Jakarta, EKOIN.CO – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan pentingnya menjaga arah pembangunan nasional jangka menengah dan panjang di tengah ketidakpastian global yang kian meningkat. Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan keynote speech pada forum Kadin Global Economic Outlook 2025 yang digelar Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) di Menara KADIN Jakarta, Kamis (12/6).
Dalam forum tersebut, Suahasil menyoroti kecenderungan sejumlah negara yang kini mengedepankan kebijakan unilateralisme, yang menyebabkan banyak negara dan pelaku usaha terjebak pada kebijakan jangka pendek. Ia memperingatkan agar Indonesia tidak terjebak dalam arus tersebut.
“Kalau kita ikut dengan gaya dunia yang hanya terpaku pada jangka pendek, maka kita tidak akan ke mana-mana,” tegas Suahasil di hadapan para peserta forum.
Ia menyampaikan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan tetap fokus pada fondasi pembangunan nasional jangka panjang berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Hal ini mencakup pengelolaan kekayaan alam, penguatan sumber daya manusia, serta pengembangan dunia usaha termasuk UMKM dan koperasi.
“Inilah akar dari cara kita menyusun kegiatan ekonomi menuju kemakmuran jangka panjang,” ujar Suahasil menambahkan dalam pidatonya yang disambut antusias para pelaku usaha.
Delapan Prioritas Pembangunan Nasional
Suahasil turut memaparkan delapan arah pembangunan nasional atau Astacita sebagai pijakan kebijakan fiskal ke depan. Delapan prioritas tersebut meliputi ketahanan pangan, energi, program makan bergizi gratis, pendidikan, kesehatan, penguatan desa dan koperasi, pertahanan semesta, serta percepatan investasi dan perdagangan global.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 yang telah dialokasikan sebesar Rp3.621 triliun, menurutnya, diarahkan untuk menopang sektor-sektor strategis tersebut, demi menciptakan efek berganda atau multiplier effect terhadap perekonomian nasional.
Wamenkeu pun mengajak seluruh pelaku usaha memperkuat kolaborasi dan mendorong penggunaan produk dalam negeri. Menurutnya, semangat kolaborasi dan keberpihakan pada produk lokal adalah kunci menggandakan dampak ekonomi nasional.
“Hanya dengan cara ini kita bisa melipatgandakan multiplier ekonomi nasional,” pungkasnya menutup sambutan.
Tanggapan Terhadap Deflasi Mei 2025
Dalam forum yang sama, Suahasil turut menanggapi isu deflasi sebesar 0,37 persen secara bulanan (mtm) yang terjadi pada Mei 2025. Ia menyatakan bahwa deflasi tersebut tidak mencerminkan penurunan daya beli masyarakat.
“Tapi kalau inflasinya lagi rendah, itu bukan berarti bahwa daya belinya lagi enggak ada, karena indikasi kita mengenai daya beli adalah di inflasi yang disebut inflasi inti,” jelasnya.
Ia menerangkan bahwa inflasi inti Indonesia pada bulan tersebut berada pada level 2,4 persen secara tahunan (yoy), yang menunjukkan adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran agregat di pasar domestik.
Menurut Suahasil, inflasi tahunan 1,60 persen pada Mei 2025 lebih dipengaruhi oleh penurunan harga pangan bergejolak dan harga-harga yang diatur pemerintah seperti tiket pesawat dan bahan bakar minyak (BBM).
Kondisi Pangan dan Daerah yang Alami Deflasi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar deflasi bulan Mei dengan andil 0,41 persen. Komoditas penyumbang utama adalah cabai merah dan cabai rawit.
Suahasil menambahkan, deflasi di sektor pangan terjadi karena panen raya beberapa komoditas, terutama beras. Hal ini turut didukung oleh panen jagung yang mulai berlangsung, memperkuat pasokan pangan domestik.
“Beras panennya bagus, sekarang jagung juga ternyata sedang mulai panen,” ucapnya menjelaskan.
Ia menyatakan bahwa perekonomian nasional masih memiliki fondasi yang kuat, tercermin dari stabilitas pertumbuhan dan inflasi yang terjaga, meski terjadi deflasi sesaat.
Sebagai informasi tambahan, inflasi tertinggi secara tahunan tercatat di Provinsi Papua Pegunungan sebesar 5,75 persen, sedangkan yang terendah berada di Provinsi Gorontalo sebesar 0,28 persen. Deflasi tertinggi terjadi di Provinsi Papua Barat sebesar 1,51 persen.
Penting bagi seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, untuk menjaga orientasi jangka panjang dalam menyikapi kondisi ekonomi global yang semakin tidak menentu. Keberlanjutan pembangunan hanya akan tercapai dengan pondasi ekonomi yang kuat dan kebijakan yang terarah.
Penguatan sektor-sektor prioritas seperti pangan, energi, dan pendidikan melalui APBN, seperti yang disampaikan oleh Wamenkeu Suahasil, harus diiringi dengan kolaborasi konkret dari pelaku usaha. Keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh sinergi antar pelaku ekonomi dan penggunaan produk dalam negeri.
Deflasi yang terjadi sesaat tidak perlu ditanggapi secara berlebihan, selama fondasi ekonomi dan daya beli masyarakat tetap terjaga. Pemerintah perlu terus menjaga keseimbangan antara kebijakan harga dan stabilitas pasokan agar pertumbuhan ekonomi tetap berkelanjutan.(*)