Jakarta EKOIN.CO – Kasus penipuan daring kembali mencuat setelah seorang warga Jakarta Timur melaporkan kerugian hingga Rp150 juta akibat tergiur investasi palsu melalui media sosial. Peristiwa ini terjadi pada awal Juni 2025 dan kini tengah diselidiki oleh pihak Kepolisian Sektor Duren Sawit.
Kejadian bermula ketika korban, berinisial RD (34), mendapat pesan melalui WhatsApp yang menawarkan investasi cepat untung. Pelaku mengaku sebagai perwakilan dari sebuah perusahaan keuangan internasional yang menjanjikan keuntungan 15% dalam 5 hari kerja.
Menurut RD, ia awalnya hanya menyetor Rp2 juta sebagai uji coba. “Dalam tiga hari, saya dapat transfer balik sebesar Rp2,3 juta. Saya percaya dan lanjutkan dengan nominal lebih besar,” ujarnya saat diwawancarai di Polsek Duren Sawit, Kamis (12/6/2025).
Setelah mendapatkan kepercayaan korban, pelaku meminta setoran lanjutan hingga total mencapai Rp150 juta. Namun, saat korban meminta pencairan keuntungan, pelaku tidak lagi merespons pesan.
RD kemudian menyadari telah menjadi korban penipuan dan segera melapor ke pihak kepolisian. Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/B/2316/VI/2025/SEK.DURSA.
Kapolsek Duren Sawit, Kompol Bambang Haryadi, menyatakan bahwa pihaknya telah memulai proses penyelidikan terhadap pelaku. “Kami sedang melacak nomor rekening yang digunakan dan melakukan pelacakan digital terhadap akun-akun terkait,” ujarnya.
Dari hasil penelusuran awal, pelaku menggunakan nama palsu dan nomor virtual account dari bank digital. Pelaku juga memanfaatkan aplikasi VPN untuk menyembunyikan lokasi asli.
Modus seperti ini, menurut Kompol Bambang, marak terjadi terutama melalui media sosial dan aplikasi pesan instan. “Pelaku menggunakan taktik yang sangat meyakinkan. Mereka kirim dokumen palsu dan website tiruan,” tambahnya.
Berdasarkan data dari Kepolisian Daerah Metro Jaya, selama semester pertama 2025, telah terjadi lebih dari 780 kasus penipuan daring serupa di wilayah Jakarta.
Salah satu penyebab maraknya kasus ini adalah kurangnya literasi digital masyarakat. Banyak korban tidak melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum mentransfer dana ke rekening yang tidak dikenal.
Ahli keamanan siber dari ICT Watch, Donny BU, menegaskan pentingnya masyarakat untuk tidak mudah tergiur iming-iming keuntungan cepat. “Biasanya penipuan seperti ini memakai teknik manipulasi psikologis agar korban tergesa-gesa,” katanya dikutip dari Kompas.com.
Selain RD, diketahui terdapat dua warga lain di wilayah yang sama yang mengalami modus serupa. Mereka saat ini juga telah membuat laporan resmi ke Polsek.
Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui siaran pers pada 13 Juni 2025 mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa legalitas perusahaan investasi di situs resmi OJK sebelum melakukan transaksi.
“Kami tidak pernah memberikan izin kepada entitas yang menjanjikan keuntungan tetap tanpa risiko. Itu indikasi penipuan,” ujar Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito.
OJK juga telah membentuk Satgas Waspada Investasi untuk menindak pelaku-pelaku serupa. Sejauh ini, lebih dari 100 entitas investasi ilegal telah ditutup sepanjang tahun ini.
Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa pelaku diduga beroperasi dari luar negeri dengan jaringan yang cukup rapi. Polisi juga berkoordinasi dengan Interpol untuk melacak aktivitas lintas negara.
Korban saat ini masih mengalami tekanan psikologis dan mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan harian karena seluruh tabungan telah habis.
“Uang itu saya kumpulkan selama bertahun-tahun dari hasil usaha kecil-kecilan,” ujar RD dengan suara lirih saat ditemui di kediamannya di Cipinang, Jakarta Timur.
