Jakarta, EKOIN.CO – Pembangunan yang berkelanjutan tak hanya soal infrastruktur atau ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek paling mendasar: masa depan anak-anak. Di Jawa Timur, angka stunting dan kemiskinan anak masih menjadi persoalan nyata yang membutuhkan solusi konkret, cepat, dan tepat sasaran. Namun di tengah tantangan tersebut, muncul inisiatif yang membuka peluang baru bagi daerah untuk membiayai pembangunan secara lebih inklusif dan berkelanjutan.
Inisiatif itu datang dalam bentuk kerangka pembiayaan alternatif bernama Integrated Sub-National Financing Framework (ISFF). Melalui kolaborasi antara UNICEF, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Universitas Airlangga (UNAIR), diselenggarakan forum diseminasi publik guna memperkenalkan konsep ISFF yang dapat menjembatani kebutuhan pembangunan dan sumber pembiayaannya. Acara tersebut berlangsung hangat dan interaktif, menghadirkan para pengambil kebijakan dari berbagai sektor.
Universitas Airlangga (UNAIR) menjadi tuan rumah kegiatan Diseminasi Publik Integrated Sub-National Financing Framework (ISFF) Jawa Timur 2025–2029. Acara ini digelar pada Kamis (12/6/2025) di Ruang Majapahit, Lantai 5, ASEEC Tower, Kampus Dharmawangsa-B UNAIR, Surabaya.
Kegiatan tersebut merupakan inisiatif bersama UNICEF, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta UNAIR melalui Airlangga Institute for Learning and Growth (AILG). Tujuannya adalah membahas kerangka pembiayaan alternatif di tingkat daerah.
Forum ini berfokus pada percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak anak di Jawa Timur. Sejumlah pejabat dan akademisi hadir dalam kegiatan tersebut.
Keterlibatan kementerian, lembaga internasional, akademisi, serta mitra pembangunan lintas sektor menunjukkan pentingnya sinergi dalam isu ini. ISFF menjadi alat strategis yang mulai diadopsi sebagai acuan kebijakan daerah.
Ketua AILG, Dr Eko Supeno Drs MSi, menyampaikan apresiasinya terhadap kerja sama tersebut. Ia menyatakan, “UNAIR siap berkontribusi secara aktif melalui riset dan advokasi kebijakan,” tegasnya.
ISFF Jadi Instrumen Pengarah Pembangunan
Dalam sesi diskusi, perwakilan Bappenas, Wiwien Apriliani, menekankan potensi ISFF sebagai panduan pembangunan daerah. Ia menyebut, Jawa Timur adalah provinsi pertama yang mengadopsi kerangka nasional INFF ke level subnasional.
“Dokumen ISFF ini sudah diperkenalkan di PBB sejak 2015, dan kini menjadi kerangka penting yang dapat memandu pencapaian SDGs di daerah,” ungkapnya. Kerangka tersebut mendukung pemetaan kebutuhan serta prioritas pendanaan yang lebih terarah.
Chief of Social Policy UNICEF Indonesia, Yoshimi Nishino, memaparkan kondisi anak di Jawa Timur. Menurutnya, “1 dari 4 anak di Jawa Timur hidup dalam kemiskinan dan 47 persen mengalami stunting.”
Ia menambahkan pentingnya sumber pembiayaan non-tradisional. “Kami ingin mendorong kolaborasi lintas sektor agar pendanaan pembangunan tidak hanya terpaku pada APBD. Melainkan juga menggandeng sektor swasta, filantropi, hingga lembaga zakat,” imbuhnya.
UNICEF memperkirakan kebutuhan pendanaan mencapai Rp1.700 triliun hingga 2030. Dari dokumen ISFF, telah diidentifikasi 17 opsi pembiayaan publik dan swasta yang berpotensi memobilisasi Rp200 triliun.
Komitmen Pemerintah Daerah dan Lembaga
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur, Dr Tri Wahyu Liswati MPd, menyatakan bahwa kerja sama dengan UNICEF sangat penting untuk program anak.
“ISFF adalah bentuk komitmen kami bersama UNICEF untuk menciptakan solusi peluang pembiayaan alternatif. Tentunya dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel dan berkelanjutan demi masa depan anak-anak di Jawa Timur,” ujarnya.
Dokumen ISFF disusun sebagai panduan jangka panjang yang memungkinkan sektor publik dan swasta ikut berkontribusi aktif. Diharapkan pula dapat mendorong pemerintah daerah lebih fleksibel dalam perencanaan.
Panitia penyelenggara menegaskan bahwa forum ini bukan sekadar pertemuan seremonial. Diseminasi diharapkan menjadi awal dari langkah kolektif dalam mengakselerasi pembangunan berkelanjutan di daerah.
Pihak UNICEF, pemerintah, dan akademisi menyepakati pentingnya komitmen lintas sektor demi menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan inklusif bagi anak-anak di Jawa Timur.
Diseminasi ISFF yang diselenggarakan di UNAIR menjadi tonggak awal penguatan pembiayaan pembangunan daerah yang responsif terhadap kebutuhan anak. Dengan potensi dana hingga Rp200 triliun yang telah diidentifikasi, pendekatan ini memberikan harapan baru bagi percepatan SDGs.
Kolaborasi antara UNICEF, pemerintah daerah, dan akademisi merupakan strategi penting yang patut dijaga. Keterlibatan sektor swasta dan lembaga sosial juga perlu dioptimalkan agar pembiayaan tidak bergantung sepenuhnya pada APBD.
Ke depan, perlu dilakukan penguatan kapasitas daerah dalam pemetaan kebutuhan dan monitoring pembiayaan alternatif. ISFF dapat menjadi model pembiayaan berkelanjutan jika diikuti dengan evaluasi berkala, transparansi, serta komitmen pada hasil nyata di lapangan.(*)