Jakarta, EKOIN – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno bilang iklim investasi di Indonesia bisa terganggu jika masalah premanisme dan gangguan organisasi masyarakat terhadap agen pemegang merek (APM) tidak dihilangkan. Baru-baru ini, dia mendapat laporan pabrik BYD mengalami masalah tersebut.
Eddy Soeparno mengetahui hal ini saat memenuhi undangan Pemerintah China dalam rangkaian kunjungan di Shenzhen, China. Dilansir detik.com .
“Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Saya kira itu harus tegas. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini,” kata Eddy dalam akun instagramnya dikutip Minggu (20/4/2025).
Diketahui, saat ini BYD tengah membangun plant atau pabrik produksi di Indonesia yang berlokasi di Subang, Jawa Barat. Eddy tidak mengungkapkan nama ormas yang mengganggu pembangunan pabrik BYD tersebut.
“Jangan sampai kemudian investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan kemanan, jaminan keamanan itu adalah hal yang paling mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia,” tambah dia.
Pengamat otomotif dari Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Pasaribu menjelaskan lingkungan usaha yang tidak kondusif karena gangguan preman dan ormas membuat investor ragu untuk menanamkan modal. Hal ini bisa merugikan dalam jangka panjang, kehilangan peluang kerja dan pendapatan daerah.
“Reputasi Indonesia sebagai lokasi yang ramah investasi dan yang menjanjikan juga tampaknya terancam, terutama dalam sektor strategis seperti memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global industri EV dunia,” ujar Yannes kepada detikOto, Senin (21/4/2025).
Dalam keterangan yang disampaikan Badan dan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pabrik BYD di Indonesia ini akan menjadi pabrik otomotif terbesar di ASEAN. Saat ini, luas lahan pabrik BYD adalah 108 hektare (Ha) dan telah memutuskan pengembangan serta penambahan baru menjadi 126 Ha.
Rencananya BYD Indonesia akan menambah kapasitas produksi dari yang awalnya 150.000 unit per tahun. Kemudian terbuka untuk pengembangan fasilitas baterai dan kendaraan jenis Plug In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) premium di awal tahun depan.
Disebutkan penambahan kapasitas produksi ini rencananya akan menambah total tenaga kerja dari sebelumnya 8.700 orang menjadi 18.814 orang. Pembangunan pabrik ini ditargetkan akan memulai produksi komersialnya pada awal 2026.