Jakarta, EKOIN.CO – Indonesia memiliki peluang besar untuk mengungguli Amerika Serikat dan menjadi pemimpin dalam pemanfaatan energi panas bumi dunia. Hal ini dapat terwujud apabila penambahan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 5,2 Giga Watt (GW) dapat direalisasikan, khususnya dalam satu dekade ke depan. Demikian disampaikan oleh PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE).
John Anis, CEO Pertamina New and Renewable Energy (PNRE), menuturkan bahwa Indonesia saat ini berada di peringkat kedua setelah Amerika Serikat dalam hal pemanfaatan panas bumi. Oleh sebab itu, dengan adanya tambahan kapasitas yang termuat dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, bukan tidak mungkin Indonesia dapat melampaui posisi Amerika Serikat. “Memang saat ini Indonesia nomor dua ya di dunia dan Indonesia ingin nomor satu, nomor satunya di US. Kalau misalkan ini yang di RUPTL sekitar 5,2 GW bisa dijalankan, itu Indonesia punya potensi menjadi leader di dalam pemanfaatan geothermal di dunia,” tutur John, dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia pada Kamis (21/8/2025).
Lebih lanjut, John juga menyampaikan bahwa PNRE telah melakukan penandatanganan sejumlah Nota Kesepahaman (MoU) dan Heads of Agreement (HOA) dengan PLN untuk mendukung pengembangan geothermal. Dengan demikian, pihaknya menyatakan kesiapan untuk menggenjot pemanfaatan energi panas bumi seoptimal mungkin.
Tidak hanya berfokus pada pengembangan proyek panas bumi, John menegaskan bahwa pihaknya juga siap mengembangkan sumber energi bersih lainnya, seperti gas, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), hidrogen, dan bahkan pembangkit nuklir. Ia mencontohkan keberhasilan proyek gas ke listrik. “Jadi dari geothermal kami siap. Dari gas to power juga kami siap, kami punya Jawa satu power, itu hampir 1,8 Giga Watt. Itu combined cycle dengan integrated system menggunakan FSRU dari LNG, itu terbesar di Asia Tenggara. Dan itu berjalan dengan sangat baik, saat ini kami cukup bangga memiliki instalasi tersebut dan siap men-deploy dengan konsep yang sama,” katanya.
Mengacu pada data yang disampaikan dalam acara tersebut, hingga tahun 2024, pemerintah telah mengidentifikasi 362 titik potensi panas bumi dengan kapasitas total mencapai 23,6 GW. Dengan kapasitas PLTP yang baru mencapai 2,6 GW hingga tahun tersebut, artinya pemanfaatan potensi panas bumi nasional baru sekitar 10%. Pemerintah sendiri telah meluncurkan RUPTL PT PLN (Persero) untuk periode 2025-2034, dengan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik total 69,5 GW. Dari jumlah tersebut, 76% di antaranya, atau sekitar 42,6 GW, akan berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT).
Berdasarkan paparan dari Kementerian ESDM, rincian kapasitas pembangkit EBT yang akan dibangun meliputi Surya (17,1 GW), Air (11,7 GW), Angin (7,2 GW), Panas Bumi (5,2 GW), Bioenergi (0,9 GW), dan Nuklir (0,5 GW). Sementara itu, sistem penyimpanan energi akan mencakup PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW. Di sisi lain, pembangkit listrik berbasis energi fosil masih akan dibangun sebesar 16,6 GW, yang terdiri dari gas (10,3 GW) dan batu bara (6,3 GW).