Jakarta, EKOIN.CO – Dalam rangka menjaring masukan publik, khususnya dari pemangku kepentingan Indikasi Geografis di wilayah Jawa Barat, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat menggelar kegiatan Konsultasi Publik Pemantauan dan Peninjauan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Kamis (12/06/2025). Kegiatan tersebut berlangsung di Aula Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat.
Kegiatan dibuka oleh Kepala BPHN, Min Usihen, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya evaluasi terhadap kebijakan yang telah berjalan hampir satu dekade tersebut. Ia menyampaikan urgensi peninjauan untuk melihat efektivitas dan dampak nyata terhadap masyarakat.
“Dengan mengacu saat diundangkannya di tahun 2016, maka pengaturan mengenai indikasi geografis saat ini telah berjalan selama sembilan tahun. Sehingga sangat wajar untuk dilakukan pemantauan dan peninjauan guna mengetahui seberapa besar dampak dan manfaatnya bagi masyarakat,” ujar Min.
Turut hadir sebagai narasumber Miranda Risang Ayu, S.H, LL.M, Ph.D, selaku akademisi, Ir. Arniati Rahim, M.M. dari Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta M. Aleh Setiapermana, Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Arabika Java Preanger. Peserta lainnya berasal dari MPIG Ubi Cilembu, pelaku usaha, akademisi, Bank Indonesia Perwakilan Jawa Barat, dan perwakilan dinas daerah.
“Selain itu pemantauan dan peninjauan dilakukan untuk memastikan bahwa undang-undang tersebut berdaya guna dan berhasil guna bagi tata kelola indikasi geografis serta relevansinya dengan kondisi kekinian,” lanjut Min Usihen.
Suara Komunitas Jadi Pertimbangan
Kepala Pusat Pemantauan, Peninjauan dan Pembangunan Hukum Nasional, Rahendro Jati, menyatakan bahwa pemilihan peserta dari MPIG sekitar Bandung merupakan langkah strategis untuk mendengar langsung masukan dari pihak terdampak. Hal ini mencerminkan pentingnya peran lokal dalam memperkuat kebijakan nasional.
“MPIG adalah salah satu pihak yang terdampak dari pelaksanaan aturan mengenai indikasi geografis baik mulai dari pendaftaran maupun sampai dengan pelaksanaan hingga pengawasannya,” ujar Rahendro.
Pentingnya pengalaman lapangan dalam penyusunan kebijakan menjadi perhatian utama dalam konsultasi ini. Masukan yang diperoleh diharapkan mampu mengarahkan kebijakan agar lebih responsif dan berpihak pada masyarakat.
Kegiatan juga dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, Asep Sutandar, dan Direktur Merek dan Indikasi Geografis Ditjen Kekayaan Intelektual, Hermansyah Siregar. Mereka memberikan penguatan pentingnya koordinasi antara pusat dan daerah dalam penerapan perlindungan hukum indikasi geografis.
Melalui forum ini, semua pihak menyepakati pentingnya kelanjutan proses pemantauan ke berbagai wilayah lainnya yang memiliki potensi kekayaan indikasi geografis untuk mendapatkan gambaran lebih menyeluruh.
Kegiatan Konsultasi Publik di Bandung pada 12 Juni 2025 merupakan bagian dari proses peninjauan kebijakan yang telah berjalan selama sembilan tahun. Dengan pendekatan partisipatif, BPHN membuka ruang dialog untuk mendengarkan suara komunitas dan pelaku usaha lokal.
Masukan dari MPIG, akademisi, hingga perwakilan lembaga keuangan memperlihatkan bahwa penerapan Undang-Undang Indikasi Geografis tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Pemantauan ini juga menjadi momen untuk memastikan bahwa regulasi tetap relevan di tengah dinamika perkembangan zaman.
Langkah BPHN bersama Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat ini diharapkan menjadi contoh kolaborasi strategis dalam merancang tata kelola hukum yang inklusif dan berkelanjutan demi perlindungan kekayaan komunal masyarakat Indonesia.(*)