Jakarta, EKOIN.CO – Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY) bersama Kemendukbangga/BKKBN menggelar Orientasi Pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) pada Selasa, 22 Juli 2025 di Kampus UMBY, Ring Road Utara, Depok, Sleman.
Acara ini diikuti sekitar 100 peserta yang terdiri dari para lurah dan kader kelompok Bina Keluarga Balita (BKB) dari lima kabupaten/kota di DIY. Kegiatan dibuka oleh Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Mohamad Iqbal Apriansyah.
Dalam kesempatan tersebut, Dekan Fakultas Psikologi UMBY, Reny Yuniasanti, M.Psi., Ph.D., menyampaikan pentingnya penguatan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Ia mengingatkan bahwa dalam lima tahun ke depan, Indonesia akan kekurangan 18 juta ahli digital. Jika tidak diantisipasi, kekurangan itu akan semakin membesar pada 2045 mendatang.
“Digital talent merupakan kombinasi antara hard skill dan soft skill,” ujar Reny saat memaparkan materi. Menurutnya, kompetensi digital menjadi prasyarat mutlak untuk menyongsong era digital global.
Pentingnya Digital Talent dan Ancaman Defisit SDM
Reny menambahkan, hard skill digital mencakup kemampuan seperti Big Data, AI, Cybersecurity, IoT, dan lainnya. Sedangkan soft skill mencakup 4C: Critical Thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication.
Kombinasi keterampilan ini diperlukan untuk percepatan transformasi digital di sektor publik maupun swasta. Tanpa SDM unggul, negara akan tertinggal dalam revolusi industri 4.0.
Saat ini, Indonesia berada di peringkat kelima dalam indeks kesiapan digital se-ASEAN, di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Kondisi ini menandakan perlunya percepatan pengembangan SDM digital.
“Salah satu ciri negara maju adalah berkembangnya internet of things dan majunya digitalisasi dalam layanan publik serta produksi,” lanjut Reny menjelaskan urgensi peningkatan digital talent.
Karena itu, Reny menekankan bahwa investasi pada manusia menjadi langkah utama untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Stunting dan Tantangan Digitalisasi
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Mohamad Iqbal Apriansyah menyoroti kaitan erat antara stunting dan kesiapan digital Indonesia di masa depan.
“Stunting adalah hambatan pertumbuhan fisik dan kognitif akibat kekurangan gizi kronis sejak janin hingga usia dua tahun,” ungkap Iqbal dalam sambutannya.
Ia menjelaskan bahwa anak yang mengalami stunting berisiko rendah dalam menguasai keterampilan digital karena gangguan pada perkembangan otak.
Dengan demikian, upaya menekan angka stunting menjadi langkah krusial dalam menyiapkan digital talent usia produktif 15–20 tahun mendatang.
“Maka tepatlah kebijakan Kemendukbangga bahwa pencegahan stunting baru menjadi prioritas,” kata Iqbal menekankan.
Ia mengajak seluruh unsur pemerintahan daerah untuk ikut aktif dalam mendukung kegiatan pencegahan stunting dan pengasuhan usia dini.
Peran Lurah dan BKB dalam Meningkatkan Kualitas SDM
Iqbal menyebut kelompok Bina Keluarga Balita (BKB) sebagai wadah penting dalam membekali orang tua dan pengasuh dengan keterampilan mengasuh anak secara holistik.
Saat ini terdapat 1.518 kelompok BKB di wilayah DIY, 677 di antaranya sudah menerapkan pendekatan holistik integratif. Data ini diambil dari SIGA per Juni 2025.
“Lurah dapat berperan lebih banyak untuk mendorong keaktifan kegiatan BKB di wilayahnya,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa dana desa dapat menjadi sumber anggaran kegiatan BKB.
Lurah Condongcatur, Reno Candra Sangaji turut berbagi praktik baik dalam penganggaran BKB menggunakan dana desa. Praktik tersebut dianggap berhasil menguatkan peran keluarga dalam pengasuhan.
Ketua Tim Kerja Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Mustikangtyas, juga memberikan materi dalam kegiatan orientasi tersebut.
Kegiatan Orientasi Pengasuhan 1000 HPK di UMBY menyoroti bahwa investasi pada pengasuhan usia dini merupakan fondasi penting menuju Indonesia Emas 2045. Kualitas SDM, terutama digital talent, menjadi faktor utama dalam menghadapi era digital global.
Pencegahan stunting bukan hanya soal kesehatan anak, tapi juga investasi jangka panjang untuk memastikan generasi produktif mendatang siap bersaing secara digital. Kombinasi antara gizi yang baik dan pengasuhan berkualitas akan menghasilkan individu unggul dan adaptif terhadap perubahan teknologi.
Kolaborasi antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat menjadi elemen vital dalam membangun kesiapan digital bangsa. Dukungan struktural, seperti penganggaran desa untuk BKB, dapat mempercepat upaya menciptakan SDM yang sehat, cerdas, dan kompeten secara digital.(*)