ACEH EKOIN.CO – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri menetapkan empat pulau di wilayah perairan Singkil secara administratif berada di Provinsi Sumatera Utara, memicu protes keras dari pihak Pemerintah Aceh dan masyarakat lokal. Pemerintah Aceh menyatakan upaya tersebut mengancam kedaulatan dan martabat provinsi.
Penetapan Administratif Empat Pulau
Kamis, 25 April 2025, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan peraturan baru mengenai kode daerah administratif, yang secara tegas memasukkan empat pulau—Panjang, Pulau Se, Pulau Dua, dan Pulau Peuceu—ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Langkah ini menimbulkan reaksi langsung dari Pemerintah Aceh, yang selama ini mengklaim pulau tersebut sebagai bagian dari Provinsi Aceh.
Protes Pemerintah Aceh
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menyatakan keberatannya terhadap keputusan Mendagri. Dalam pertemuan dengan Gubernur Sumut, Bobby Nasution, Selasa, 4 Juni 2025 di Medan, Muzakir keluar lebih dulu dari pertemuan sengketa tersebut. Versi Nasution, pertemuan berjalan normal, namun Muzakir menegaskan bahwa prosesnya tidak adil .
Aksi Massa di Lokasi Sengketa
Pada hari yang sama, ratusan warga Singkil menggelar aksi nyata di Pulau Panjang sebagai bentuk penolakan administrasi Sumut. Mereka membawa spanduk dan menggelar orasi menegaskan, “Pulau kami bukan milik Sumut,” meski tidak ada kutipan langsung karena liputan terbatas .
Solidaritas Mahasiswa Aceh di Ibu Kota
Aksi dukungan juga terjadi di Jakarta. Pada Jumat, 13 Juni 2025, puluhan mahasiswa Aceh berunjuk rasa di depan gedung Kementerian Dalam Negeri. Mereka menuntut pencabutan regulasi yang dianggap melecehkan hak historis Aceh atas keempat pulau tersebut .
Laporan Media dan Reaksi Publik
Media nasional seperti The Jakarta Post dan Tempo melaporkan meningkatnya ketegangan antara Aceh dan Sumut akibat sengketa ini . Netizen Aceh ramai menyuarakan kemarahan melalui media sosial, terutama membanjiri unggahan Instagram Gubernur Sumut, Bobby Nasution, dengan komentar negatif.
Campur Tangan DPR dan Presiden
Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI, menyebut Presiden Prabowo Subianto akan mengambil keputusan terkait sengketa ini segera. Dasco mendesak agar Mendagri bersama DPR segera menuntaskan masalah administratif untuk meredam ketegangan massa .
Jokowi Janji Evaluasi
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, berjanji akan meninjau ulang regulasi yang jadi pemicu konflik. Hal ini disampaikan usai Mendagri menerima aspirasi dari kedua provinsi dan menegaskan akan mengkaji ulang secara teliti.
Pendapat Mantan Wapres Jusuf Kalla
Jusuf Kalla mengingatkan bahwa perjanjian damai Aceh 2005 perlu dihormati. Menurut Kalla, sengketa wilayah tersebut menyangkut “harga diri” warga Aceh dan harus dituntaskan secara adil serta penuh kebijaksanaan .
Tensi Politik di Aceh
Sementara itu di Aceh, anggota DPRA dan DPD setempat menyerukan agar Pemprov Sumut segera menghentikan aktivitas di keempat pulau. Massa menilai pengelolaan pulau oleh Sumut akan merugikan Aceh dari segi ekonomi, budaya, dan sejarah .
Sikap Pemerintah Sumut
Central Tapanuli Regent, Masinton Pasaribu, menyatakan keempat pulau tersebut memang sudah resmi menjadi bagian bawah yurisdiksi Sumut menyusul peraturan Mendagri. Dia menyebut semangat dialog masih terbuka jika Aceh mau duduk bersama membahas teknis pengelolaan.
Pertemuan Perdana Gubernur
Pertemuan antar gubernur yang digelar awal Juni 2025 gagal menemui titik temu. Muzakir menegaskan bahwa Aceh tidak akan mundur atas klaim historisnya, sementara Nasution mengkritik cara Aceh menyikapinya sebagai politis .
Perlunya Diplomasi Dua Provinsi
Pengamat politik menyatakan pentingnya diplomasi tingkat provinsi. Apabila Aceh dan Sumut mampu menunjukkan komitmen dialog, potensi konflik horizontal di tingkat masyarakat nelayan dapat diminimalkan.
