Jakarta, EKOIN.CO – Permintaan terhadap mobil hibrida bensin-listrik produksi Toyota meningkat pesat di berbagai wilayah global, menyebabkan kelangkaan stok dan gangguan rantai pasok yang signifikan. Fenomena ini terjadi seiring dengan tingginya minat konsumen terhadap kendaraan hemat energi, seperti dilaporkan oleh Reuters, Sabtu (19/4/2025).
Dealer utama di kawasan Amerika Serikat, Jepang, China, dan Eropa melaporkan kesulitan dalam memenuhi permintaan terhadap kendaraan hybrid buatan Toyota. Permintaan yang terus melonjak telah mengakibatkan waktu tunggu yang lebih lama bagi para pembeli, serta kekurangan suku cadang penting.
Toyota, sebagai pemimpin pasar mobil hibrida dunia, kini menghadapi tekanan besar untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Seperti yang disampaikan dalam pernyataan resminya, “Saat ini, kapasitas produksi untuk komponen dan suku cadang hibrida dari para pemasok kami dan produksi suku cadang internal kami sejalan dengan rencana produksi tahunan dan kapasitas perakitan kendaraan kami,” kata Toyota, dikutip dari Reuters.
Transisi dari mobil berbahan bakar konvensional ke kendaraan hybrid terbukti sesuai dengan strategi perusahaan. Dalam lima tahun terakhir, penjualan global mobil hybrid, termasuk plug-in hybrid, melonjak dari 5,7 juta unit menjadi 16,1 juta unit, berdasarkan data LMC Automotive.
Di Eropa, Toyota mencatatkan waktu tunggu sekitar 60 hingga 70 hari untuk model seperti Yaris Cross Hybrid dan RAV4 Plug-in Hybrid. Angka ini hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2020. Sementara itu, pelanggan di Jepang harus menunggu antara dua hingga lima bulan tergantung model kendaraan.
Situasi serupa terjadi di Amerika Serikat. Sumber menyebutkan bahwa Prius Hybrid sudah tidak tersedia sejak pertengahan Februari, dan stok Camry Hybrid sangat terbatas. Di India, waktu tunggu untuk unit hybrid berkisar dari dua hingga sembilan bulan.
Sejumlah tokoh industri otomotif, termasuk pihak internal Toyota serta para pemasok, mengungkapkan bahwa hambatan utama terletak pada rantai pasokan. Komponen seperti magnet dalam sistem hybrid dari Aisin Corp mengalami kelangkaan. Akibatnya, terjadi keterlambatan produksi rotor dan stator yang berdampak pada keterlambatan pasokan motor hybrid.
Selain itu, Denso, salah satu pemasok utama Toyota, juga mengalami kendala pengiriman inverter karena hambatan pada pemasok tingkat kedua dan ketiga. Dalam merespons situasi ini, Toyota mempertimbangkan untuk menjalin kerja sama baru dengan pemasok asal India dan memproduksi inverter langsung di negara tersebut.
Toyota juga telah melakukan langkah strategis dengan meningkatkan kapasitas produksi. Di India, Toyota Kirloskar Motor menambahkan kapasitas produksi sebesar 32.000 kendaraan per tahun dan menargetkan peningkatan hingga 100.000 unit lagi. Di Amerika Serikat, investasi sebesar US$14 miliar digelontorkan untuk pembangunan pabrik baterai di North Carolina.
Sementara di China, meskipun penjualan Toyota secara keseluruhan menurun 7% pada tahun 2024, penjualan kendaraan hybrid justru meningkat sebesar 27%.
Pesaing seperti Hyundai dan Kia juga menghadapi tantangan serupa. Di Seoul, dealer Hyundai mencatat waktu tunggu SUV Palisade Hybrid mencapai satu tahun. Kia pun mengalami keterlambatan pengiriman untuk model Carnival Hybrid dan Sorento Hybrid masing-masing selama 10 bulan dan tujuh bulan.
Di tengah meningkatnya permintaan, Toyota juga menghadapi tantangan untuk menjaga kualitas dan kestabilan distribusi suku cadang. Sejumlah sumber dari dalam industri menyebutkan bahwa meskipun perusahaan sudah memperkirakan tren kenaikan permintaan mobil hibrida, lonjakan yang terjadi di tahun ini jauh melebihi ekspektasi awal.
Kondisi ini diperparah oleh ketergantungan pada rantai pasokan global yang masih rentan, terutama dari sisi pemasok tingkat kedua dan ketiga. Diketahui, salah satu komponen utama dalam sistem hybrid—yakni inverter—mengalami penundaan pengiriman akibat kemacetan produksi pada pemasok di bawah Denso.
Toyota saat ini sedang mengkaji ulang strategi logistik dan pasokan global mereka. Menurut informasi yang dihimpun oleh Reuters, perusahaan tengah menjajaki kerja sama dengan pemasok-pemasok lokal di India serta berencana untuk mendirikan fasilitas produksi inverter di negara tersebut. Tujuannya, untuk mendekatkan produksi komponen dengan basis permintaan dan mengurangi risiko ketergantungan pada rantai pasok lintas negara.
Di sisi lain, Toyota tetap menahan diri untuk tidak membeberkan nama-nama pemasok baru yang tengah dijajaki. Aisin Corp dan Denso, dua pemasok utama dalam ekosistem Toyota, juga menolak memberikan komentar saat dimintai keterangan oleh Reuters.
Upaya perluasan kapasitas produksi juga menjadi prioritas utama. Selain investasi besar di India dan pembangunan fasilitas baterai di North Carolina, Toyota berupaya menjaga kelangsungan produksi dengan pengaturan ulang distribusi komponen dari satu pabrik ke pabrik lainnya di dalam jaringan global mereka.
Kondisi serupa juga dirasakan oleh produsen otomotif lain yang kini berlomba meningkatkan kapasitas mobil hybrid. Hyundai dan Kia sebagai pesaing terdekat Toyota dalam kategori kendaraan ramah lingkungan juga mengalami kendala serupa.
Seorang sumber yang mengetahui operasional Hyundai menyebutkan bahwa kapasitas produksi Palisade Hybrid belum mampu mengimbangi permintaan, bahkan waktu tunggu unit tersebut kini mencapai satu tahun. Sementara itu, Kia menghadapi penundaan pada dua model populernya. Untuk Kia Carnival Hybrid, pelanggan harus menunggu sekitar 10 bulan, sedangkan Sorento Hybrid memerlukan waktu sekitar tujuh bulan hingga pengiriman.
Lonjakan permintaan ini menunjukkan adanya pergeseran minat pasar, dari mobil listrik berbasis baterai penuh ke kendaraan hybrid yang dinilai lebih praktis di tengah keterbatasan infrastruktur pengisian daya di banyak negara. Toyota dan para pesaingnya kini dihadapkan pada kebutuhan untuk berinovasi dalam hal efisiensi produksi, diversifikasi rantai pasok, dan penyesuaian strategi manufaktur global. (*)