Jakarta, EKOIN.CO – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tepatnya di Ruang Sidang Prof. Dr. HM. Hatta Ali SH.MH, menggelar sidang lanjutan kasus emas pada Rabu, 5 Februari 2025. Sidang dimulai pukul 10.55 WIB dengan dipimpin oleh Ketua Hakim Agam Syarif Baharudin, serta didampingi oleh dua anggota hakim, Sri Hartati dan Diasinta. Tim Jaksa Penuntut Umum terdiri dari Yugo, Ery, dan Syakuri.
Dalam persidangan ini, para terdakwa yang hadir meliputi James Tambonawas, Lindawati Effendi, Suryadi Lukman Tara, Bluria Asih Rahayu, Suryadi Jonathan, Jeju Tanuwijaya, dan Hokian Seng. Sidang berfokus pada pemeriksaan keterangan saksi dalam perkara dugaan penyimpangan dalam bisnis pemurnian emas swasta.
Pada awal persidangan, hakim menyampaikan bahwa sidang tetap terbuka untuk umum. Terdapat sembilan orang saksi yang dijadwalkan hadir, namun baru tiga orang yang datang. Penasihat hukum meminta agar tiga saksi lainnya yang berhalangan dapat diperiksa pada sidang berikutnya yang dijadwalkan Rabu, 12 Februari 2025. Selain itu, penasihat hukum juga mengajukan permohonan agar saksi Viola, yang sedang menyusui, diperiksa terlebih dahulu, dan hakim pun mengabulkan permohonan tersebut.
Dalam kesaksiannya, saksi Viola, yang menjabat sebagai Head of Risk Management Division di PT Antam, menjelaskan tugasnya dalam menyusun profil risiko koperasi serta melakukan kajian risiko terhadap berbagai inisiatif korporasi. Saat ditanya oleh jaksa mengenai risiko di PT Antam, terutama melalui Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) ia membenarkan bahwa terdapat profil risiko terkait unit tersebut.
“Saya baru bergabung di manajemen risiko pada akhir tahun 2023 dan menjabat sebagai Head of Risk Management Division sejak tahun sebelumnya,” ujar Viola dalam sidang.
Ketika ditanya mengenai aktivitas bisnis UBPPLM, Viola menjelaskan bahwa unit tersebut melakukan berbagai kegiatan, seperti penjualan logam mulia kepada pelanggan individu dan manufaktur, pencetakan emas batangan, serta jasa pemurnian. Ia juga menyebut bahwa program kerja UBPPLM biasanya tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) unit bisnis. Jika suatu kegiatan tidak termasuk dalam RKAP, maka harus mendapatkan persetujuan lebih lanjut.
“Jika kegiatan tersebut merupakan proses bisnis utama yang signifikan, maka harus ada dalam RKAP. Namun, jika bersifat teknis atau penunjang, biasanya tidak semuanya tertulis,” tambahnya.
Jaksa kemudian menanyakan kemungkinan risiko jika suatu kegiatan bisnis tidak tercantum dalam RKAP. Viola menjelaskan bahwa dalam metodologi manajemen risiko, pengukuran risiko mempertimbangkan dampak serta probabilitasnya. Ia juga menyebut bahwa unit bisnis di PT Antam wajib menyampaikan laporan keuangan kepada perusahaan induk. Jika laporan tidak disampaikan secara lengkap, maka ada potensi risiko dalam pengawasan bisnis.
Terkait dengan jasa pemurnian emas, jaksa menanyakan apakah semua transaksi harus memiliki perjanjian tertulis. Viola menyatakan bahwa dalam bisnis pemurnian atau jasa lebur, harus ada perjanjian kontrak antara pihak yang terlibat. Namun, ia mengaku tidak mengetahui detail aturan perjanjian untuk pelanggan perorangan.
Jaksa juga mempertanyakan tentang adanya kebijakan manajemen atau SOP terkait jasa lebur cap. Viola mengatakan tidak mengetahui adanya SOP atau kebijakan spesifik mengenai hal tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa PT Antam adalah satu-satunya refinery di Indonesia yang bersertifikasi LBMA.
Ketika ditanya apakah pernah mencari arsip atau dokumen terkait mitigasi risiko dalam bisnis jasa lebur cap, Viola mengaku pernah mencoba mencari di manajemen risiko, tetapi tidak menemukan dokumen terkait.
Sidang kemudian berlanjut dengan pemeriksaan saksi lainnya. Hakim mengingatkan bahwa pertanyaan yang tidak relevan dengan periode jabatan saksi tidak perlu dijawab. Sidang ditutup dengan keputusan bahwa tiga saksi yang belum hadir akan dijadwalkan ulang dalam persidangan berikutnya. (*)