Tetangga korban menyatakan bahwa RD dikenal sebagai pribadi yang rajin dan tertutup. “Kami kaget dia bisa jadi korban. Padahal dia sangat hati-hati,” ujar seorang tetangga yang enggan disebut namanya.
Polisi mengingatkan agar masyarakat tidak mudah percaya pada penawaran investasi tanpa izin. “Jika ada penawaran yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat, itu patut dicurigai,” ujar Kompol Bambang.
Kasus ini menambah panjang daftar korban investasi ilegal yang menimpa warga ibu kota. Pemerintah daerah Jakarta melalui Dinas Komunikasi dan Informatika juga turut memberikan edukasi secara berkala.
“Edukasi melalui media digital dan tatap muka menjadi salah satu cara untuk menekan angka kejahatan siber,” ujar Kepala Dinas Kominfo DKI Jakarta, Atika Nurrahmi.
Pihak berwenang juga bekerja sama dengan bank untuk menelusuri aliran dana dan membekukan rekening pelaku jika ditemukan indikasi pidana.
Beberapa platform media sosial tempat pelaku beroperasi kini tengah diawasi secara ketat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. “Kami sudah meminta takedown akun-akun penipuan tersebut,” ujar Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan.
Menurut Semuel, masyarakat juga bisa melaporkan situs dan akun yang mencurigakan melalui kanal pengaduan Kominfo.
Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (LPKI) menilai bahwa perlindungan terhadap korban masih sangat minim. “Kebanyakan korban harus menanggung beban sendiri tanpa ada ganti rugi,” ujar Ketua LPKI, Tulus Abadi.
Banyak korban enggan melapor karena malu atau merasa tidak akan mendapatkan keadilan. Hal ini menyulitkan pendataan kasus secara akurat.
Oleh karena itu, pihak kepolisian mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan segala bentuk penipuan agar bisa segera ditindaklanjuti.
Beberapa korban juga membentuk komunitas daring untuk saling berbagi pengalaman dan informasi mengenai modus baru penipuan.
Kementerian Sosial sedang mengkaji kemungkinan bantuan darurat bagi korban penipuan skala besar. Namun, program tersebut masih dalam tahap pembahasan internal.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, meminta pemerintah bergerak cepat mengantisipasi maraknya investasi ilegal. “Regulasi harus diperkuat agar pelaku tidak leluasa menjerat korban,” ujarnya.
Dukungan dari tokoh masyarakat dan pemuka agama juga dianggap penting dalam menyebarkan kesadaran literasi keuangan di tingkat akar rumput.
Saran dari kepolisian, masyarakat diminta tidak tergesa-gesa mentransfer dana hanya karena tergiur keuntungan. Cek legalitas dan logika bisnis yang ditawarkan.
Otoritas perbankan juga diimbau untuk meningkatkan sistem keamanan dan verifikasi nasabah agar rekening tidak disalahgunakan oleh pelaku.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan integrasi materi literasi digital dalam kurikulum mulai tahun ajaran 2026.
Seiring meningkatnya kasus, berbagai organisasi masyarakat sipil juga mendorong pembentukan pusat pengaduan terpadu untuk kejahatan digital.
Kesadaran bersama dan langkah preventif dari seluruh pihak diharapkan dapat menekan potensi korban baru di masa mendatang.
Penyidikan atas kasus RD masih berlangsung dan polisi membuka kemungkinan pelaku merupakan bagian dari sindikat yang lebih besar.
Masyarakat diminta tetap waspada dan tidak ragu berkonsultasi dengan pihak berwenang sebelum mengambil keputusan finansial penting.
Sebagai penutup, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kehati-hatian dalam menghadapi tawaran investasi yang belum terverifikasi. Edukasi dan literasi keuangan menjadi benteng utama agar tidak mudah tertipu. Pemerintah perlu mempercepat implementasi regulasi yang lebih tegas terhadap platform daring. Kerja sama lintas lembaga sangat dibutuhkan untuk menelusuri dan menindak pelaku lintas negara. Harapannya, langkah tegas ini bisa memutus mata rantai kejahatan penipuan digital yang makin marak terjadi. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v