London ,EKOIN.CO – Inggris dan Prancis menandatangani kesepakatan baru untuk mempererat kerja sama dalam koordinasi persenjataan nuklir mereka, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas keamanan di kawasan Eropa. Deklarasi yang diumumkan pada Kamis, 11 Juli 2025, ini diklaim sebagai respons terhadap dinamika ancaman yang semakin kompleks, menurut pernyataan bersama kedua negara.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Langkah tersebut memicu respons tegas dari Rusia. Pemerintah Moskow menuding kesepakatan ini sebagai bagian dari strategi terang-terangan NATO yang bersifat anti-Rusia. Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa inisiatif tersebut akan menjadi faktor penting dalam perencanaan militer mereka ke depan.
Kedua negara menyampaikan bahwa kolaborasi nuklir ini bertujuan untuk menjaga kepentingan strategis dan vital Inggris dan Prancis. Dalam pernyataan resminya, mereka menegaskan bahwa meski masing-masing memiliki kekuatan nuklir independen, kemampuan tersebut dapat disinergikan guna mendukung keamanan kolektif NATO.
Deklarasi Utara Disambut Hangat London dan Paris
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyampaikan bahwa perjanjian tersebut merupakan sinyal kuat terhadap potensi ancaman terhadap benua Eropa. Ia menyebutnya sebagai bagian dari Deklarasi Utara, yang menyatukan kekuatan dua negara besar untuk menjawab tantangan global.
“Musuh-musuh NATO harus memahami bahwa setiap ancaman ekstrem terhadap benua ini akan memicu respons dari kedua negara kita,” ujar Starmer saat berbicara bersama Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Macron menyambut perjanjian ini sebagai “sebuah pesan yang harus didengar oleh mitra dan musuh kita.” Menurutnya, kerja sama ini mencerminkan kesiapan dan komitmen kolektif dalam menghadapi ketegangan geopolitik yang sedang meningkat.
Meskipun rincian teknis dari pakta ini belum dipublikasikan, kedua negara menegaskan bahwa inisiatif ini tidak melanggar kesepakatan internasional terkait senjata nuklir, dan justru bertujuan untuk memperkuat stabilitas kawasan.
Rusia Beri Peringatan Keras terhadap NATO
Di sisi lain, Moskow memandang pakta tersebut sebagai provokasi yang membahayakan keseimbangan strategis global. Juru bicara Kremlin menyebut langkah ini sebagai “eskalasi yang tidak dapat diabaikan” dan menambahkan bahwa Rusia akan mempertimbangkan respons militer yang sesuai.
“Perjanjian ini menunjukkan bahwa NATO tidak pernah meninggalkan pendekatan konfrontatif terhadap Rusia. Ini akan menjadi bagian dari pertimbangan strategis kami ke depan,” ujar pernyataan resmi dari Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dikutip dari media pemerintah setempat.
Pakta baru ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara NATO dan Rusia, terutama setelah konflik berkepanjangan di Ukraina serta isu-isu yang menyangkut perluasan keanggotaan NATO ke wilayah timur Eropa.
Kedua negara juga menegaskan bahwa pakta tersebut merupakan bagian dari strategi jangka panjang dalam menghadapi “ancaman hybrid” yang mencakup ancaman siber, disinformasi, dan tekanan ekonomi, selain ancaman militer konvensional.
Mereka juga berjanji untuk melanjutkan konsultasi bilateral secara berkala guna memperkuat koordinasi strategis dan memastikan kesiapan bersama dalam menghadapi segala skenario keamanan di masa depan.
Langkah ini disebut sebagai kelanjutan dari kemitraan strategis jangka panjang antara Inggris dan Prancis dalam bidang pertahanan dan keamanan, yang telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, termasuk dalam kerja sama militer di luar negeri.
Pakar hubungan internasional dari King’s College London menyebut kerja sama ini sebagai penegasan kembali komitmen Eropa terhadap pertahanan kolektif, di tengah keraguan atas dukungan Amerika Serikat terhadap NATO di masa depan.
Namun, para pengamat juga memperingatkan bahwa peningkatan koordinasi militer, terutama yang menyangkut senjata nuklir, dapat memicu perlombaan senjata baru dan meningkatkan ketegangan global.
Langkah Inggris dan Prancis ini juga dianggap sebagai upaya mengisi kekosongan peran kepemimpinan di Eropa setelah berbagai krisis geopolitik yang melanda kawasan, termasuk konflik energi dan ketegangan ekonomi.
Sementara itu, NATO menyambut baik inisiatif kedua negara tersebut. Sekretaris Jenderal NATO menyatakan bahwa kerja sama semacam ini memperkuat daya tangkal aliansi dan menunjukkan kesatuan politik serta militer negara-negara anggota.
Hingga kini belum ada respons resmi dari negara-negara Eropa lainnya, namun beberapa diplomat menyatakan bahwa langkah ini kemungkinan akan diikuti oleh diskusi lebih lanjut di tingkat Uni Eropa terkait integrasi kebijakan keamanan dan pertahanan.
Sebagai tindak lanjut dari pakta ini, Inggris dan Prancis direncanakan mengadakan latihan militer bersama dalam beberapa bulan ke depan untuk menguji skenario tanggap darurat terhadap serangan nuklir dan siber.
Pakta ini menandai babak baru dalam hubungan bilateral antara kedua negara, yang sebelumnya juga telah bekerja sama dalam pengembangan kapal induk, pelatihan militer, dan operasi kontra-terorisme.
Di sisi lain, para pegiat perdamaian internasional menyerukan agar langkah ini tidak mengarah pada ketegangan baru, dan mendorong semua pihak untuk tetap mengedepankan diplomasi serta menghindari eskalasi konflik bersenjata.
Sebagai catatan, Inggris dan Prancis merupakan dua dari sembilan negara yang secara resmi memiliki senjata nuklir, dan keduanya merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan hak veto.
perjanjian nuklir antara Inggris dan Prancis menandai perubahan penting dalam strategi keamanan regional di Eropa. Langkah ini merupakan reaksi terhadap dinamika global yang semakin tidak menentu serta potensi ancaman dari pihak eksternal seperti Rusia. Meski menimbulkan kekhawatiran, kerja sama ini ditekankan tetap dalam kerangka internasional yang sah.
Perlu dicermati, bahwa kolaborasi seperti ini dapat meningkatkan solidaritas internal NATO, namun juga dapat menimbulkan kekhawatiran dari negara-negara di luar aliansi tersebut. Masyarakat internasional diharapkan terus memantau perkembangan ini agar tidak berujung pada konflik yang lebih luas. Transparansi serta dialog antar negara menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas global di masa depan.
Oleh karena itu, komunitas internasional perlu mengambil bagian dalam menciptakan ekuilibrium antara pertahanan dan perdamaian. Perjanjian ini sebaiknya dijadikan momentum untuk meningkatkan mekanisme dialog antara kekuatan besar dunia.
Pemerintah di kawasan Eropa pun perlu menyiapkan strategi baru yang lebih adaptif dan terbuka terhadap kerja sama keamanan bersama, tanpa melupakan pentingnya diplomasi. Jika tidak ditangani secara hati-hati, langkah ini dapat menimbulkan perlombaan kekuatan baru di panggung global.(*)