Pekalongan, ekoin.co – Tim jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah (Jateng) tengah melakukan penyelidikan dan pengumpulan bahan keterangan terkait dugaan korupsi pengadaan jasa outsourcing tahun anggaran 2022-2025 di Kabupaten Pekalongan.
Sementara itu disisi lain, pihak yang merasa menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas ulah pemilik perusahaan outsourcing, kini mendirikan posko pengaduan.
Kasi Penkum Kejati Jateng, Arfan Triono membenarkan bahwa pihaknya sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan jasa outsourcing tersebut. Namun ia belum bisa menjelaskan secara detail terkait kontruksi kasus tersebut karena sifatnya masih tertutup.
Arfan mengatakan pihaknya saat ini masih meminta keterangan dan pengumpulan barang bukti. Berdasarkan informasi yang diperoleh sudah ada lima kepala dinas telah dimintai keterangan.
“Masih proses penyelidikan, untuk itu akan dimintai keterangan beberapa pihak terkait,” kata Arfan lewat pesan singkat seperti dilansir detikJateng, Selasa (30/9/2028).
Sementara itu Sekda Pekalongan M Yulian Akbar mengatakan pihaknya menghormati proses hukum.
“Terkait itu, kita menghormati hukum yang ada. Teman-teman UPTD juga ada yang dipanggil, sekitar lima orang,” ucap Yulian pada Selasa (30/9) di halaman Kantor Sekda, mengutip dari DetikJateng.
Mendirikan Posko untuk Pengaduan Korban
Sebuah posko bagi pekerja outsourcing yang menjadi korban pada kasus tersebut, mendirikan posko di Halte Gemek, Jalan Raya Gemek Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan.
Koordinator korban pekerja outsourcing, Bukhari mengatakan bahwa dirinya sebagai warga Pekalongan bersama teman-temannya membuka posko pengaduan tersebut.
Rencananya selama satu Minggu dibuka posko untuk mewadahi keluhan para korban PKH sepihak. Hingga Selasa (30/9), sejak dibuka dua hari yang lalu, sudah ada 30 orang yang menyampaikan pengaduan.
“Sudah ada sekitar 30 orang yang melapor. Posko ini akan dibuka seminggu, dan hasilnya nanti dibawa ke Kejati. Ini kan kepala dinas juga sudah dipanggil dari PU, Perkim, BLUD, terkait dugaan korupsi outsourcing ini,” ujarnya di posko pengaduan korban outsourcing dan karyawan BLUD di Pekalongan.
Bahkan, menurut dia, posko tersebut pada Senin (29/9) kemarin sempat diminta pindah tempat oleh pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Pekalongan. Padahal, kata Bukhari, posko berdiri di bekas halte yang tidak terpakai.
“Katanya suruh pindah. Padahal posko kami di halte yang sudah rusak dan tidak dipakai. Warga geram, harusnya pemerintah menghargai aspirasi masyarakat, bukan mengintimidasi seperti ini,” katanya.
Sementara itu sejumlah tenaga outsourcing yang merasa menjadi korban menyoroti soal gaji rendah selama bekerja dan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.
Eks pegawai outsourcing, RN (32), yang sebelumnya bekerja di Satpol PP, ia mengaku diputus kontrak tanpa penjelasan lebih lanjut dan selama bekerja dengan gaji kecil.
“Saya kerja dari 2017, gaji Rp 1,6 juta. Padahal kalau sesuai UMR kabupaten Pekalongan seharusnya Rp 2,38 juta. Tidak pernah menanyakan karena takut dipecat. Tiba-tiba diberhentikan tanpa SP (Surat peringatan ) 1, 2, atau 3,” ucapnya.
Hal yang sama juga dialami sepasang suami-istri yang bekerja di satu instansi yang terkena dampaknya. EV (28) bersama suaminya di PHK sepihak, tanpa ada alasan yang jelas.
“Saya dapat bayaran sebulan Rp 1,5 juta. nggak tahu memang dari awal segitu. Saya dengan suami juga sekarang sudah tidak bekerja lagi di situ,” ucapnya.
Sementara itu, Sekda Kabupaten Pekalongan M Yulian Akbar, menanggapi adanya intimidasi Dinas Perhubungan ke posko pengaduan kemarin, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan dinas terkait.
“Soal Dinas Perhubungan ke posko kemarin, saya belum tahu pasti, masih saya koordinasikan. Namun, kita akan tetap menghargai aspirasi terkait posko itu,” ucapnya.
Saat ini, warga bersama korban berharap penyelidikan Kejati Jateng bisa mengungkap dugaan penyalahgunaan anggaran dan memberikan kepastian hukum bagi tenaga outsourcing yang merasa dirugikan. ()