Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Keamanan dan Keselamatan Wisata di Jakarta pada Selasa, 22 Juli 2025. Kegiatan ini melibatkan kementerian dan lembaga lintas sektor.
FGD tersebut diadakan sebagai langkah responsif terhadap sejumlah travel advice yang diterbitkan oleh pemerintah Australia dan Inggris. Peringatan tersebut menyoroti insiden seperti kecelakaan wisata alam hingga keamanan konsumsi minuman beralkohol.
Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenpar, Martini Mohamad Paham, menegaskan bahwa isu-isu tersebut jika tidak ditangani serius, dapat merusak citra destinasi wisata unggulan di Indonesia. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
“Jika tidak ditangani secara tepat dan komprehensif hal ini dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap destinasi unggulan di Indonesia. Oleh karena itu FGD hari ini menjadi sangat penting dan sangat strategis,” ucap Martini.
Ia berharap diskusi ini mampu merumuskan rekomendasi kebijakan dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) serta rencana aksi kolaboratif antarlembaga, guna menciptakan sistem manajemen keselamatan wisata yang terintegrasi.
Tekanan pada Regulasi dan SDM
Martini juga mengusulkan penguatan kampanye publik mengenai wisata yang aman dan bertanggung jawab. Ia menegaskan pentingnya keterlibatan masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan dalam memastikan keamanan wisatawan.
“Inilah yang perlu menjadi perhatian kita. Sumber daya kita boleh jadi terbatas sehingga kita harus melakukan pilihan-pilihan tindakan,” ujar Fadjar, perwakilan dari Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dalam sesi diskusi.
Fadjar menekankan pentingnya regulasi dalam pengelolaan pariwisata berisiko tinggi. Ia mengacu pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 yang mewajibkan pelaku pariwisata menyediakan SDM bersertifikat dalam bidang pencarian dan pertolongan.
Menurutnya, tanggung jawab penanganan darurat tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada Basarnas atau BNPB. Diperlukan penguatan kapasitas lokal seperti potensi SAR dan mitra kebencanaan di destinasi wisata.
“Hal yang diperlukan kemudian adalah sebagai bagian dari mitigasi maka kita menyiapkan SDM setempat, Potensi SAR, mitra kebencanaan yang dalam situasi emergency seperti itu untuk memanfaatkan golden time pertolongan,” ujar Fadjar.
Tiga Sesi Bahasan FGD
FGD ini terdiri atas tiga sesi utama. Sesi pertama membahas keselamatan wisata perairan dan menghadirkan narasumber dari Basarnas, Balawista Nasional, ASITA, serta Dinas Pariwisata Bali.
Sesi kedua membahas manajemen keselamatan wisata pendakian gunung yang dipaparkan oleh perwakilan Kementerian Kehutanan dan ditanggapi oleh APGI, ASTINDO, serta Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat.
Sesi ketiga mengangkat topik praktik penyajian minuman beralkohol secara aman. Sesi ini difasilitasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan ditanggapi oleh Diageo Indonesia serta IFBEC.
Direktur Diageo Indonesia, Dendy Borman, mengapresiasi forum ini sebagai upaya konkret dalam meningkatkan kesadaran terhadap praktik mixology yang aman. Diageo turut mendukung melalui program edukasi DrinkIQ.
“Kami menekankan pentingnya edukasi yang terus-menerus agar penyajian minuman dilakukan secara bertanggung jawab dan menjamin keamanan wisatawan dari bahaya metanol,” kata Dendy dalam sesi diskusi tersebut.
Komitmen Lintas Sektor
Penutupan FGD menyoroti pentingnya penegakan regulasi dan standar keselamatan di setiap titik destinasi. Kolaborasi antarlembaga dan pelaku wisata menjadi kunci dalam membentuk ekosistem wisata yang responsif dan aman.
Penguatan kapasitas SDM lokal dinilai sebagai fondasi utama dalam mendukung pengelolaan risiko. Pemerintah juga menekankan pentingnya peningkatan infrastruktur penunjang keselamatan dan kebencanaan di kawasan wisata.
Selain itu, kampanye publik yang melibatkan pelaku industri dan masyarakat terus didorong demi menciptakan kesadaran kolektif atas pentingnya keselamatan wisatawan di seluruh daerah.
FGD Keamanan dan Keselamatan Wisata yang digelar di Jakarta menjadi refleksi serius dari Kemenparekraf dalam menghadapi tantangan persepsi negatif dari luar negeri. Langkah ini dinilai penting untuk menumbuhkan kembali kepercayaan wisatawan mancanegara terhadap Indonesia.
Melalui sesi diskusi yang melibatkan banyak pihak, berbagai masukan dan rekomendasi dihasilkan guna memperkuat kebijakan keselamatan pariwisata. Kesiapan SDM dan penegakan regulasi menjadi tema utama yang mengemuka sepanjang kegiatan.
Ke depan, sinergi dan koordinasi antarinstansi, pelaku usaha, serta komunitas lokal akan menjadi pondasi penting dalam menciptakan pariwisata yang tangguh, aman, dan bertanggung jawab bagi semua wisatawan.(*)