Jakarta EKOIN.CO – Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, resmi dijatuhi hukuman penjara selama 4,5 tahun oleh majelis hakim dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan untuk periode 2015 hingga 2016. Vonis tersebut dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Jumat, 19 Juli 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman tujuh tahun penjara. Meski demikian, Kejaksaan Agung menyatakan tetap menghormati keputusan yang telah dibacakan majelis hakim tersebut.
“Yang jelas kami menghormati keputusan majelis hakim,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Anang Supriatna, saat memberikan keterangan resmi pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Menurut Anang, pihak Kejaksaan masih mempelajari salinan lengkap putusan sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya. Ia mengatakan, “Kami menyatakan pikir-pikir dalam waktu tujuh hari sambil menunggu salinan lengkap putusan majelis.”
Putusan Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa
Kasus yang menjerat Tom Lembong bermula dari dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam proses impor gula pada masa jabatannya sebagai Menteri Perdagangan. Dalam dakwaan, ia dianggap telah mengambil keputusan yang melanggar prosedur dan merugikan keuangan negara.
Jaksa menilai bahwa Tom telah melanggar hukum dengan memberikan izin impor kepada beberapa perusahaan tanpa mekanisme yang sah. Tindakan itu disebut merugikan negara serta menciptakan persaingan tidak sehat di pasar komoditas gula.
Namun dalam persidangan, majelis hakim menyimpulkan bahwa Tom memang bersalah, tetapi tidak seluruh unsur dakwaan terpenuhi sehingga vonis yang dijatuhkan lebih ringan. Tidak dijelaskan secara rinci dalam pernyataan Kejagung mengenai poin-poin mana yang tidak terbukti sepenuhnya.
Kejaksaan tetap membuka kemungkinan untuk mengajukan banding terhadap vonis ini, tergantung pada analisis lebih lanjut setelah salinan putusan diterima secara resmi. Proses hukum masih bisa berlanjut apabila ditemukan alasan yang kuat.
Pihak kuasa hukum Tom Lembong sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait rencana banding atau sikap atas putusan majelis hakim. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari pihak keluarga maupun penasihat hukum Tom.
Respons Publik dan Proses Selanjutnya
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat tinggi yang sebelumnya dikenal luas di dunia pemerintahan dan sektor keuangan. Tom Lembong merupakan mantan bankir dan dikenal memiliki latar belakang ekonomi yang kuat sebelum terjun ke dunia politik.
Vonis ini menambah daftar panjang pejabat publik yang terseret kasus hukum akibat kebijakan di sektor perdagangan dan komoditas. Banyak pihak berharap proses hukum bisa tetap transparan dan tidak tebang pilih.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa mereka terus berkomitmen menegakkan hukum dan akan menindaklanjuti putusan ini secara profesional. “Kami tetap berada pada koridor hukum dan akan memanfaatkan waktu pikir-pikir dengan bijak,” ujar Anang Supriatna.
Majelis hakim dalam putusannya juga menetapkan bahwa Tom Lembong harus menjalani masa tahanan di Lapas Kelas I Cipinang. Selain itu, tidak ada pengenaan denda ataupun pengembalian kerugian negara dalam amar putusan tersebut.
Pihak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa proses persidangan telah dilakukan secara terbuka dan sesuai dengan asas keadilan. Semua bukti yang dihadirkan jaksa telah dipertimbangkan dalam amar putusan.
Dengan diberikannya masa tujuh hari pikir-pikir kepada Kejaksaan, maka status hukum Tom masih belum inkrah. Jika tidak ada banding, maka putusan akan berkekuatan hukum tetap dan eksekusi akan dilakukan segera setelah masa pikir-pikir berakhir.
Masyarakat masih menantikan apakah Kejaksaan akan mengambil langkah banding atau menerima putusan tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap sistem peradilan.
Proses hukum ini sekaligus menjadi pelajaran penting bagi pejabat publik agar lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan anggaran negara dan kepentingan umum.
Publik juga menyoroti urgensi reformasi dalam pengawasan terhadap kebijakan impor dan ekspor barang strategis seperti gula agar tidak lagi menjadi ladang korupsi.
Tom Lembong sebelumnya juga sempat menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menjadikan dirinya sebagai salah satu tokoh ekonomi yang cukup dikenal publik.
Vonis ini memunculkan diskusi di kalangan pengamat hukum mengenai standar penegakan hukum dalam kasus kebijakan pejabat negara. Sejumlah pihak menilai perlu ada kepastian hukum yang lebih tegas dalam menjerat pelaku korupsi berbasis kebijakan.
Meski demikian, semua pihak diminta tetap menghormati proses hukum yang berjalan, dan menunggu keputusan akhir dari Kejaksaan terkait langkah hukum selanjutnya.
Vonis terhadap Tom Lembong menunjukkan bahwa mekanisme hukum tetap berjalan meskipun menyangkut tokoh penting. Hal ini menjadi isyarat bahwa penyimpangan kebijakan tetap bisa dikenakan sanksi apabila terbukti melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kasus ini juga memperlihatkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur perizinan impor di kementerian teknis agar tidak memberi celah penyalahgunaan kewenangan. Selain itu, penguatan sistem pengawasan internal kementerian perlu dilakukan secara berkala.
Dukungan publik terhadap proses hukum yang adil dan transparan perlu terus diperkuat, termasuk dengan keterlibatan lembaga pengawas independen yang memantau jalannya sidang dan tindak lanjutnya.
Peran media massa juga penting dalam menyebarluaskan informasi secara proporsional dan faktual. Ini menjadi bagian dari akuntabilitas publik dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Diharapkan keputusan terhadap kasus ini bisa menjadi peringatan sekaligus pembelajaran bagi para pemangku kebijakan, agar senantiasa menjunjung integritas dalam setiap langkah pengambilan keputusan.(*)