YOGYAKARTA, EKOIN.CO – Penurunan tarif bea masuk dari Amerika Serikat (AS) memberi peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi di tengah gejolak pasar global. Kebijakan baru ini memangkas tarif Indonesia dari 32% menjadi 19%, menciptakan ruang bagi ekspor untuk lebih kompetitif.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Juli Budi Winantya, menyebut penurunan tarif yang diberikan AS kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia, akan berimbas positif pada proyeksi pertumbuhan. Bahkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi global beberapa negara mitra dagang utama direvisi naik.
Ekonomi Global Menguat Berkat Tarif Baru
Eropa menjadi salah satu penerima manfaat dengan penurunan tarif dari 50% ke 15%, Tiongkok dari 145% ke 41%, dan Jepang ikut terkerek. Konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi mereka diproyeksikan meningkat: Eropa dari 0,9% ke 1%, Tiongkok dari 4,3% ke 4,6%, dan Jepang dari 0,8% ke 1%.
“Dengan tarifnya lebih rendah, kami perkirakan mereka akan tumbuh lebih tinggi ekonominya,” ujar Juli saat pelatihan wartawan triwulan III 2025 di Yogyakarta, Jumat (22/8).
Untuk Indonesia sendiri, BI mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 mencapai 5,12%. Angka ini dinilai cukup tangguh mengingat kondisi pasar keuangan dunia yang tidak stabil. Pertumbuhan itu digerakkan oleh tiga sumber utama: investasi, konsumsi rumah tangga, serta ekspor barang dan jasa.
Ekspor barang terpantau naik pada periode Juni–Juli, sedangkan ekspor jasa terbantu lonjakan kunjungan wisatawan mancanegara. Perkembangan tersebut mencerminkan bahwa peluang dari kebijakan tarif baru memberi sinyal positif bagi perekonomian nasional.
Ekonomi Domestik Ditopang Investasi dan Konsumsi
Sektor industri pengolahan menjadi motor penggerak dengan pertumbuhan 5,68% pada triwulan II 2025, sejalan peningkatan ekspor. Sektor perdagangan juga mencatat pertumbuhan 5,37%, dipicu mobilitas dan konsumsi masyarakat. Tak ketinggalan, sektor informasi dan komunikasi mencetak kinerja tertinggi dengan pertumbuhan 7,9%.
Secara spasial, hampir seluruh wilayah Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi, dengan Pulau Jawa masih mendominasi kontribusi terbesar. BI memperkirakan ekonomi nasional di sepanjang 2025 akan tumbuh dalam kisaran 4,6% hingga 5,4%.
“Pendorong utama proyeksi ini adalah investasi dan ekspor yang diperkirakan tetap kuat, terutama karena penurunan tarif dari AS,” jelas Juli.
Selain investasi dan ekspor, belanja pemerintah juga diperkirakan lebih tinggi. Hal ini memberikan dorongan tambahan agar ekonomi domestik lebih resilien. Dampak jangka panjangnya, produk-produk Indonesia akan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan negara lain yang tidak mendapatkan perlakuan tarif serupa.
BI juga memproyeksikan neraca pembayaran Indonesia (NPI) 2025 tetap sehat. Defisit transaksi berjalan diprediksi terjaga di kisaran 0,5% hingga 1,3% dari produk domestik bruto (PDB). Pada triwulan II 2025, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar US$3 miliar atau 0,8% dari PDB, naik dari triwulan sebelumnya yang hanya 0,1% dari PDB.
Langkah kebijakan moneter turut menopang optimisme. BI telah menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebanyak lima kali sejak September 2024. Penyesuaian ini dipandang penting untuk menjaga momentum ekonomi nasional tetap kuat.
“Kita juga melakukan penambahan likuiditas yang diharapkan mendorong ekonomi lebih baik di semester II 2025,” pungkas Juli.
Penurunan tarif bea masuk dari AS membuka jalan lebih luas bagi Indonesia untuk menggenjot ekspor dan memperkuat daya saing.
Pemerintah bersama sektor swasta perlu memanfaatkan momentum ini dengan mempercepat diversifikasi produk ekspor dan memperluas pasar nontradisional.
Optimalisasi strategi investasi serta dukungan kebijakan fiskal akan menjadi kunci menjaga stabilitas ekonomi di tengah dinamika global.
Dengan proyeksi pertumbuhan di atas 5%, Indonesia diharapkan mampu mempertahankan momentum pemulihan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sinergi kebijakan pemerintah, BI, dan dunia usaha menjadi faktor utama agar manfaat kebijakan tarif ini benar-benar dirasakan secara merata. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v