Jakarta EKOIN.CO – Pemerintah Indonesia berencana menyederhanakan klasifikasi beras dengan hanya menyediakan satu jenis beras umum, tanpa membedakan lagi antara beras premium dan medium. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, pada Jumat (25/7/2025) di Jakarta.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Langkah ini diambil sebagai respons atas berbagai kasus pencampuran beras berkualitas premium dan medium yang merugikan konsumen serta negara. Dalam konferensi persnya, Zulkifli Hasan menyatakan bahwa hanya akan ada satu jenis beras di pasar umum. “Beras nanti kita akan buat hanya satu jenis beras saja. Beras ya beras, sudah. Ya tidak lagi premium dan medium,” ujarnya.
Meski begitu, pemerintah tetap mempertahankan keberadaan beras khusus dan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Kedua jenis ini hanya dapat beredar jika memperoleh izin dari pemerintah. Zulkifli Hasan mencontohkan jenis beras khusus seperti pandan wangi, beras ketan, dan beras basmati.
Ia menjelaskan bahwa beras adalah komoditas yang berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat, dan termasuk dalam program prioritas utama Presiden Prabowo Subianto. Oleh karena itu, pengelolaannya harus lebih efisien dan transparan agar tidak disalahgunakan oleh pelaku usaha.
Dugaan Pelanggaran Mendorong Kebijakan Baru
Keputusan penghapusan klasifikasi beras premium dan medium ini tidak lepas dari maraknya praktik oplosan beras di pasar. Beras kualitas medium sering dicampur dengan premium lalu dijual dengan harga premium. Praktik ini menyesatkan konsumen dan menyebabkan kerugian negara.
Berdasarkan temuan terbaru pemerintah, terdapat lebih dari 212 merek beras yang diduga melanggar standar mutu dan takaran. Akibat pelanggaran tersebut, estimasi kerugian negara mencapai Rp99 triliun.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 menetapkan syarat mutu beras premium non organik dan organik. Di antaranya adalah kadar butir patah maksimal 14,50 persen dan butir kepala minimal 85 persen. Komponen lainnya termasuk kadar butir menir, butir rusak, dan benda asing yang juga harus memenuhi batas maksimal tertentu.
Menteri Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pencampuran beras masih diperbolehkan selama tidak melampaui standar mutu tersebut. Artinya, pencampuran yang sesuai SNI dianggap lumrah dan tidak melanggar hukum.
Perlunya Pengawasan dan Penegakan Regulasi
Arief, seorang pejabat yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut, menyatakan bahwa batas maksimal beras patah dalam klasifikasi beras adalah 15 persen. “Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15 persen butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya,” jelasnya.
Namun, pencampuran beras medium dan premium yang tidak mengikuti ketentuan SNI menjadi praktik curang yang merugikan banyak pihak. Oleh sebab itu, kebijakan penghapusan klasifikasi ini diharapkan dapat menekan praktik tidak jujur dalam perdagangan beras.
Dengan hanya satu jenis beras di pasar umum, konsumen diharapkan memperoleh produk dengan mutu lebih terjamin dan harga yang transparan. Pemerintah juga berjanji meningkatkan pengawasan agar tidak ada lagi penyalahgunaan standar oleh produsen maupun distributor.
Pemerintah kini fokus memperketat izin peredaran beras khusus dan SPHP, sambil menyiapkan regulasi baru yang akan memperkuat pengawasan mutu beras secara nasional. Hal ini bertujuan memastikan semua beras yang beredar memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
Menteri Zulkifli Hasan juga mengingatkan bahwa penyederhanaan ini tidak akan mengganggu keberadaan beras yang memiliki keunikan tertentu seperti beras ketan atau beras basmati. Jenis-jenis tersebut tetap memiliki pasar tersendiri dan dilindungi oleh peraturan.
Pemerintah akan segera merilis peraturan teknis terkait implementasi kebijakan baru ini, termasuk batas mutu tunggal untuk beras yang akan diedarkan secara nasional. Sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha juga akan dilakukan secara bertahap.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan nasional di bidang pangan, yang mengedepankan efisiensi, keterjangkauan, dan ketahanan pangan nasional. Pemerintah berharap langkah ini dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap tata kelola komoditas beras.
Penyatuan jenis beras diyakini mampu mengurangi disparitas harga antar daerah dan memperbaiki sistem distribusi beras dari produsen hingga ke konsumen. Dalam jangka panjang, kebijakan ini juga diharapkan berdampak positif pada stabilitas harga.
Dengan satu jenis beras di pasaran, konsumen akan lebih mudah mengenali kualitas beras tanpa harus bergantung pada label premium atau medium yang selama ini membingungkan. Selain itu, langkah ini diyakini dapat meningkatkan efisiensi rantai pasok.
Di sisi lain, para pelaku usaha di bidang perberasan akan diarahkan untuk mengikuti standar tunggal yang lebih sederhana namun tetap ketat. Pemerintah akan mendukung pelaku usaha agar dapat beradaptasi dengan perubahan ini.
langkah penghapusan klasifikasi beras merupakan upaya untuk menciptakan sistem pangan nasional yang lebih tertib, adil, dan menguntungkan masyarakat. Pemerintah berkomitmen mengawal proses ini dengan pengawasan ketat dan edukasi publik.
Pemerintah sebaiknya melibatkan masyarakat luas dalam proses pemantauan kualitas beras. Partisipasi konsumen akan menjadi kunci dalam mendeteksi potensi kecurangan di lapangan. Transparansi informasi juga harus dijaga.
Penting juga untuk membangun sistem distribusi beras yang merata di seluruh Indonesia. Akses masyarakat terhadap beras berkualitas harus menjadi prioritas utama demi menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.
Regulasi baru ini hendaknya dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitasnya dalam menekan praktik curang dan meningkatkan keadilan dalam distribusi pangan. Pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan pelaku usaha secara berkala.
Sistem logistik dan penyimpanan beras harus diperkuat guna menjaga kualitas produk dari produsen hingga ke tangan konsumen. Dukungan teknologi dan digitalisasi dapat mempermudah pengawasan mutu secara real-time.
Dengan langkah ini, diharapkan ke depan sistem perberasan nasional menjadi lebih bersih dan efisien, sehingga beras sebagai kebutuhan pokok rakyat benar-benar terjamin dari sisi mutu dan harga. (*)