Jakarta, EKOIN.CO –Kehilangan Arah Setelah Usaha Bangkrut, Banyak Pelaku Usaha Alami Tekanan Psikologis
Kehancuran sebuah usaha kerap kali tidak hanya berdampak pada sisi finansial, tetapi juga membawa tekanan berat terhadap kondisi psikologis pelakunya. Di Jakarta, kasus kebangkrutan usaha mikro hingga menengah meningkat selama beberapa tahun terakhir, terutama sejak pandemi Covid-19. Banyak dari mereka yang harus menghadapi depresi, kecemasan, dan kehilangan makna hidup setelah usaha yang dirintis bertahun-tahun ambruk dalam waktu singkat.
Dalam laporan Kementerian Koperasi dan UKM, tercatat bahwa sekitar 47% UMKM mengalami penurunan omzet drastis yang berujung pada tutupnya usaha. Sejumlah psikolog mencatat bahwa tekanan mental yang dialami para pelaku usaha ini seringkali terabaikan karena fokus lebih sering diberikan pada kerugian materi.
Dr. Intan Permatasari, M.Psi, seorang psikolog klinis dari Rumah Sakit Jiwa Marzuki Mahdi Bogor menjelaskan bahwa efek kebangkrutan bisa lebih parah dibanding kehilangan pekerjaan. “Ketika seseorang membangun usaha, dia menanamkan identitas, harga diri, dan masa depan di dalamnya. Ketika usaha bangkrut, seakan semua itu hilang bersamaan,” ujarnya.
Menurutnya, banyak pelaku usaha yang merasa gagal sebagai individu setelah bisnis mereka runtuh. Hal ini dapat mengarah pada gangguan depresi mayor, insomnia, bahkan percobaan bunuh diri.
Salah satu pelaku usaha, Sandi (35), pemilik kafe di bilangan Depok, mengaku mengalami tekanan mental hebat saat bisnisnya bangkrut awal tahun 2023. “Saya merasa seperti tidak berguna. Tiap malam saya susah tidur, terus memikirkan utang, dan perasaan bersalah ke keluarga,” ungkapnya.
Sandi akhirnya memutuskan untuk berkonsultasi dengan psikolog setelah mengalami gejala depresi selama dua bulan. Kini ia mulai bangkit dengan memulai usaha kuliner kecil-kecilan secara daring.
Psikolog menyarankan agar pelaku usaha menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental saat menghadapi kegagalan. Menurut Dr. Intan, beberapa langkah sederhana bisa membantu meringankan tekanan yang dirasakan, seperti mengakui perasaan gagal, mencari dukungan sosial, serta menghindari menyalahkan diri sendiri secara berlebihan.
Dalam wawancara dengan Kompas.com, Dr. Intan juga menekankan pentingnya detoks media sosial bagi pelaku usaha yang sedang bangkrut. “Jangan terlalu sering membandingkan diri dengan kesuksesan orang lain. Ini akan memperparah tekanan mental.”
Selain itu, dukungan keluarga dan lingkungan sosial juga berperan penting. Ketika pelaku usaha dikelilingi oleh orang-orang yang memahami kondisi mereka, proses penyembuhan akan berjalan lebih cepat.
Salah satu cara lain yang dinilai efektif dalam membantu pemulihan psikologis adalah dengan mengikuti komunitas atau support group yang terdiri dari mantan pelaku usaha atau mereka yang sedang dalam masa pemulihan.
Dr. Damar Ramadhan, seorang konsultan bisnis dan terapis karier mengatakan bahwa bangkrut bukanlah akhir, melainkan jeda yang bisa dimanfaatkan untuk mengevaluasi dan menyusun ulang arah usaha. “Banyak pengusaha besar saat ini yang sempat jatuh bangkrut di awal. Kuncinya adalah jangan berhenti belajar dan jangan menyerah,” tuturnya.
Beberapa tips yang disarankan untuk menjaga ketahanan mental antara lain adalah menulis jurnal harian, meditasi, menjaga pola makan, hingga melakukan aktivitas fisik secara rutin.
Bagi pelaku usaha yang terjebak dalam lilitan utang, konsultasi dengan lembaga keuangan atau perencana keuangan juga bisa membantu menata ulang strategi keuangan mereka agar tidak semakin terpuruk.
Tidak sedikit pula pelaku usaha yang bangkit setelah mengganti jenis bisnis yang digeluti. Inovasi dan adaptasi dengan kebutuhan pasar menjadi kunci untuk bertahan di tengah situasi ekonomi yang tidak pasti.