Prosedur Administratif Mendagri
Regulasi Mendagri 2020 tentang tapal batas administratif sudah menempatkan keempat pulau di wilayah Sumut. Regulasi ini merupakan dasar administratif yang kini dipertahankan oleh Kemendagri.
Pandangan Nelayan Lokal
Sejumlah nelayan di Singkil mengatakan bahwa mereka sering menangkap ikan di sekitar kawasan pulau yang diklaim Aceh. Mereka takut akan kehilangan akses jika administrasi berubah menjadi Sumut.
Implikasi Ekonomi
Ekonom regional menyatakan potensi perikanan dan pariwisata di pulau-pulau tersebut cukup besar. Pergeseran administrasi bisa berdampak langsung pada distribusi pajak, izin usaha, dan investasi lokal.
Hukum dan Administrasi
Para ahli hukum menyatakan bahwa persoalan ini bersinggungan antara hukum administratif dan hukum adat. Aceh memiliki otonomi khusus yang diatur undang-undang, yang menjadi dasar kuat klaimnya.
Mekanisme Litigasi
Belum ada upaya hukum melalui jalur pengadilan, namun Aceh disebut tengah mempersiapkan dokumen untuk menggugat jika tidak ada penyelesaian dialogis.
Ancaman Konflik Sosial
Panglima lahan Aceh dan aktivis masyarakat mencemaskan jika sengketa ini tidak segera diselesaikan, bisa memicu konflik fisik antara nelayan Aceh dan Sumut .
Peran Pemerintah Pusat
Presiden dan Mendagri dipanggil publik untuk menjadi mediator netral dalam sengketa ini. Solusi administratif dianggap lebih tepat dibanding penegakan wilayah dengan kekuatan.
Alternatif Bersama
Beberapa pihak mengusulkan solusi zonasi bersama. Misalnya, penerbitan izin nelayan dari kedua provinsi serta pembagian hasil ekonomi secara proporsional.
Prinsip Otonomi Khusus
Aceh mengacu Undang‑Undang Nomor 11 Tahun 2006 yang menetapkan otonomi khusus. Langkah Mendagri, menurut Aceh, mengabaikan spirit UU tersebut.
Fungsi DPR dan DPD
DPR melalui Komisi II dan III diminta memonitor implementasi peraturan ini. DPD Aceh juga perlu aktif menyuarakan kegelisahan rakyat di ajang pusat .
Dua Kalimat Penting
Aceh memprotes pengklasifikasian empat pulau di wilayah Singkil masuk Sumut, menyebutnya merendahkan martabat daerah. Presiden dan DPR didesak segera mencari solusi untuk menenangkan ketegangan publik.
Tag Penting
Aceh, Sumatera Utara, empat pulau, Singkil, sengketa, administratif, kementerian dalam negeri, Muzakir Manaf, Bobby Nasution, Jusuf Kalla, nelayan, ekonomi perikanan, otonomi khusus, konflik provinsi, dialog provinsi
Pemerintah pusat hendaknya segera meninjau regulasi administratif agar tidak menjadi pemicu konflik internal antar-provinsi. Peran mediasi independen oleh DPR dan DPD sangat kritis untuk menjaga keseimbangan hak kedua wilayah.
Aceh dan Sumut perlu memasuki format dialog teknis, melibatkan masyarakat nelayan sebagai representasi langsung dari kepentingan lokal. Solusi zonasi dan pembagian manfaat tidak hanya adil, tapi juga bisa menjadi model penyelesaian sengketa daerah di masa depan.
Pendekatan berbasis hukum dan adat harus berjalan seiring; otonomi khusus Aceh tidak boleh diabaikan dalam penyusunan regulasi baru. Pemerintah pusat perlu menempatkan aspek historis dan budaya sebagai pertimbangan utama agar tidak memicu resistensi.
Investasi pada transparansi dan edukasi mengenai batas wilayah provinsi dapat menurunkan tensi publik dan mencegah salah persepsi. Langkah preventif ini juga bermanfaat untuk menjaga stabilitas di wilayah pesisir nasional.
Secara keseluruhan, kabar baiknya adalah momentum sengketa ini menjadi pintu untuk memperkuat tata kelola wilayah dengan asas keadilan, hukum, dan perlindungan masyarakat lokal. Dengan mekanisme yang tepat, konflik ini bukan hanya bisa diselesaikan, tapi juga memunculkan solusi baru yang konstruktif. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v