WASHINGTON EKOIN.CO – Amerika Serikat menempati peringkat teratas dalam daftar tujuh negara dengan kekuatan militer terbesar dunia pada tahun 2025, berdasarkan laporan terbaru Global Firepower yang dirilis pada Juli 2025. Laporan tersebut menilai kekuatan militer 145 negara berdasarkan lebih dari 60 indikator, termasuk jumlah pasukan, senjata nuklir, anggaran pertahanan, dan teknologi militer.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut Global Firepower, Amerika Serikat memiliki sekitar 1,38 juta tentara aktif dan anggaran pertahanan mencapai lebih dari USD 800 miliar. Negeri tersebut juga mengoperasikan lebih dari 5.000 pesawat tempur dan kapal induk terbanyak di dunia. Selain itu, AS diketahui memiliki lebih dari 5.000 hulu ledak nuklir yang aktif maupun cadangan.
Di posisi kedua, Rusia tetap menjadi kekuatan utama dengan lebih dari 1 juta personel militer aktif. Rusia juga memiliki jumlah senjata nuklir terbanyak, yakni sekitar 6.200 hulu ledak. Moskow terus meningkatkan kemampuan militer di berbagai lini, termasuk rudal hipersonik dan kendaraan tempur lapis baja.
Cina berada di peringkat ketiga dengan total kekuatan militer yang mengesankan. Negara ini memiliki hampir 2 juta tentara aktif, menjadikannya yang terbesar dari segi jumlah personel. Cina juga meningkatkan kemampuan angkatan lautnya, termasuk pembangunan kapal induk dan kapal perusak berteknologi tinggi.
India dan Korea Selatan naik peringkat
India menempati posisi keempat dengan lebih dari 1,4 juta tentara aktif dan anggaran pertahanan sekitar USD 80 miliar. India juga memperkuat kemampuan nuklir dan rudal jarak jauhnya untuk menghadapi potensi ancaman dari tetangga seperti Cina dan Pakistan.
Di posisi kelima, Korea Selatan mengalami peningkatan signifikan dalam kekuatan militernya. Negara ini memiliki sekitar 600.000 personel militer aktif dan teknologi militer canggih hasil kerja sama dengan Amerika Serikat. Anggaran pertahanan Korea Selatan mencapai USD 50 miliar.
Posisi keenam diisi oleh Turki, yang memiliki sekitar 450.000 personel aktif dan terus memperluas industri pertahanan dalam negeri. Turki juga menjadi salah satu eksportir senjata terbesar di kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Jepang menutup daftar tujuh besar dengan kekuatan militer yang didukung teknologi tinggi dan anggaran pertahanan sekitar USD 60 miliar. Walaupun memiliki jumlah personel yang lebih kecil, Jepang memiliki armada laut dan udara yang sangat modern.
Peran senjata nuklir dan aliansi global
Senjata nuklir tetap menjadi faktor kunci dalam penilaian kekuatan militer. Amerika Serikat, Rusia, dan Cina mendominasi kategori ini, sementara India, Pakistan, dan Korea Utara juga memiliki kemampuan nuklir.
Aliansi militer seperti NATO turut mempengaruhi kekuatan negara-negara anggotanya. Keanggotaan dalam aliansi pertahanan besar memberikan dukungan strategis, logistik, dan teknologi yang meningkatkan kemampuan tempur secara keseluruhan.
Menurut Global Firepower, tren militer dunia 2025 menunjukkan fokus pada modernisasi peralatan tempur, pengembangan teknologi seperti drone dan kecerdasan buatan, serta efisiensi dalam pengeluaran anggaran militer.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa perang siber menjadi salah satu aspek penting dalam strategi militer modern. Negara-negara besar meningkatkan kemampuan siber untuk pertahanan dan serangan digital.
Kondisi geopolitik di kawasan Asia-Pasifik, Eropa Timur, dan Timur Tengah menjadi pemicu utama pengembangan kekuatan militer di banyak negara. Persaingan antara AS dan Cina di Laut Cina Selatan serta konflik Rusia-Ukraina menjadi latar belakang peningkatan anggaran pertahanan global.
Selain itu, banyak negara mengembangkan produksi senjata dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor. India, Turki, dan Korea Selatan menunjukkan kemajuan pesat dalam industri pertahanan nasional.
Di sisi lain, negara-negara di Afrika dan Amerika Latin memiliki kekuatan militer yang relatif kecil namun menunjukkan peningkatan dalam pengadaan peralatan dan pelatihan personel.
Global Firepower mencatat bahwa meskipun anggaran besar menjadi indikator penting, efektivitas militer juga ditentukan oleh pelatihan, kesiapan, dan doktrin operasional masing-masing negara.
Kekuatan militer dunia terus mengalami perubahan seiring perkembangan teknologi dan dinamika politik global. Laporan ini menjadi acuan penting bagi analis pertahanan dan pembuat kebijakan internasional.
Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik, daftar tujuh negara terkuat ini berpotensi berubah jika konflik baru atau pergeseran aliansi terjadi di masa mendatang.
Para ahli militer memperkirakan bahwa negara-negara berkembang akan terus memperkuat kemampuan pertahanan mereka untuk menjaga kedaulatan dan menghadapi ancaman non-konvensional.
Laporan Global Firepower 2025 menjadi sorotan banyak kalangan karena mencerminkan prioritas strategis dan potensi ancaman di berbagai kawasan dunia.
Kesimpulan dari laporan ini menyoroti bahwa kekuatan militer bukan hanya soal jumlah personel atau senjata, tetapi juga kesiapan, efisiensi, dan adaptasi terhadap tantangan baru di era modern.
Sebagai laporan Global Firepower 2025 menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara kuantitas dan kualitas dalam membangun kekuatan militer. Negara-negara seperti AS, Rusia, dan Cina menunjukkan bahwa kombinasi teknologi dan strategi tetap menjadi kunci dominasi militer global. Di sisi lain, negara seperti India dan Korea Selatan membuktikan bahwa peningkatan bertahap dan berkelanjutan bisa mengangkat posisi dalam peta militer dunia. Perubahan dinamika keamanan global juga mendorong negara-negara untuk memperkuat sektor pertahanan sebagai bagian dari kebijakan nasional. Hal ini berdampak langsung pada stabilitas regional dan global.
Sebagai negara-negara di dunia perlu menyeimbangkan antara kekuatan militer dan diplomasi untuk menjaga perdamaian. Investasi pada teknologi militer sebaiknya disertai komitmen pada penyelesaian konflik secara damai. Kerja sama internasional dalam pengendalian senjata nuklir dan senjata baru perlu ditingkatkan. Selain itu, transparansi dalam belanja militer penting untuk mencegah perlombaan senjata yang merugikan. Terakhir, pendekatan keamanan kolektif sebaiknya dikembangkan untuk menghadapi tantangan global bersama-sama.(*)