Jakarta,EKOIN.CO- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengungkap sedikitnya lima modus utama peredaran rokok ilegal di Indonesia. Modus tersebut meliputi rokok polos tanpa pita cukai, penggunaan pita cukai palsu, pita cukai bekas, salah peruntukan, dan salah personalisasi.
Gabung WA Channel EKOIN untuk berita terkini
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menegaskan bahwa kelima pola tersebut menjadi tren yang terus ditemukan di lapangan. “Ini kalau dipajak lebih ke apa kalau menghindar harus bayar pajak yang lebih gede itu apa tax avoidance ya tax avoidance pita cukai SKT,” ujarnya dalam media briefing pada Kamis (5/9/2025).
Modus Rokok Ilegal yang Paling Banyak Ditemukan
Nirwala menjelaskan modus pertama adalah rokok polos tanpa pita cukai, yang jelas-jelas melanggar aturan. Kedua, pemalsuan pita cukai, baik dengan mencetak tiruan maupun menggunakan pita bekas.
Selain itu, modus salah peruntukan juga kerap digunakan. Misalnya, pita cukai yang seharusnya untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) ditempelkan pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) untuk menekan tarif cukai.
“Jadi menentukan tarif rokok itu berdasarkan dua hal, yang pertama jenis rokoknya, yang kedua kapasitas produksinya,” jelas Nirwala. Ia menambahkan, tarif terendah berlaku untuk SKT, lebih tinggi untuk SKM, dan tertinggi untuk SPM (Sigaret Putih Mesin).
Modus berikutnya adalah salah personalisasi, yaitu penggunaan kode pita cukai yang seharusnya khusus untuk pabrikan tertentu, tetapi ditempelkan pada rokok merek lain. Hal ini membuat pengawasan lebih sulit karena kode tersebut seolah sah.
Ultimum Remedium dalam Penegakan Hukum Cukai
Selain membongkar modus, Nirwala juga menekankan konsep ultimum remedium dalam penegakan hukum cukai. Ia meluruskan anggapan bahwa konsep ini berarti denda saja. “Apakah ultimum remedium itu menghilangkan pidananya? Tidak, tetapi mengakhirkan pidananya sepanjang you bayar denda,” terangnya.
Ia menegaskan, setiap pelanggaran cukai pada dasarnya merupakan tindak pidana. Namun, melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah membuka ruang penyelesaian dengan pendekatan restorative justice. Tujuannya agar penanganan tetap proporsional, tanpa mengurangi efek jera.
“Masakita nangkep katakanlah 10 slop di toko online ya kan semua pelanggaran di cukai itu hampir semuanya pidana. Masa iya-iya 5 slop sampai ke jaksa agung gitu loh,” ujar Nirwala.
Dengan mekanisme ultimum remedium, penyelesaian perkara yang nilainya kecil bisa tetap diproses tanpa membebani aparat penegak hukum. Meski begitu, Bea Cukai tetap menegaskan komitmennya untuk menindak tegas peredaran rokok ilegal yang merugikan negara.
Upaya pengawasan dilakukan secara berlapis, termasuk patroli darat, laut, serta pemantauan distribusi di pasar dan toko online. Bea Cukai berharap, dengan pemahaman masyarakat mengenai modus-modus ini, konsumsi rokok ilegal dapat ditekan.
Kesadaran publik diharapkan menjadi benteng pertama untuk menolak produk yang merugikan negara sekaligus membahayakan kesehatan masyarakat. Edukasi berkelanjutan dinilai penting agar generasi muda tidak terjebak dalam peredaran rokok ilegal.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v