Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) secara resmi meluncurkan sistem penilaian baru Program Adipura pada Selasa, 9 Juli 2025 di Jakarta. Peluncuran ini menjadi tonggak transformasi kebijakan nasional pengelolaan sampah.
Program Adipura kini tidak lagi hanya menilai estetika kota, melainkan mencakup tata kelola persampahan yang adil dan berkelanjutan. Sistem penilaian ini dibagi ke dalam tiga dimensi utama dengan proporsi yang spesifik.
Sistem pengelolaan sampah dan kebersihan menjadi komponen terpenting dengan bobot 50%. Selanjutnya, anggaran dan kebijakan daerah menyumbang 20%, dan kesiapan SDM serta infrastruktur menyumbang 30% terhadap nilai total.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq menyatakan, “Adipura kini bukan lagi sekadar penghargaan, tetapi alat perubahan. Kota-kota yang gagal berbenah akan kami beri predikat Kota Kotor secara terbuka.”
Ia menambahkan bahwa pendekatan ini merupakan bentuk peringatan keras, bukan hukuman, agar daerah tidak mengabaikan tanggung jawab lingkungan yang menyangkut generasi mendatang.
Penilaian Berbasis Data dan Teknologi
Sebagai upaya konkret, seluruh kabupaten dan kota diwajibkan mengikuti proses evaluasi berbasis teknologi mutakhir. Penilaian akan menggunakan citra satelit dan survei udara untuk memverifikasi pengelolaan di lapangan.
Daerah yang masih menggunakan metode open dumping dalam pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) langsung dieliminasi dari klasifikasi Adipura. Sementara itu, kota yang mengalokasikan lebih dari 3% APBD untuk pengelolaan sampah mendapat insentif khusus.
Selain itu, kriteria utama juga mencakup kesiapan SDM, sarana teknis, dan penggunaan sistem sanitary landfill yang dilengkapi fasilitas pengolahan lindi dan gas metan. Semua aspek akan diawasi secara ketat.
Tahapan sosialisasi akan dimulai pada Juli 2025 di seluruh provinsi dan kabupaten/kota. Dilanjutkan dengan pembinaan dan pendampingan teknis pada Agustus hingga Oktober 2025.
Proses Penilaian Dimulai Januari 2026
KLH/BPLH menjadwalkan pemantauan lapangan berlangsung dari November 2025 hingga Januari 2026. Proses ini akan menggabungkan data lapangan, penginderaan jauh, serta masukan komunitas lokal.
Penilaian resmi Program Adipura akan dilakukan pada Januari 2026. Hasilnya akan diumumkan secara terbuka pada Februari 2026 melalui kanal digital resmi milik KLH/BPLH.
Dalam Rakornas Sampah 2025, yang dihadiri lebih dari 1.000 peserta dari seluruh Indonesia, sistem Adipura terbaru diperkenalkan sebagai kebijakan strategis nasional dalam pembangunan lingkungan yang lebih hijau.
Pemerintah pusat juga tengah menyusun revisi Perpres No. 35 Tahun 2018 untuk memperluas pembangunan fasilitas PSEL. Langkah ini diambil guna mendukung ekonomi sirkular dan memperkuat kolaborasi dengan industri daur ulang.
Target 2029 dan Tanggung Jawab Bersama
Adipura versi baru ini dirancang untuk menjawab target RPJMN 2025–2029, yaitu mencapai 100% pengelolaan sampah yang layak pada tahun 2029. Hal ini sekaligus mendukung target menurunkan timbunan sampah nasional hingga 51% pada 2025.
Hanif menekankan bahwa tanggung jawab tidak hanya berada di tangan pemerintah daerah. “Partisipasi warga dalam memilah sampah, mendukung bank sampah, hingga mencegah pembuangan liar, menjadi kunci keberhasilan,” tegasnya.
Program ini juga bertujuan menjadi alarm nasional bagi lebih dari 343 TPA open dumping agar menghentikan metode pengelolaan yang mencemari dan tidak sesuai standar lingkungan.
Masyarakat menjadi elemen penting dalam sistem baru ini. Keterlibatan aktif warga akan berdampak langsung pada skor penilaian kota mereka, khususnya pada aspek pengurangan sampah dari sumber.
Adipura kini diharapkan menjadi simbol kota yang tidak hanya bersih secara visual, tetapi juga beradab dalam pengelolaan limbah, mencerminkan tanggung jawab ekologis dan peradaban yang berkelanjutan.
Transformasi Program Adipura menjadi langkah strategis dalam mereformasi sistem pengelolaan sampah nasional. Dengan mengedepankan indikator berbasis data dan keberlanjutan, kebijakan ini mendorong kota-kota agar lebih serius menangani persoalan limbah secara sistematis.
Perubahan pendekatan ini tidak hanya membebankan tanggung jawab pada pemerintah daerah, tetapi juga mendorong partisipasi masyarakat. Kesadaran dan tindakan kolektif dari warga menjadi elemen vital dalam mewujudkan kota yang sehat dan lestari.
Jika pelaksanaan berlangsung sesuai jadwal dan diawasi ketat, maka Adipura tidak sekadar menjadi simbol, tetapi alat transformasi nyata menuju masa depan Indonesia yang bersih, berkelanjutan, dan bertanggung jawab ekologis. (*)