Jakarta, EKOIN.CO – Dalam dunia konstruksi modern, pemilihan material untuk rangka atap rumah menjadi salah satu keputusan penting dalam proses pembangunan. Dua material yang paling sering dibandingkan adalah baja ringan dan kayu. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, bergantung pada kebutuhan struktural, biaya, estetika, dan kondisi lingkungan tempat bangunan berdiri.
Kuat dan Tahan Lama, Baja Ringan Jadi Pilihan Modern
Baja ringan dikenal karena kekuatannya yang tinggi dan bobotnya yang ringan. Material ini terbuat dari campuran logam yang dirancang tahan terhadap karat, rayap, dan perubahan cuaca ekstrem. Ketahanannya terhadap gempa dan cuaca lembap menjadikannya pilihan favorit untuk wilayah dengan risiko bencana tinggi.
Menurut Wahyu Santoso, arsitek senior dari Asosiasi Arsitek Indonesia, baja ringan sangat ideal untuk rumah-rumah di daerah tropis seperti Indonesia. “Dengan ketebalan yang konsisten dan daya tahan jangka panjang, baja ringan memberi rasa aman dan efisiensi dalam pemasangan,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (13/6/2025).
Proses pemasangan baja ringan juga relatif cepat dibandingkan dengan kayu. Hal ini disebabkan struktur baja ringan diproduksi secara pabrikan dengan presisi tinggi. Selain itu, baja ringan memiliki sambungan baut yang lebih mudah dikontrol daripada sistem paku pada kayu.
Namun, dari sisi estetika, beberapa pemilik rumah masih merasa kayu lebih menarik karena memberikan kesan alami dan hangat. Di sinilah perdebatan muncul antara fungsi dan nilai seni dalam arsitektur rumah.
Kayu Tetap Diminati karena Nilai Estetika dan Tradisi
Kayu, terutama jenis kayu keras seperti jati, merbau, dan bengkirai, telah digunakan sebagai bahan atap rumah sejak lama. Selain karena mudah didapat di Indonesia, kayu juga memberikan nuansa tradisional dan alami yang tidak bisa ditiru oleh bahan logam.
Rudi Hartono, kontraktor bangunan di kawasan Bogor, mengatakan bahwa meski teknologi sudah maju, masih banyak klien yang lebih memilih kayu untuk rangka atap mereka. “Terutama untuk rumah-rumah adat atau yang ingin tampil etnik, kayu tetap pilihan utama,” tuturnya kepada wartawan EKOIN.
Kelebihan lain dari kayu adalah kemudahannya dibentuk. Tukang kayu bisa membuat sambungan dan desain lengkung yang unik, sesuatu yang lebih sulit dilakukan pada baja ringan.
Namun, tantangan utama dalam penggunaan kayu adalah ketahanannya terhadap rayap dan pelapukan. Selain itu, perubahan cuaca dapat menyebabkan kayu mengembang atau menyusut, yang berpotensi merusak struktur bangunan jika tidak dirawat dengan baik.
Pertimbangan Biaya dan Pemeliharaan
Dari sisi biaya, baja ringan memang cenderung lebih mahal di awal, terutama karena harus dibeli dalam bentuk paket dari pabrikan. Namun, biaya pemeliharaannya jauh lebih rendah karena tidak perlu dilapisi pelindung secara berkala.
Sebaliknya, kayu memiliki harga beli yang lebih variatif, tergantung jenis dan kualitasnya. Akan tetapi, biaya perawatan rutin seperti pelapisan anti-rayap dan pengeringan ulang dapat menjadi beban tambahan dalam jangka panjang.
Menurut data dari Asosiasi Kontraktor Indonesia, biaya total pembangunan atap baja ringan dalam jangka 10 tahun bisa lebih murah 15-20 persen dibandingkan dengan rangka atap kayu, jika dihitung bersama perawatan.
Selain itu, dalam proyek berskala besar seperti perumahan atau bangunan publik, efisiensi waktu sangat dihargai. Baja ringan memungkinkan penyelesaian proyek lebih cepat dan rapi.
Aspek Lingkungan dan Keberlanjutan
Isu keberlanjutan juga menjadi sorotan penting dalam memilih material. Baja ringan yang bisa didaur ulang memberi keuntungan ekologis dibandingkan kayu yang bersumber dari hutan.
Namun, kayu dari hutan lestari bersertifikasi FSC (Forest Stewardship Council) masih menjadi pilihan ramah lingkungan jika digunakan secara bijak. “Yang penting bukan hanya bahannya, tapi bagaimana kita memperolehnya,” ujar Budi Prasetyo, peneliti lingkungan dari Universitas Gadjah Mada.
Kayu yang ditebang secara ilegal tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem. Karena itu, jika memilih kayu, sangat disarankan untuk memastikan asal usulnya.
Di sisi lain, proses produksi baja ringan juga memiliki jejak karbon yang tidak kecil. Oleh karena itu, pemilihan seharusnya dilandasi pada kesesuaian fungsi dan kebutuhan ekologis bangunan secara keseluruhan.
Konsultasi Profesional dan Keamanan Bangunan
Banyak arsitek dan insinyur menyarankan agar pemilik rumah berkonsultasi dengan tenaga profesional sebelum menentukan jenis rangka atap. Keamanan struktur dan beban bangunan sangat tergantung pada jenis atap yang digunakan.
Dari data Dinas Cipta Karya DKI Jakarta, kesalahan pemilihan material atap menyebabkan 12 persen kasus kerusakan struktural pada rumah baru setiap tahunnya. Kesalahan umum termasuk beban berlebih, sambungan tidak kuat, atau bahan tidak sesuai cuaca lokal.
“Kadang kita lihat rumah bagus di luar, tapi ketika dihantam hujan deras, ternyata atapnya roboh. Itu karena salah pemilihan bahan,” ungkap Anang Wibowo, pengawas proyek bangunan di kawasan Jakarta Timur.
Sistem ventilasi dan penyesuaian dengan jenis penutup atap seperti genteng atau spandek juga perlu diperhatikan. Baja ringan lebih cocok untuk spandek dan galvalum, sementara kayu lebih fleksibel dengan jenis penutup atap tradisional.
Saran
Memilih bahan atap sebaiknya disesuaikan dengan kondisi geografis dan iklim lokal, serta rencana jangka panjang dari pemilik rumah. Jika tinggal di wilayah rawan gempa dan hujan tinggi, baja ringan bisa jadi pilihan lebih aman.
Jika tampilan estetika tradisional menjadi fokus utama, maka kayu berkualitas tinggi dari sumber legal adalah opsi yang layak. Namun, jangan lupa untuk menganggarkan biaya perawatan yang konsisten.
Perhatikan pula ketersediaan tenaga kerja. Tukang bangunan yang ahli merakit baja ringan mungkin tidak sebanyak tukang kayu, dan sebaliknya. Pastikan tenaga kerja yang digunakan benar-benar berpengalaman.
Pemilik rumah juga disarankan untuk melihat referensi desain dan realisasi bangunan sebelumnya yang menggunakan kedua bahan tersebut, agar mendapatkan gambaran lebih realistis.
Akhirnya, kolaborasi antara arsitek, kontraktor, dan pemilik rumah adalah kunci keberhasilan proyek bangunan, termasuk dalam hal pemilihan bahan atap yang tepat. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di :
https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v