Jakarta Ekoin.co-Isu tentang Amerika Serikat (AS) ingin menguasai Indonesia melalui transfer data pribadi sering muncul dalam diskusi publik, terutama ketika ada kesepakatan kerja sama antara kedua negara terkait teknologi, data digital, atau keamanan siber. Namun, perlu diuraikan secara fakta dan logis, bukan dengan prasangka semata. Berikut ini penjelasan berdasarkan pendekatan fakta, kepentingan geopolitik, dan keamanan data:
Apa yang Terjadi: Transfer Data Indonesia-AS
Beberapa waktu terakhir, Indonesia menjalin kerja sama digital dengan Amerika Serikat, termasuk dalam bentuk:
- Akses data lintas batas (cross-border data transfer)
- Cloud computing dan investasi data center milik perusahaan AS (seperti Google, Amazon, Microsoft)
- Kemitraan keamanan siber, termasuk pertukaran data intelijen terbatas
Kesepakatan semacam ini membuat data warga atau perusahaan Indonesia berpotensi dikelola atau diproses di luar negeri, termasuk di AS.
Kepentingan Amerika: Ekonomi Digital dan Keamanan
Ada dua kepentingan utama AS:
- Ekonomi digital: AS ingin memperkuat dominasinya dalam teknologi global. Menguasai data berarti menguasai ekonomi masa depan, termasuk kecerdasan buatan (AI), fintech, dan e-commerce.
- Keamanan dan geopolitik: AS ingin memastikan bahwa data strategis tidak jatuh ke tangan negara pesaing, misalnya China. Karena itu, AS mendorong negara mitra seperti Indonesia mengadopsi standar digital AS dan bukan milik China.
Apakah Ini Upaya Penguasaan?
Tidak secara langsung menguasai negara, tetapi bisa:
- Menguasai ekosistem digital Indonesia, termasuk infrastruktur dan regulasi.
- Memengaruhi kebijakan nasional, agar sejalan dengan kepentingan AS.
- Mengakses data strategis, misalnya data ekonomi, data pengguna, atau data industri, yang bisa digunakan untuk keuntungan bisnis dan politik AS.
Contoh:
Perusahaan teknologi besar AS, jika diberi akses data pengguna Indonesia, bisa mengembangkan produk yang lebih kompetitif di pasar lokal, sementara produk lokal bisa kalah saing.
Risiko Bagi Indonesia
- Kedaulatan digital terancam jika data tidak dikelola di dalam negeri.
- Ketergantungan teknologi asing, membuat Indonesia sulit mandiri secara digital.
- Potensi pelanggaran privasi, jika data rakyat Indonesia diproses tanpa pengawasan kuat.
Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia?
- Memperkuat UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan pengawasan data lintas negara.
- Membangun data center nasional, agar data strategis tetap di dalam negeri.
- Memilah jenis data, mana yang bisa ditransfer, mana yang harus disimpan di dalam negeri (data strategis, seperti data militer, kependudukan, dll).
- Amerika tidak menguasai Indonesia secara langsung lewat transfer data, tapi ada potensi dominasi di sektor digital dan teknologi. Ini bagian dari geopolitik digital global, di mana AS bersaing dengan China dan negara lain untuk memimpin dunia digital. Indonesia harus waspada dan mandiri, memastikan kerja sama teknologi tidak membuat kedaulatan data hilang.
Berikut ini penjelasan lanjutan berdasarkan informasi terbaru (per Juli 2025):
Apa Isi Kesepakatan Transfer Data dengan AS
- Kesepakatan ini adalah bagian dari Joint Statement on Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade, yang diumumkan sekitar 22–24 Juli 2025
- Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa jenis data yang ditransfer terbatas hanya data komersial, seperti data penjualan dan riset pasar, bukan data pribadi atau strategis
- Apakah Legal dan Aman menurut Hukum RI
- Pemerintah menegaskan bahwa kesepakatan hanya dijalankan di bawah UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) serta PP No. 71 Tahun 2019
- Pasal 56 UU PDP mengharuskan transfer data ke luar negeri hanya dilakukan jika negara penerima memiliki perlindungan data yang setara atau lebih tinggi, dan melalui mekanisme persetujuan eksplisit dari subjek data
- Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa proses ini akan “ikut protokol yang disiapkan oleh Indonesia”—dilakukan sesuai ketentuan lokal seperti protokol di Nongsa Digital Park
Risiko & Kritik dari Pakar
Para pakar menyampaikan potensi risiko meski data yang ditransfer bersifat komersial:
- Peneliti menjelaskan transfer data lintas batas bisa membuka peluang serangan siber seperti ransomware, dan spionase melalui Cloud Act yang memungkinkan akses data server dari perusahaan AS diminta oleh pemerintah AS meskipun server berada di luar negeri
- Ditambahkan bahwa panduan teknis dan mekanisme pengawasan masih belum jelas, karena Peraturan Pemerintah turunan UU PDP belum diterbitkan sehingga detail operasional masih digodok
- APPDI menilai masyarakat tidak perlu reaktif, namun menekankan pentingnya penetapan instrumen hukum dan lembaga pengawas seperti BPDP (Badan Perlindungan Data Pribadi) yang belum resmi terbentuk
Ringkasan dalam Tabel
Aspek | Penjelasan |
---|---|
Jenis Data | Komersial (jualan, riset), bukan data pribadi atau strategis |
Dasar Hukum | UU PDP No. 27/2022 & PP No. 71/2019, Pasal 56 transfer lintas batas |
Status Regulasi Teknis | Negosiasi masih berjalan, PP pelaksana UU PDP belum selesai diterbitkan |
Pengawasan/Data Sovereignty | Wajib pakai protokol Indonesia, pengawasan pemerintah Indonesia |
Risiko Potensial |
- Tidak benar bahwa Amerika ingin menguasai Indonesia lewat transfer data pribadi.
- Namun ada potensi dominan data komersial dan dampak ekonomi: perusahaan AS bisa memanfaatkan data untuk mengembangkan produk lebih kompetitif di pasar Indonesia.
- Pemerintah telah menekankan bahwa transfer data dilaksanakan dalam batas hukum nasional dan batasan hanya untuk data komersial.
- Masih diperlukan regulasi teknis lebih rinci, kejelasan mekanisme kontrol, dan pembentukan BPDP sebagai lembaga pengawas agar transfer data benar‑benar aman dan tidak melemahkan kedaulatan digital nasional.(*).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v