Jakarta, ekoin.co – Badan Pangan Nasional (Bapanas) memperkirakan Indonesia akan mengalami surplus produksi beras sebanyak 5 juta ton hingga April 2025. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, memastikan bahwa stok beras nasional tetap aman. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus ini diprediksi terjadi pada Maret dan April mendatang.
“Jadi prediksi dari BPS, KSA itu kerangka sampel area itu memang di atas 5 juta ton (surplus) di bulan Maret-April ya. Jadi kalau setara gabahnya itu kurang lebih sekitar 12 juta ton gitu, malah kita ini agak khawatir jangan sampai harganya itu jatuh gitu,” ujar Arief dikutip dari akun Instagram @badanpangannasional, Minggu (23/2/2025).
Meski demikian, melimpahnya pasokan beras di pasaran berpotensi menyebabkan turunnya harga di tingkat petani. Saat ini, cadangan beras pemerintah mencapai 2 juta ton, yang diharapkan dapat menjaga stabilitas harga. Untuk saat ini, harga beras premium di Pulau Jawa masih bertahan di angka Rp 14.900 per kilogram, sementara harga beras medium bervariasi hingga Rp 13.000 per kilogram.
“Insyaallah kita sudah persiapkan. Jadi, kita sudah punya stok dari akhir tahun lalu sekitar 1,9 sampai 2 juta ton (beras). Jadi, Insyaallah kita bisa menjaga stabil harga beras gitu ya,” jelas Arief.
Krisis Pangan di Beberapa Negara Tetangga
Di tengah kondisi ketahanan pangan Indonesia yang stabil, beberapa negara tetangga justru mengalami krisis pangan. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa Malaysia, Filipina, dan Jepang tengah menghadapi kenaikan harga beras yang signifikan.
Di Jepang, pemerintah terpaksa melepaskan 210.000 ton beras dari cadangan daruratnya yang berjumlah 1 juta ton untuk mengatasi lonjakan harga akibat krisis pangan. Harga beras di Jepang mengalami kenaikan hingga 82% yakni dari 2.023 Yen (Rp 215.423) per 5 kg menjadi 3.688 Yen (Rp 393.000) per 5 kg. Kenaikan harga ini diduga disebabkan oleh gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi beras.
”Dengan melepas cadangan beras itu, diharapkan harga tidak terus melambung. Kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82 persen dalam setahun,” ujar Amran dalam keterangannya, dikutip dari laman timexkupang.
Malaysia juga menghadapi kelangkaan beras lokal, yang menyebabkan kepanikan di masyarakat. Warga Malaysia mulai menyuarakan protes melalui media sosial, mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini. Pasokan yang menipis membuat harga beras melonjak, sementara harga beras impor lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
”Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara,” tekan Andi Amran Sulaiman.
Sementara itu, Filipina telah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025. Keputusan ini diambil setelah inflasi harga beras mencapai 24,4%, angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Untuk menekan lonjakan harga, pemerintah Filipina akhirnya menggunakan cadangan beras nasionalnya.
“Negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri,” kata Amran dalam keterangannya, dilansir dari detikfinance.