Jakarta, EKOIN.CO – Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyitaan sejumlah aset depo PT Orbit Terminal Merak (OTM) milik Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) atau anak pengusaha minyak Riza Chalid, dan tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT OTM.
Penyitaan sejumlah aset milik perusahaan Riza Chalid terkait perkara dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023.
“Tindakan penyitaan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 59 tanggal 24 Oktober 2024, Penetapan Pengadilan Negeri Serang Nomor 32 tanggal 10 Juni 2025, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor 157 tanggal 10 Juni 2025,” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (11/6).
Sejumlah aset milik PT OTM yang disita penyidik Jampidsus, yakni 1 bidang tanah seluas 31.921 M2 dengan SHGB Nomor 119 atas nama PT OTM, 1 bidang tanah seluas 190.694 M2 dengan SHGB Nomor 32 atas nama PT OTM, bangunan berupa 5 tangki kapasitas 22.400 KL (kilo liter); 3 tangki kapasitas 20.200 KL.
Selanjutnya 4 tangki kapasitas 12.600 KL; 7 tangki kapasitas 7.400 KL; 2 tangki kapasitas 7.000 KL; Jetty 1 dengan Max Displacement 133.000 MT (metrik ton); Jetty 2 dengan Max Displacement 20.000 MT; dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nomor 34.42414 milik anak pengusaha minyak Riza Chalid.
Sementara alasan dan pertimbangan penyidik melakukan penyitaan sejumlah aset tersebut karena ada hubungannya dengan perbuatan tindak pidana korupsi terkait tata kelola minyak mentah di PT Pertamina sub holding. Hasil penyitaan sejumlah aset milik keluarga Riza Chalid akan dikembalikan ke negara sebagai pengembalian kerugian negara.
“Barang atau benda tersebut dikategorikan sebagai barang yang ada hubungannya dengan kejahatan dan/atau sarana yang digunakan dan/atau sebagai hasil dari tindak pidana maka dipandang perlu untuk dilakukan penyitaan, yang nantinya akan dirampas untuk negara,” tuturnya.
Meski sudah dilakukan penyitaan, kata Harli, PT OTM masih tetap beroperasi dalam hal pengelolaan minyak mentah untuk di distribusikan ke sejumlah daerah.
“Dengan mempertimbangkan PT OTM sebagai objek penting dalam fungsi distribusi dan pemasaran tata Kelola minyak yang melayani wilayah sebagian Pulau Jawa, Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan bagian barat, maka keberlangsungan operasi kegiatan dan seluruh fungsi PT OTM ini harus tetap berjalan,” papar Harli.
Sementara itu, selama proses penegakan hukum dari penyidikan hingga persidangan, seluruh penyelenggaraan dan pengawasan serta pengoperasian PT OTM ini diserahkan pengelolaannya kepada PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha Pertamina Persero sebagai BUMN yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menjalankan PT OTM.
“Dan akan diserahkan oleh penyidik Jampidsus melalui Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan RI,” tegasnya.
Dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang, Jampidsus Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) atau anak pengusaha minyak Riza Chalid selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, serta Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim.
Selanjutnya, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Penyidik Jampidsus Kejagung menaksir dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. []