Jakarta, EKOIN.CO – Wakil Menteri Agama (Wamenag) H. R. Muhammad Syafi’i menegaskan bahwa berdakwah adalah kewajiban yang bersifat kifayah. Artinya, hanya sebagian umat Islam yang memiliki tanggung jawab langsung dalam aktivitas dakwah.
Pernyataan ini disampaikan Wamenag saat memberikan sambutan pada wisuda Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir di Bekasi, Sabtu (19/7/2025). Sebanyak 189 mahasiswa resmi menyandang gelar sarjana di bidang dakwah.
Dalam pidatonya, Wamenag mengulas ayat 125 surat Ali Imran. Ayat ini menyerukan pentingnya kehadiran sekelompok orang yang bertugas menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
“Dalam ayat tersebut secara spesifik memerintah untuk menyiapkan generasi pendakwah (Da’i) yang profesional,” kata Wamenag H. R. Muhammad Syafi’i di hadapan para wisudawan dan sivitas akademika STID.
Ia menjelaskan bahwa kata “minkum” dalam ayat itu menunjukkan bahwa kewajiban berdakwah tidak bersifat menyeluruh, melainkan hanya berlaku untuk sebagian orang dengan kompetensi khusus.
Dakwah Butuh Keahlian dan Disiplin Ilmu
Menurutnya, menjadi seorang da’i tidak cukup hanya bermodal semangat. Seorang da’i dituntut profesional dan menguasai ilmu agama serta ilmu sosial secara mendalam dan bertanggung jawab.
“Seorang da’i harus profesional, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang,” tegas Wamenag.
Ia juga menyoroti perbedaan antara dakwah dan tabligh. Tabligh memiliki makna menyampaikan pesan agama dan cakupannya lebih luas dibanding dakwah.
“Tabligh berasal dari kata Ballagha-Yuballighu. Aktivitasnya menyampaikan, dan setiap Muslim punya kewajiban sebagai muballigh,” jelas Wamenag Muhammad Syafi’i.
Berdasarkan hadits “ballighu ‘anni wa law ayyat,” setiap Muslim wajib menyampaikan nilai-nilai agama, namun bukan berarti menjadi da’i secara formal dan profesional.
Apresiasi untuk STID Mohammad Natsir
Wamenag memberikan apresiasi terhadap kiprah STID Mohammad Natsir yang telah mewisuda 15 angkatan da’i. Menurutnya, lembaga ini memiliki peran vital dalam membentuk generasi dakwah yang berkualitas.
“Wisuda ini bukan hanya soal akademik, tapi juga komitmen membawa misi ilahiyah,” ucap Wamenag dalam sambutannya.
Ia menyebut Mohammad Natsir, sebagai tokoh dakwah nasional, adalah sosok yang menginspirasi semangat pencerdasan dan pembebasan melalui dakwah Islam.
STID, katanya, lahir dari semangat intelektual Islam yang memadukan iman, ilmu, dan amal sebagai pilar utama dalam menyongsong masa depan dakwah yang berkemajuan.
Dakwah sebagai Mercusuar Umat
Dalam akhir pidatonya, Wamenag mengajak para wisudawan untuk menjadi pelita di tengah masyarakat. Dakwah harus menjadi sarana perubahan sosial yang membawa harapan dan kedamaian.
“Membangun masyarakat adil dan makmur adalah tugas kolektif,” kata Wamenag.
Ia menyebut bahwa dakwah harus mempersatukan perbedaan dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika dan menjadi kekuatan penyatu umat.
“Selamat kepada para wisudawan. Jadilah agen perubahan di masyarakat. Untuk dakwah STID ke depan, anggap saya sebagai pesuruh Tuan, Puan semuanya,” tutup Wamenag dengan penuh semangat.
Pernyataan Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i menegaskan bahwa dakwah bukan kewajiban semua orang, melainkan tanggung jawab khusus bagi mereka yang memiliki ilmu dan keahlian. Dakwah yang profesional harus berlandaskan pada ilmu agama dan sosial.
Dalam wisuda STID Mohammad Natsir, Wamenag menekankan pentingnya peran kampus dakwah sebagai pusat pencetak generasi pendakwah yang membawa nilai transformasi sosial. Hal ini penting untuk membangun masyarakat adil, damai, dan sejahtera.
Pesan dakwah Wamenag tidak hanya menyentuh sisi akademis, tetapi juga menyentuh kesadaran kolektif akan pentingnya perubahan sosial. Para wisudawan diharapkan menjadi pelita dan inspirasi bagi masyarakat luas dalam membawa risalah Islam secara damai dan bijak.(*)