Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menggelar audiensi strategis bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Amerika Serikat pada Jumat, 25 Juli 2025 di Jakarta.
Pertemuan ini bertujuan memperkuat kolaborasi antara Indonesia dan Amerika Serikat di bidang pendidikan tinggi dan riset. Fokusnya adalah pada pengembangan sumber daya manusia di bidang sains dan teknologi.
Turut hadir dalam forum ini Calon Duta Besar RI untuk AS, Dwisuryo Indroyono Soesilo, dan Deputy Chief of Mission RI di Washington DC, Nidya Kartikasari. Akademisi Universitas Indonesia, Nining I. Soesilo, juga menjadi bagian dari diskusi ini.
Pembahasan mencakup penguatan jejaring akademik internasional, khususnya dalam bidang Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM). Kemdiktisaintek menyatakan peningkatan persentase penerima beasiswa LPDP di bidang tersebut menjadi target utama.
Selain itu, dibahas pula pemetaan kerja sama riset strategis, termasuk bidang Rare Earth Element (REE) dan rekayasa kuantum, yang dinilai penting bagi transformasi industri nasional.
Bahas Mentorship dan Kolaborasi Riset MIT
Dalam kesempatan itu, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian, mengungkapkan bahwa Indonesia menjajaki kembali kerja sama riset dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Ia menegaskan pentingnya skema mentorship antara profesor MIT dan profesor Indonesia. “Kita ingin misalnya beberapa profesor MIT jadi mentor langsung untuk profesor kita,” jelas Menteri Brian.
MIRA atau MIT Indonesia Research Alliance rencananya akan diaktifkan kembali sebagai bagian dari skema riset bersama. Pengiriman profesor Indonesia ke MIT sedang dalam tahap perencanaan.
Indroyono menambahkan bahwa saat ini terdapat 8.348 mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di AS. Sekitar 1.700 di antaranya mengikuti program magang profesional melalui skema Optional Practical Training (OPT).
Ia juga menyebut puluhan akademisi Indonesia telah terlibat aktif dalam riset kolaboratif dengan laboratorium dan industri besar di Amerika Serikat.
Kebudayaan dan Pendidikan Jadi Pilar Diplomasi
Sebagai bagian dari diplomasi pendidikan, audiensi ini juga menyoroti pentingnya pertukaran budaya dan eksposur global bagi mahasiswa Indonesia.
“Dulu dosen-dosen kita pernah dikirim satu semester untuk mengajar budaya. Kalau bisa program ini kita hidupkan kembali,” ujar Indroyono dalam diskusi.
Usulan tersebut mendapat sambutan positif dari Menteri Brian yang menyatakan kesiapan membuka ruang kerja sama kebudayaan antar kampus.
Kesepakatan juga dicapai terkait perluasan program joint degree, pertukaran dosen, visiting scholar, dan pelatihan profesional.
Dalam dua tahun mendatang, akan dibentuk forum pendidikan tinggi dan riset Indonesia–Amerika sebagai wadah kolaborasi lintas institusi dan kampus.
Pertemuan strategis antara Kemdiktisaintek dan KBRI AS di Jakarta menjadi tonggak penting dalam upaya peningkatan kolaborasi riset dan pendidikan tinggi Indonesia-Amerika. Fokus utama diarahkan pada bidang STEM dan penguatan SDM melalui berbagai skema pendidikan dan riset bersama.
Rencana pengaktifan kembali kerja sama dengan MIT, termasuk pengiriman profesor serta model mentorship antar akademisi, menunjukkan langkah konkret dalam menjawab tantangan global inovasi dan teknologi. Dukungan penuh terhadap perluasan program LPDP dan joint degree turut menegaskan komitmen pemerintah terhadap internasionalisasi pendidikan.
Kerja sama ini tidak hanya berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan tinggi, tetapi juga membuka peluang diplomasi budaya yang lebih kuat. Forum khusus yang akan dibentuk ke depan menjadi simbol komitmen jangka panjang bagi sinergi antar bangsa dalam ranah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan.(*)