Jakarta, EKOIN.CO – Kerja sama riset lintas disiplin antara negara-negara ASEAN dan Jepang mengemuka sebagai strategi penting untuk menjawab tantangan pembangunan kawasan dan dampak global. Pernyataan ini mengemuka dalam The 9th Science and Technology in Society (STS) Forum ASEAN-Japan Conference yang digelar pada Kamis, 24 Juli 2025 di Gedung B.J. Habibie, Jakarta.
Konferensi ini menyoroti pentingnya integrasi sains, teknologi, dan nilai budaya sebagai landasan membangun masyarakat cerdas dan inklusif. Dalam sesi diskusi bertajuk Advancing Strategic Collaboration in Interdisciplinary Research Areas for Regional Development, sejumlah pemimpin lembaga riset ASEAN dan Jepang menyampaikan gagasannya.
Herry Jogaswara, Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN, menekankan pentingnya riset budaya dalam memahami transformasi sosial dan warisan Asia Tenggara. Ia menyebut bahwa pendekatan humanistik berbasis data sangat dibutuhkan dalam kerangka kolaborasi antarnegara.
“Kita perlu mempromosikan budaya sebagai bagian dari pilar pembangunan berkelanjutan. Ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi canggih secara humanistik, contohnya dalam riset di situs arkeologi Liyangan, Jawa Tengah,” ujar Herry di hadapan peserta forum.
Herry juga menekankan perlunya konsep shared prosperity atau kesejahteraan bersama yang menjadi landasan etis dalam setiap kolaborasi riset, terutama ketika menyentuh aspek-aspek sosial dan identitas masyarakat kawasan.
Platform Kolaborasi dan Transparansi Data Lingkungan
Sementara itu, Natsuko Uehara, Direktur Eksekutif AIST Jepang, memaparkan pengembangan teknologi berkelanjutan dan pemanfaatan data terbuka untuk transparansi lingkungan. Ia memperkenalkan sistem IDEA (Integrated Database for Environmental Assessment) sebagai contoh nyata kolaborasi regional.
“Kami membangun platform kolaboratif yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan setiap negara, dan ini memungkinkan kerja sama yang lebih luas di Asia, Eropa, hingga Amerika,” jelas Natsuko Uehara.
IDEA telah berkembang menjadi salah satu basis data inventori lingkungan terbesar di dunia, mencakup data dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Melalui sistem ini, negara-negara Asia dapat mengukur emisi karbon secara akurat dan transparan.
Sistem ini mencakup seluruh siklus hidup produk, dari bahan mentah hingga konsumsi akhir. Pendekatan ini mendukung pengembangan ekonomi rendah karbon dan memperkuat investasi berbasis prinsip ESG.
“Kami berharap negara-negara di Asia dapat lebih mudah memvisualisasikan dan mengukur emisi karbon serta dampak lingkungan dari siklus hidup produk dan aktivitas industri mereka,” tambahnya.
Membangun Jembatan Ilmu dan Kemanusiaan
Makiko Naka, Penasihat Khusus Presiden RIKEN Jepang, menyoroti pentingnya pengelompokan domain ilmu untuk mempercepat integrasi interdisipliner. RIKEN telah menerapkan strategi domain research yang melibatkan ilmu lingkungan, komputasi, dan sains kehidupan.
“Kunci dari riset kolaboratif adalah membangun relasi antarmanusia. Bertemu, berdialog, dan berbagi data serta infrastruktur riset. Inilah yang ingin kami dorong terutama di kawasan ASEAN yang memiliki kedekatan budaya dan geografis,” ujarnya.
Pendekatan ini mendorong terbangunnya ekosistem riset yang tidak hanya kuat dalam aspek teknis, namun juga peka terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat lokal. Kolaborasi yang terbangun juga memperluas dampak hasil riset ke ranah kebijakan publik.
Forum ini menjadi bukti bahwa integrasi antardisiplin dan kerja sama regional bukan hanya kebutuhan ilmiah, melainkan juga agenda strategis untuk pembangunan berkelanjutan di era global.
Penekanan pada dialog dan kemitraan setara menjadi benang merah dari berbagai sesi diskusi yang berlangsung sepanjang forum. Semangat berbagi pengetahuan, data, dan teknologi disorot sebagai fondasi menuju solusi yang kontekstual dan adaptif.
Forum STS ASEAN-Jepang ke-9 di Jakarta menegaskan bahwa kolaborasi riset lintas disiplin adalah kunci untuk menjawab tantangan kawasan yang kompleks dan beragam. Melalui pendekatan yang menggabungkan sains, teknologi, dan budaya, forum ini berhasil mendorong dialog yang mendalam dan strategis.
Partisipasi aktif dari berbagai negara Asia dan Jepang menunjukkan bahwa kemitraan lintas batas sangat mungkin diwujudkan, asalkan didasari oleh prinsip keterbukaan dan saling menghargai. Platform seperti IDEA menjadi contoh konkret bagaimana teknologi dapat menjadi sarana transformasi bersama.
Pentingnya pendekatan humanistik dalam riset dan kebijakan pembangunan juga mencuat sebagai tema utama. Dengan mengedepankan kesejahteraan bersama dan keberagaman budaya, kerja sama ini diharapkan mampu membentuk masa depan kawasan yang berkelanjutan dan inklusif.(*)