JAKARTA EKOIN.CO- Pemerintah mulai mempertimbangkan pencabutan status penerima bantuan sosial (bansos) bagi warga yang terindikasi terlibat dalam praktik judi online.
Kebijakan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi pada Jumat, 11 Juli 2025, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Ia menegaskan bahwa data penerima bansos saat ini telah dikelola dalam sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang terus diperbarui secara berkala.
“Penyatuan data ini untuk memperbaiki supaya para penerima manfaat dari program-program pemerintah itu betul-betul tepat sasaran,” ujar Prasetyo kepada wartawan.
Dengan data yang lebih akurat dan terintegrasi, pemerintah mengaku bisa mengevaluasi lebih cepat jika ada penyalahgunaan dana bantuan.
Evaluasi Menyeluruh terhadap Penerima Bansos
Menurut Prasetyo, evaluasi tersebut terutama akan menyasar penerima bansos yang diduga atau terbukti menggunakan dananya untuk berjudi secara daring.
Ia menambahkan, pemerintah tidak akan ragu mencoret data individu dari daftar penerima bansos jika terbukti terlibat judi online.
“Nah, dalam kaitannya dengan teman-teman atau saudara-saudara kita yang bantuan sosialnya justru terdeteksi, diduga dipergunakan untuk melakukan tindak judi online, ya tentu akan kita evaluasi,” kata Prasetyo.
Pemerintah menilai ketepatan sasaran bansos harus dikawal secara serius agar dana negara tidak disalahgunakan untuk tindakan melanggar hukum.
Hal ini memungkinkan karena data DTSEN mencatat nama, alamat, hingga nomor rekening setiap penerima bantuan sosial.
Data Terintegrasi Jadi Kunci
“Sangat bisa. Karena data kita sekarang by name, by address. Jadi ketahuan si A si B nya, siapanya, nomor rekeningnya. Nah, terdeteksi ini dipergunakan untuk kegiatan judi online, ya kita pertimbangkan untuk dicoret,” jelas Prasetyo.
Langkah ini merupakan bagian dari penegakan disiplin sosial ekonomi agar dana bansos tidak menjadi celah bagi pelaku kejahatan digital.
Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan data mencengangkan terkait temuan tersebut.
Menurut Ivan, lebih dari 500 ribu data penerima bansos dalam satu bank BUMN diketahui merupakan pelaku judi online.
Ivan menyampaikan hal itu saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Juli 2025.
Temuan Mencengangkan dari PPATK
“Tapi ternyata ada juga NIK-nya yang terkait dengan tindakan pidana korupsi, ada terkait dengan narkotika, bahkan ada yang
Dari data tersebut, diketahui lebih dari 100 Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos terindikasi terlibat dalam pendanaan kegiatan terorisme.
Ivan menuturkan bahwa data itu berasal dari Kementerian Sosial yang bekerja sama dengan PPATK untuk melakukan penelusuran.
Selain satu bank BUMN, PPATK masih akan menggali data dari empat bank lainnya dalam waktu dekat.
“Total hampir Rp1 triliun ya, lebih dari Rp900 miliar. Masih (akan gali), ada empat bank lagi,” tambah Ivan.
Pembekuan Rekening dan Koordinasi Lanjutan
Ia menegaskan bahwa pihaknya juga sedang berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk langkah penanganan lanjutan.
Menurut Ivan, upaya tersebut termasuk potensi penutupan rekening milik penerima bansos yang terindikasi penyalahgunaan.
“Nanti akan kita serahkan ke Pak Mensos rekeningnya,” ucapnya kepada media.
Tak hanya itu, Ivan mengungkap bahwa PPATK sudah membekukan 10 juta rekening yang berkaitan dengan dana bansos.
Total dana dalam rekening-rekening tersebut mencapai lebih dari Rp2 triliun.
Rekening Lama Digunakan untuk Judol
Beberapa rekening, menurut Ivan, telah tidak aktif lebih dari lima tahun namun tetap menyimpan saldo yang signifikan.
Sebagian rekening itu juga digunakan untuk transaksi di platform judi online.
Hal tersebut menambah keprihatinan atas lemahnya pengawasan keuangan dalam program sosial pemerintah.
Data ini sekaligus menjadi peringatan bagi pengelola bansos agar tidak lengah dalam menyaring penerima manfaat.
Statistik terbaru menunjukkan lonjakan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) selama Mei 2025.
Lonjakan Laporan Transaksi Mencurigakan
Dalam buletin Statistik PPATK Mei 2025, tercatat 14.055 laporan transaksi mencurigakan.
Angka tersebut meningkat 16,9 persen dibandingkan April 2025, dan melonjak 76,3 persen dari Mei 2024.
Dari total 14.470 indikasi tindak pidana pada bulan tersebut, 53,3 persen atau 7.708 kasus berkaitan dengan perjudian.
Perjudian daring menjadi penyumbang tertinggi dalam kategori tindak pidana berdasarkan LTKM sepanjang tahun 2025.
Secara kumulatif, perjudian menyumbang 48,4 persen dari seluruh laporan yang diterima PPATK hingga bulan Mei.
Kesesuaian Identitas Pemain Judol dan Penerima Bansos
PPATK juga mencatat 571.410 kesamaan identitas antara NIK penerima bansos dan pelaku judi online sepanjang tahun 2024.
Jumlah tersebut setara dengan sekitar dua persen dari total penerima bantuan sosial tahun lalu.
Temuan ini menunjukkan pentingnya sistem verifikasi dan pembaruan data penerima bansos secara menyeluruh.
Dengan begitu, dana bantuan bisa disalurkan hanya kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Kementerian Sosial dan PPATK masih akan terus mendalami data dan melakukan pembekuan tambahan jika diperlukan.(*)
Berlangganan gratis WANEWS EKOIN lewat saluran WhatsUp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v