Washington EKOIN.CO – Amerika Serikat menegaskan penolakannya terhadap keputusan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang akan mengakui negara Palestina secara resmi dalam forum Majelis Umum PBB pada bulan September 2025 mendatang. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut langkah tersebut ceroboh dan hanya menguntungkan kelompok Hamas, serta menghambat proses perdamaian di Timur Tengah.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam pernyataannya, Rubio menegaskan bahwa Washington tetap berkomitmen menentang pengakuan terhadap Palestina sebelum tercapainya kesepakatan damai menyeluruh antara Palestina dan Israel. “Keputusan ceroboh ini hanya menguntungkan propaganda Hamas dan menghambat proses perdamaian. Ini adalah tamparan bagi para korban serangan 7 Oktober,” ujarnya, dikutip dari Sputnik-OANA.
Langkah Prancis tersebut diumumkan oleh Macron pada Kamis, 24 Juli 2025. Ia menyatakan bahwa Prancis akan secara resmi mengakui negara Palestina di forum Majelis Umum PBB sebagai bentuk dukungan terhadap perdamaian di Timur Tengah. Pernyataan Macron langsung menuai reaksi beragam dari negara-negara sekutu.
Prancis Dapat Dukungan Eropa, AS Tetap Gunakan Hak Veto
Sejumlah pemimpin Eropa menyambut baik keputusan Prancis itu. Irlandia, Spanyol, dan Skotlandia menganggap langkah tersebut sebagai upaya penting untuk mendorong perdamaian yang adil dan berkelanjutan di kawasan konflik. Mereka menilai pengakuan terhadap Palestina harus menjadi bagian dari solusi politik.
Sebaliknya, Amerika Serikat tetap berpegang pada kebijakan lamanya, yakni hanya mengakui negara Palestina setelah terwujudnya perjanjian damai dua negara. Hingga kini, AS tidak termasuk dalam daftar negara yang mengakui Palestina, meskipun lebih dari 147 negara di dunia telah melakukannya.
Pada tahun 2024, Amerika Serikat bahkan menggunakan hak vetonya dalam sidang Dewan Keamanan PBB untuk menolak permohonan Palestina menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Keputusan itu sempat menuai kritik dari berbagai kalangan, terutama negara-negara di Timur Tengah.
Washington menyebut bahwa pengakuan sepihak tanpa proses negosiasi hanya akan memperburuk konflik dan memperkuat kelompok ekstremis. Rubio menambahkan bahwa pengakuan terhadap Palestina tidak bisa dilepaskan dari jaminan keamanan bagi Israel.
Gelombang Pengakuan Palestina Meningkat di Eropa
Seiring dengan langkah Prancis, dukungan terhadap negara Palestina di Eropa terus bertambah. Sepanjang tahun 2024, setidaknya sepuluh negara telah secara resmi mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Di antaranya adalah Irlandia, Norwegia, Spanyol, dan Armenia.
Fenomena ini menunjukkan pergeseran diplomasi global terkait isu Palestina. Beberapa negara Eropa menyatakan bahwa pengakuan ini merupakan tanggapan atas meningkatnya eskalasi konflik antara Israel dan Hamas sejak tahun 2023. Mereka menilai bahwa solusi dua negara harus segera direalisasikan.
Namun demikian, perbedaan sikap antara Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa semakin terlihat tajam. Meski sama-sama anggota NATO, AS tetap memprioritaskan hubungan strategis dengan Israel, sedangkan sebagian negara Eropa mulai menempuh jalur diplomasi yang lebih pro-Palestina.
Menteri Luar Negeri Irlandia dalam pernyataannya menyebutkan bahwa pengakuan terhadap Palestina adalah bentuk tanggung jawab moral dan politik untuk mendukung rakyat Palestina yang telah lama mengalami penderitaan. Ia juga menekankan bahwa langkah tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan internasional.
Sementara itu, sejumlah analis politik memperkirakan bahwa tren pengakuan terhadap Palestina di Eropa akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Mereka menyebut bahwa dinamika ini bisa mempengaruhi kebijakan luar negeri global, terutama dalam forum-forum internasional seperti PBB dan Uni Eropa.
Dalam konteks ini, pernyataan Marco Rubio mencerminkan posisi AS yang konsisten mendukung Israel dan menolak setiap langkah yang dianggap bisa memperlemah posisi Israel di arena diplomatik internasional. Rubio juga menilai bahwa pengakuan terhadap Palestina saat ini justru akan menghambat proses negosiasi yang adil.
Presiden Emmanuel Macron sendiri belum memberikan tanggapan atas kritik dari Washington. Namun sebelumnya ia menyatakan bahwa pengakuan terhadap Palestina tidak dimaksudkan untuk menyerang Israel, melainkan sebagai bentuk dorongan agar perdamaian bisa segera diwujudkan melalui jalur politik.
Keputusan Prancis tersebut membuatnya masuk dalam daftar negara pendukung Palestina di Eropa yang semakin panjang. Hingga kini, mayoritas negara anggota Uni Eropa sudah menyatakan dukungan terhadap pembentukan negara Palestina, meski belum semuanya mengumumkan pengakuan resmi.
Di sisi lain, Israel menanggapi pengakuan Palestina oleh negara-negara Eropa dengan kecaman keras. Pemerintah Israel menyebut langkah tersebut sebagai pengkhianatan terhadap upaya perdamaian dan mendorong negara-negara sahabat untuk membatalkan keputusan mereka.
Sejumlah negara di Asia dan Amerika Latin juga telah menyatakan pengakuan terhadap negara Palestina sejak beberapa tahun lalu. Dukungan internasional terhadap Palestina diperkirakan akan menjadi isu utama dalam sidang Majelis Umum PBB mendatang.
Keputusan Prancis yang akan diumumkan secara resmi di forum Majelis Umum PBB diprediksi akan memicu perdebatan sengit antara blok negara-negara pro-Israel dan negara-negara yang mendukung Palestina. Sidang tersebut dijadwalkan berlangsung pada bulan September 2025.
Meskipun tidak memiliki dampak hukum langsung terhadap status keanggotaan Palestina di PBB, pengakuan simbolik dari negara-negara besar seperti Prancis memiliki arti politik yang signifikan. Ini dapat memperkuat posisi Palestina dalam berbagai forum internasional.
dari situasi ini menunjukkan bahwa isu pengakuan negara Palestina tetap menjadi topik sensitif dalam diplomasi global. Perbedaan sikap antara AS dan sekutu-sekutunya berpotensi mempengaruhi arah kebijakan internasional terhadap konflik Israel-Palestina.
Langkah Prancis dan negara-negara Eropa lainnya mencerminkan upaya kolektif untuk mendorong penyelesaian konflik melalui pengakuan politik. Di sisi lain, penolakan Amerika Serikat memperlihatkan prioritas strategis Washington terhadap Israel dan keamanan regional.
untuk penyelesaian konflik ini mencakup upaya bersama komunitas internasional dalam mendorong negosiasi damai yang komprehensif. Pengakuan sepihak sebaiknya dibarengi dengan mediasi politik yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Kedepannya, diperlukan peran aktif organisasi internasional untuk memfasilitasi dialog antara Palestina dan Israel. Pendekatan multilateral dapat menjadi solusi dalam meredakan ketegangan dan membuka jalan bagi perdamaian jangka panjang.
Diperlukan kehati-hatian dalam setiap langkah diplomatik agar tidak memperkeruh situasi yang sudah memanas. Komitmen terhadap keadilan, hak asasi manusia, dan keamanan semua pihak harus tetap dijunjung tinggi oleh negara-negara yang terlibat dalam isu ini. (*)