Jakarta,EKOIN.CO- Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM), Tiyo Ardianto, menyoroti undangan pemerintah kepada perwakilan mahasiswa ke Istana Kepresidenan. Ia menyebut langkah tersebut hanya sebatas simbolisme politik, bukan jawaban nyata atas persoalan rakyat. Kritik keras ini disampaikan setelah pertemuan mahasiswa dengan pemerintah pada Kamis (4/9/2025).
Gabung WA Channel EKOIN untuk update berita terkini
Menurut Tiyo, rakyat saat ini tidak membutuhkan simbolisme politik, melainkan kebijakan konkret yang menjawab kebutuhan. “Semalam, kawan-kawan kami terpaksa menjejakkan kakinya di Istana. Bagi kami, itu harus saya sampaikan rasa prihatin,” ujarnya di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (5/9/2025).
Simbolisme Politik Jadi Sorotan
Tiyo menekankan, simbolisme politik tidak memiliki substansi untuk menyelesaikan masalah bangsa. Ia bahkan mengibaratkan hal itu seperti obat parasetamol. “Simbolisme politik semacam parasetamol yang meredakan nyeri masyarakat tapi nggak mengobati apa pun,” katanya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan yang benar dan berpihak pada rakyat jauh lebih penting daripada sekadar pertemuan yang terkesan seremonial. Menurutnya, langkah pemerintah yang mengundang perwakilan mahasiswa ke Istana justru mengaburkan esensi gerakan mahasiswa itu sendiri.
Kritik serupa juga datang dari Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB), Farell Faiz. Ia menilai simbolisme politik berpotensi memecah belah gerakan mahasiswa yang selama ini konsisten menyuarakan aspirasi publik.
“Kami sendiri menolak berbagai bentuk simbolisme politik yang pada akhirnya memecah gerakan yang kita lakukan. Karena itu tentunya sangat menyakiti hati rakyat,” ungkap Farell.
Undangan Istana dan Reaksi Mahasiswa
Sejumlah perwakilan mahasiswa diketahui hadir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025) malam. Mereka tiba sekitar pukul 18.30 WIB dengan mengenakan jaket almamater masing-masing.
Pantauan di lapangan menunjukkan mayoritas mahasiswa enggan memberikan pernyataan kepada media. Mereka berjalan cepat menuju Istana, bahkan sebagian berlari saat didekati wartawan. Protokol Istana turut mendampingi mereka masuk ke area pertemuan.
Meskipun pertemuan itu disebut sebagai wadah penyampaian aspirasi, sejumlah pihak mempertanyakan efektivitasnya. Pasalnya, mahasiswa yang hadir tidak menyampaikan keterangan jelas mengenai substansi pembicaraan dengan pemerintah.
Kritik Tiyo dan Farell mencerminkan keresahan di kalangan mahasiswa bahwa undangan tersebut lebih menonjolkan pencitraan politik daripada solusi nyata. Kondisi ini semakin memperkuat tuntutan agar pemerintah lebih fokus pada kebijakan substantif yang langsung berdampak bagi masyarakat.
Gerakan mahasiswa selama ini dikenal kritis terhadap kebijakan pemerintah, terutama yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Kehadiran mereka di Istana dinilai justru menimbulkan kesan ambivalen, antara perjuangan aspirasi dan kepentingan politik praktis.
Di tengah situasi tersebut, mahasiswa menegaskan bahwa mereka tetap konsisten mengawal isu-isu krusial, termasuk kebijakan ekonomi, hukum, dan demokrasi. Simbolisme politik, menurut mereka, tidak boleh mengalihkan fokus perjuangan terhadap kebutuhan mendasar rakyat.
( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v