini mencerminkan pentingnya menjaga ambiguitas dalam doktrin nuklir yang sarat dengan perhitungan geopolitik.
Namun, keputusan ini juga bisa menimbulkan pertanyaan dari komunitas internasional, khususnya terkait perlombaan senjata baru. Banyak pihak menuntut transparansi dan upaya diplomasi sebagai jalan utama menuju stabilitas global.
agar para pemangku kebijakan global memperkuat kembali dialog perlucutan senjata dan memperluas ruang diskusi multilateral yang inklusif. Pendekatan kolektif akan lebih menjanjikan untuk menghindari konflik berkepanjangan dan menciptakan keseimbangan yang damai dalam sistem internasional. (*)