Yerusalem EKOIN.CO – Gerakan Perlawanan Islam, Hamas, menyampaikan kecaman keras terhadap keputusan sepihak Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas yang berencana membentuk kembali Dewan Nasional Palestina sebelum akhir tahun ini. Keputusan tersebut diumumkan Abbas di tengah krisis kemanusiaan yang masih berlangsung di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Melalui pernyataan resmi pada Rabu (24/7/2025), yang dikutip dari Aljazeera Kamis (25/7/2025), Hamas menilai langkah itu sebagai bentuk pengabaian terhadap kesepakatan bersama antara faksi-faksi Palestina. Hamas memperingatkan bahwa kebijakan sepihak ini justru memperparah perpecahan internal dan merugikan perjuangan rakyat Palestina.
Langkah Abbas Dinilai Langgar Kesepakatan Nasional
Dalam pernyataannya, Hamas menegaskan bahwa pembentukan Dewan Nasional Palestina tanpa melalui konsensus nasional merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya di Kairo, Aljazair, Moskow, dan Beijing. Seluruh kesepakatan tersebut menekankan pentingnya pembangunan kembali Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) secara demokratis dan partisipatif.
“Keputusan sepihak ini merupakan pelanggaran serius terhadap kehendak nasional kolektif dan pengabaian terang-terangan terhadap kesepakatan Kairo, Aljazair, Moskow, dan Beijing,” kata Hamas. Mereka menyatakan bahwa semua kekuatan dan faksi Palestina seharusnya terlibat dalam restrukturisasi, untuk memastikan representasi nyata rakyat Palestina di dalam dan luar negeri.
Hamas juga menyebut bahwa tindakan Abbas berisiko melemahkan posisi nasional Palestina dalam menghadapi pendudukan Israel. Kepemimpinan sepihak dinilai berbahaya karena menghalangi tercapainya persatuan nasional yang sangat dibutuhkan dalam kondisi konflik saat ini.
Menurut Hamas, saat ini Palestina menghadapi “perang pemusnahan, kelaparan, dan agresi Zionis yang terus menerus terhadap rakyat kami di Jalur Gaza, permukiman dan pengusiran di Tepi Barat, serta rencana Yahudisasi Yerusalem dan pembagian Masjid Al Aqsha.” Dalam situasi genting ini, persatuan seharusnya menjadi prioritas utama.
Hamas Serukan Perlawanan terhadap Eksklusivisme
Hamas menyerukan penghentian segera terhadap langkah-langkah sepihak yang dilakukan Otoritas Palestina. Dalam pernyataannya, Hamas menuntut agar seluruh keputusan strategis dibuat berdasarkan konsensus nasional serta perjanjian yang telah disepakati dalam forum-forum sebelumnya.
“Kami di Hamas menolak jalan sepihak ini, menyerukan penghentian segera setiap langkah sepihak, dan menuntut pelaksanaan apa yang telah disepakati dalam pertemuan nasional,” tulis Hamas dalam pernyataan tersebut. Penegasan ini sekaligus menjadi seruan terbuka kepada rakyat Palestina dan faksi-faksi lain agar menolak pendekatan eksklusif yang dilakukan oleh Abbas.
Lebih lanjut, Hamas menekankan pentingnya restrukturisasi lembaga-lembaga PLO dengan keterlibatan seluruh kekuatan nasional. Ini dimaksudkan agar peran PLO sebagai kerangka kerja pembebasan nasional kembali aktif dan inklusif.
Hamas menyudahi pernyataannya dengan seruan kepada semua elemen masyarakat Palestina untuk menolak dominasi sepihak serta mengupayakan persatuan nasional sebagai fondasi perjuangan. Mereka menegaskan bahwa hanya dengan kesatuan, rakyat Palestina dapat menghadapi agresi Israel dan mempertahankan hak-hak nasionalnya.
Sementara itu, belum ada pernyataan resmi dari pihak Otoritas Palestina menanggapi kecaman Hamas tersebut. Rencana pembentukan ulang Dewan Nasional Palestina oleh Abbas masih menjadi sorotan, terutama di tengah krisis kemanusiaan dan konflik bersenjata yang belum berakhir.
Langkah Presiden Abbas ini memunculkan kekhawatiran di kalangan pengamat Timur Tengah, mengingat struktur politik Palestina masih diliputi ketegangan antar faksi. Banyak pihak menilai bahwa langkah-langkah sepihak bisa memperlebar jurang perpecahan dan memperburuk situasi politik dalam negeri.
Ketegangan antara Fatah, partai yang dipimpin Abbas, dan Hamas sudah berlangsung selama bertahun-tahun, dan upaya rekonsiliasi sebelumnya sering kali gagal karena ketidaksepakatan mendasar. Kini, keputusan Abbas kembali memicu kekhawatiran tentang keberlanjutan proses rekonsiliasi tersebut.
Situasi ini dinilai dapat berdampak pada stabilitas regional, terutama mengingat peran PLO sebagai representasi resmi rakyat Palestina di berbagai forum internasional. Langkah restrukturisasi tanpa keterlibatan seluruh faksi dikhawatirkan melemahkan legitimasi politik Palestina.
Kondisi di Jalur Gaza juga masih memprihatinkan. Blokade Israel yang terus berlangsung, ditambah dengan agresi militer berulang, menyebabkan penderitaan bagi warga sipil. Banyak pihak berharap agar para pemimpin Palestina memprioritaskan kebutuhan rakyat dibandingkan perebutan kekuasaan.
Masyarakat internasional, terutama negara-negara Arab dan OKI, diharapkan mengambil peran dalam mendamaikan konflik internal ini. Proses perdamaian akan sangat sulit terwujud tanpa adanya kesatuan di antara rakyat Palestina sendiri.
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Hamas dan Fatah telah bertemu untuk membahas penyatuan faksi, namun belum menghasilkan kesepakatan jangka panjang. Keputusan sepihak yang terbaru ini berpotensi membatalkan kemajuan kecil yang sempat dicapai dalam perundingan tersebut.
dari situasi ini menunjukkan bahwa kesatuan menjadi kebutuhan mutlak di tengah tekanan eksternal. Tanpa persatuan, perjuangan Palestina akan terpecah dan kekuatan mereka dalam menghadapi pendudukan Israel menjadi lemah.
Perbedaan pendapat antara pemimpin politik seharusnya diselesaikan melalui dialog inklusif. Rakyat Palestina membutuhkan pemimpin yang bersatu dan memperjuangkan nasib mereka secara bersama-sama, bukan justru memperdalam perpecahan.
Penting bagi seluruh faksi untuk mengedepankan kepentingan nasional dibanding ambisi kekuasaan. PLO sebagai organisasi yang mewakili Palestina seharusnya menjadi milik bersama, bukan alat politik faksi tertentu.
Masyarakat internasional dan negara-negara sahabat Palestina didorong untuk mendorong rekonsiliasi dan menekan pemimpin Palestina agar mematuhi kesepakatan yang telah dibuat.
Langkah-langkah konsolidasi harus dilakukan berdasarkan prinsip inklusivitas dan partisipasi, agar lembaga-lembaga Palestina menjadi representasi sah dari seluruh rakyatnya, baik di dalam maupun di luar negeri. (*)