Jakarta, – EKOIN.CO – Kabinet Merah Putih bentukan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka kembali disorot publik akibat rangkaian kontroversi yang mencuat dari sejumlah menteri di awal masa jabatan mereka.
Anggaran Kementerian HAM Diminta Naik Jadi Rp 20 Triliun
Menteri HAM Natalius Pigai mengejutkan publik dengan usulan anggaran lebih dari Rp 20 triliun, sementara pagu tahun 2025 hanya Rp 64 miliar. Menurut Pigai, anggaran besar diperlukan untuk membangun universitas HAM, pusat studi, laboratorium forensik, hingga rumah sakit hak asasi manusia .
Beberapa pihak menilai anggaran tersebut tidak sejalan dengan arahan efisiensi Presiden Prabowo. Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira menegaskan bahwa permintaan harus dikoordinasikan terlebih dahulu dan dinilai menabrak prioritas anggaran nasional.
Pro dan Kontra Usulan Anggaran
Fraksi PDIP menyatakan proposal Pigai bertolak belakang dengan kebijakan fiskal nasional. Sementara itu, dukungan datang dari pengamat yang menilai cita-cita HAM ke dalam program Asta Cita Prabowo-Gibran membutuhkan anggaran signifikan .
Tudingan Yusril: Peristiwa 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat
Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menuai kritik setelah menyatakan bahwa peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM berat. Menurutnya, istilah seperti genosida dan ethnic cleansing lebih tepat digunakan untuk masa kolonial atau awal kemerdekaan
Yusril kemudian mempertegas bahwa pernyataannya merespons konteks diskusi soal genocide dan ethnic cleansing, bukan menolak tragedi 1998. Ia juga mengaku menunggu rekomendasi Komnas HAM untuk memberi konteks lebih jelas .
Kritik Senada dari Mahfud MD
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa penentuan pelanggaran HAM berat bukan kewenangan seorang menteri, melainkan Komnas HAM. Ia menyoroti pengakuan pemerintah sebelumnya terhadap 12 kasus pelanggaran HAM berat, termasuk 1998, Semanggi I–II, dan penghilangan orang paksa .
Kop Surat Kementerian Disalahgunakan oleh Menteri Yandri
Menteri Desa dan PDT, Yandri Susanto, menggunakan kop dan stempel resmi kementerian dalam undangan acara pribadi berupa haul ibu sekaligus Hari Santri di Ponpes Banten. Distribusi surat ditujukan kepada pejabat desa hingga RT .
Mahfud MD mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran etika birokrasi, sementara Yandri meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi kesalahan ..
Imbauan dari Seskab
Sekretaris Kabinet, Mayor Teddy Indra Wijaya, mengeluarkan imbauan kepada seluruh menteri agar berhati-hati dalam menggunakan kop surat dan tanda tangan resmi kementerian, terutama untuk acara pribadi .
Respon Publik dan Netizen
- Reddit: Saran Mahfud agar Yandri lebih berhati-hati dikutip:
“Kalau benar surat di bawah ini dari Menteri, maka ini keliru… Tak boleh pakai kop dan stempel kementerian.”
- Reddit terkait Pigai:
“Day 2 and we already go full circus.”
- Reddit mengenai kabinet:
“Beberapa menteri mengeluarkan statement absurd (Yusril soal 98 bukan pelanggaran HAM berat, Natalius Pigai …).”
Dampak dan Langkah Tindak Lanjut
- DPR merencanakan rapat kerja dengan Pigai untuk membahas rincian usulan anggaran dan urgensinya (reddit.com).
- Isu kop surat mendorong pengawasan internal pada surat-menyurat kementerian secara ketat.
- Posisi Yusril menjadi sorotan lebih dalam terkait peran kementerian terhadap sejarah pelanggaran HAM.
- Publik dan media mempertanyakan kompetensi kabinet yang dinilai terlalu “ingin tampil” di awal masa kerja
Kutipan penting:
- “Kalau negara punya kemampuan, maunya di atas Rp20 triliun.” – Natalius Pigai
- “Enggak (pelanggaran HAM berat tragedi 1998).” – Yusril Ihza Mahendra
Saran dan Kesimpulan
Dalam menyikapi kontroversi menteri-menteri Kabinet Merah Putih, perlu pendekatan hati-hati dan tepat sasaran. Pertama, DPR mesti menuntaskan klarifikasi terkait usulan anggaran besar, dengan penekanan pada prioritas nasional. Kedua, setiap pernyataan publik dari pejabat perlu diselaraskan dengan data resmi, terutama diskriminasi antara istilah hukum dan konsekuensi historis. Ketiga, penggunaan fasilitas negara seperti kop dan stempel harus dikawal melalui regulasi internal yang tegas. Keempat, transparansi menjadi kunci dalam mengembalikan kepercayaan publik terhadap kementerian dan kabinet. Terakhir, kabinet perlu didorong fokus pada tindakan nyata dan program produktif, bukan hanya pernyataan kontroversial. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v