Jakarta EKOIN.CO – Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali mendalami kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit dari sejumlah bank kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan anak perusahaannya. Pada Kamis, 25 Juli 2025, sebanyak tujuh saksi diperiksa di Gedung Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jakarta. Pemeriksaan ini menjadi lanjutan dari upaya penegakan hukum atas kasus yang telah menyeret sejumlah nama penting dari berbagai lembaga keuangan.
Pemeriksaan kali ini menghadirkan saksi-saksi dari kalangan perbankan dan asuransi, termasuk mantan pejabat Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank DKI. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mengonfirmasi identitas para saksi yang dimintai keterangan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
“Para saksi yang diperiksa di antaranya Pemimpin Bisnis Korporasi dan Multinasional 2 BNI periode 2018 berinisial WN, serta Analis Kredit Korporasi BNI periode 2011 hingga 2012 berinisial SMS,” ujar Anang Supriatna dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis 25 Juli 2025.
Selain dua nama tersebut, Kejagung juga memeriksa Direktur Teknik PT Asuransi Central Asia (ACA) yang berinisial SYF. Pemeriksaan turut menyasar mantan pejabat Bank DKI yang diduga memiliki peran dalam proses pemberian kredit kepada Sritex.
Pemeriksaan ini menjadi bagian dari rangkaian penyidikan intensif dalam menelusuri indikasi penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran fasilitas kredit kepada Sritex. Kejaksaan Agung mendalami proses persetujuan kredit, analisis risiko, hingga penjaminan kredit yang diduga menyalahi ketentuan.
Kejagung Periksa Pejabat Lama BNI dan Bank DKI
Menurut Anang Supriatna, penyidikan dilakukan untuk mengumpulkan bukti tambahan guna memperkuat konstruksi hukum terhadap para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya. Ia menyatakan, “Pemeriksaan saksi bertujuan untuk memperjelas rangkaian peristiwa hukum dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam proses pemberian kredit.”
Kasus ini telah menetapkan delapan tersangka, termasuk nama Yuddy Renaldi, mantan Direktur Utama Bank BJB, yang kini menjadi sorotan publik. Para tersangka diduga secara kolektif meloloskan kredit bernilai besar tanpa memenuhi prinsip kehati-hatian perbankan.
Dalam kasus ini, penyidik juga menyoroti peran lembaga penjamin seperti PT ACA yang disebut-sebut turut terlibat dalam pengurusan penjaminan fasilitas kredit tersebut. Proses penjaminan ini sedang ditelusuri untuk mengetahui adanya indikasi ketidakwajaran dalam penerbitan polis.
Kejagung mengindikasikan bahwa masih ada potensi penambahan tersangka baru tergantung hasil pemeriksaan lanjutan. Penyidik sedang memeriksa keterkaitan antara pejabat perbankan, pejabat asuransi, dan manajemen Sritex.
Sumber dana kredit yang dipermasalahkan mencakup dana publik yang dikelola lembaga keuangan milik negara maupun daerah. Karena itu, proses penyidikan difokuskan untuk mengungkap potensi kerugian negara secara menyeluruh.
Fokus Penyidikan: Kredit Bermasalah dan Kerugian Negara
Seperti dilansir dari tempo.co, penyaluran kredit kepada Sritex dinilai menyalahi prinsip keuangan yang sehat. Indikasi ini berdasarkan hasil audit sementara serta temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah diserahkan kepada Kejagung.
Dugaan korupsi ini juga melibatkan perencanaan kredit yang disebut-sebut mengandung rekayasa dokumen, termasuk laporan keuangan dan jaminan yang tidak sesuai nilai sebenarnya. Penyelidik sedang mendalami apakah proses analisis kredit dilakukan secara objektif.
Terkait hal tersebut, Anang Supriatna menegaskan bahwa Kejagung akan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti melanggar hukum. “Penyidikan tidak berhenti di sini. Semua pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” tegasnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena Sritex merupakan perusahaan tekstil besar di Indonesia yang memiliki jaringan bisnis internasional. Kredit dalam jumlah besar yang diterima Sritex kini tengah bermasalah karena gagal bayar dan dinilai membebani keuangan lembaga pemberi kredit.
Kejaksaan Agung sebelumnya juga telah memeriksa sejumlah pejabat aktif dan non-aktif dari bank pemberi kredit. Pemeriksaan lanjutan akan terus dilakukan dalam pekan-pekan mendatang untuk memperkuat berkas perkara.
Masyarakat menantikan kelanjutan kasus ini, termasuk potensi pengembalian kerugian negara. Kejagung telah mengisyaratkan akan mengejar aset-aset terkait jika ditemukan indikasi pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi.
Dalam prosesnya, Kejaksaan Agung juga melibatkan auditor independen dan lembaga penegak hukum lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendalami aspek teknis perbankan. OJK turut memberikan data awal mengenai profil risiko kredit Sritex.
Sebagai penutup pemeriksaan hari itu, Kejagung menyampaikan bahwa proses penyidikan akan tetap terbuka untuk publik, namun informasi detail terkait materi pemeriksaan masih dirahasiakan demi kepentingan penyidikan.
Kejagung menegaskan komitmennya dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Proses penyidikan ini merupakan bagian dari agenda pemberantasan korupsi yang menjadi prioritas nasional, terutama dalam sektor keuangan.
Penyidikan ini juga menjadi sinyal kuat kepada sektor perbankan agar lebih disiplin dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Praktik korupsi di sektor ini berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan.
Kejagung mengimbau kepada pihak lain yang merasa memiliki informasi relevan untuk turut membantu proses hukum. Saluran pelaporan terbuka dan dilindungi kerahasiaannya untuk mendorong partisipasi publik.
Diharapkan dengan pembongkaran kasus ini, sistem pengawasan internal perbankan dan lembaga asuransi diperkuat agar tidak terulang kembali kasus serupa. Aparat penegak hukum juga diminta untuk lebih proaktif dalam memantau transaksi keuangan bernilai besar.
Kasus korupsi pemberian kredit kepada Sritex ini menjadi refleksi penting bagi dunia perbankan. Perlu adanya reformasi tata kelola kredit untuk menekan potensi penyimpangan. Penguatan regulasi dan pengawasan harus menjadi agenda bersama pemerintah dan regulator.
Penegakan hukum yang tuntas akan memberi efek jera kepada para pelaku kejahatan keuangan. Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kunci memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.
Untuk mencegah kerugian negara berulang, setiap proses pemberian kredit perlu diaudit secara berkala. Selain itu, penerapan teknologi dalam sistem pengawasan dapat membantu mendeteksi potensi fraud sejak dini.
Secara menyeluruh, kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak mengenai pentingnya etika dan tanggung jawab dalam mengelola dana publik. Kolaborasi antara lembaga hukum dan pengawas keuangan mutlak diperlukan.
Pemerintah didorong untuk memperkuat sistem hukum agar dapat secara efektif menindak pelaku korupsi. Di sisi lain, masyarakat juga diharapkan aktif memantau dan melaporkan jika menemukan indikasi penyimpangan keuangan publik. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v