Membangun kembali usaha dari nol memang bukan hal mudah. Namun dengan kesiapan mental dan dukungan yang tepat, proses ini bisa dijalani dengan lebih ringan.
Dalam banyak kasus, pelaku usaha yang berhasil pulih dari kebangkrutan justru menjadi lebih bijaksana dan tahan banting dalam menghadapi tantangan berikutnya.
Dukungan dari pemerintah juga dinilai perlu diperluas, tidak hanya dalam bentuk bantuan modal, tetapi juga pendampingan psikologis dan pelatihan keterampilan baru.
Sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com, saat ini baru ada beberapa program resmi yang menyasar pada pemulihan psikologis pelaku usaha yang gagal.
Para ahli menyarankan agar pelaku usaha yang bangkrut tidak menutup diri terhadap perubahan. “Berani keluar dari zona nyaman adalah langkah pertama untuk memulai kembali,” kata Dr. Damar.
Sementara itu, beberapa pelaku usaha memilih menekuni bidang berbeda setelah bangkrut. Hal ini dinilai bisa menjadi strategi adaptasi yang tepat selama tetap mempertahankan semangat kewirausahaan.
Mengatur ulang tujuan hidup juga menjadi bagian penting dalam proses pemulihan. Ini akan membantu pelaku usaha untuk tidak terus terjebak dalam masa lalu dan mulai menata masa depan.
Dari sisi keluarga, dukungan emosional dan komunikasi terbuka sangat penting. Keluarga harus menjadi tempat aman bagi pelaku usaha untuk mengungkapkan kegelisahan dan ketakutannya.
Sejumlah komunitas juga kini aktif menyediakan forum curhat dan konseling gratis secara daring bagi pelaku UMKM yang terdampak secara psikologis.
Tidak sedikit cerita inspiratif dari mantan pengusaha bangkrut yang kini sukses setelah mengambil pelajaran dari kegagalan sebelumnya.
Namun, setiap individu memiliki waktu dan cara penyembuhan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat untuk tidak memberi stigma negatif terhadap kegagalan usaha.
Kegagalan seharusnya dipandang sebagai proses belajar, bukan aib yang harus ditutupi. Masyarakat juga harus mulai menyadari bahwa jatuh bangkrut bukan akhir segalanya.
Tips sukses setelah bangkrut antara lain fokus pada kekuatan diri, tetap menjaga relasi sosial, belajar dari kesalahan, membuka diri terhadap peluang baru, serta terus menjaga kesehatan fisik dan mental.
Pelaku usaha yang berhasil bangkit rata-rata memiliki ketahanan mental yang kuat serta tidak malu untuk meminta bantuan saat membutuhkan.
Penting juga untuk mengembangkan pola pikir bertumbuh (growth mindset) agar tidak terus merasa gagal, melainkan melihat situasi sebagai peluang memperbaiki diri.
Menghadapi kenyataan bahwa usaha gagal memang menyakitkan, tetapi menyadari bahwa itu bukan akhir bisa membuka pintu pada fase hidup yang lebih baik.
Kebangkrutan bisa menjadi guru terbaik jika kita mau belajar darinya. Banyak pelaku usaha yang mengaku menjadi lebih siap menghadapi ketidakpastian setelah mengalaminya.
Menghindari tekanan dengan berbagi cerita dan perasaan juga sangat disarankan. Jangan memendam semuanya sendiri.
Dengan pendekatan yang realistis dan dukungan yang tepat, bangkit dari kebangkrutan bukanlah mimpi. Itu adalah proses yang bisa dicapai satu langkah demi satu langkah.
Bangkit bukan berarti kembali ke kondisi semula, tetapi menemukan makna dan arah baru yang mungkin justru lebih sesuai dengan kehidupan.
Ke depan, semoga kesadaran akan pentingnya aspek psikologis dalam dunia kewirausahaan semakin diperhatikan.
Pelatihan kewirausahaan semestinya mencakup pula modul manajemen stres dan ketahanan mental agar pelaku usaha siap dengan segala kemungkinan.
Kebangkrutan bukanlah aib yang harus ditutup-tutupi, melainkan pelajaran hidup yang membentuk karakter lebih tangguh.
Masyarakat diharapkan lebih peduli terhadap sesama, terutama mereka yang sedang jatuh agar bisa bangkit bersama.
Menjadi pelaku usaha berarti siap menghadapi risiko, namun bukan berarti harus menanggung semuanya sendiri. Dukungan saling menguatkan adalah fondasi dari kebangkitan itu sendiri. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v