Jakarta, EKOIN.CO – Potensi zakat, infak, dan sedekah (ZIS) yang berputar di masjid-masjid Indonesia diperkirakan mencapai Rp6,5 triliun per tahun. Namun, potensi besar ini dinilai belum dikelola secara optimal, profesional, dan akuntabel.
Hal tersebut disampaikan Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, Saidah Sakwan, dalam acara Sarasehan dan Lokakarya Kemasjidan (Saraloka BKM) 2025 di Jakarta, Selasa (8/7/2025).
“Kalau kita konsolidasikan secara nasional, sirkulasi dan akumulasi dana umat yang bergerak melalui masjid itu luar biasa. Potensinya mencapai Rp6,5 triliun. Tapi sayangnya, belum banyak yang dikelola secara profesional,” ujar Saidah.
Ia menekankan pentingnya tata kelola yang transparan dan akuntabel di setiap Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Menurutnya, dana publik seperti ZIS harus dikelola dengan standar kelembagaan yang kuat dan sistemik.
Saidah juga menyoroti masih minimnya kapasitas manajerial DKM dalam mengelola dana umat. Banyak masjid yang belum memiliki Unit Pengumpul Zakat (UPZ) resmi maupun sistem pembukuan yang terdokumentasi dengan baik.
Inovasi Digital untuk Pemberdayaan Masjid
Untuk menjawab tantangan tersebut, BAZNAS mengembangkan aplikasi digital bernama “Menara Masjid”. Aplikasi ini menjadi ekosistem pemberdayaan zakat berbasis masjid secara terintegrasi dan transparan.
“Melalui Menara Masjid, masjid dapat melakukan crowdfunding, pencatatan keuangan, hingga pendaftaran UPZ secara daring. Ini revolusioner,” jelas Saidah dalam sambutannya.
Ia menambahkan, dana ZIS yang terkumpul melalui UPZ masjid tetap dikelola oleh masing-masing masjid. “Masjid tetap memegang dana umatnya, hanya saja dengan regulasi dan pembinaan dari BAZNAS. Justru kami biasanya menambah, bukan mengambil,” katanya.
Saidah juga mendorong transformasi masjid menjadi pusat layanan sosial umat. Ia mencontohkan model pelayanan gereja di Amerika yang menyediakan makanan, tempat tinggal, dan bantuan keuangan bagi jemaatnya.
“Saya pernah melihat gereja yang melayani umatnya 24 jam. Kita harus ubah paradigma masjid, agar bisa menjawab kebutuhan riil masyarakat sekitar,” tegasnya.
Program Ekonomi Masjid
Saat ini, BAZNAS tengah mengembangkan Badan Usaha Mikro Masjid (BNM) untuk mendorong pembentukan lembaga keuangan mikro syariah berbasis masjid. Model ini sudah dijalankan di beberapa lokasi.
“Sudah ada masjid yang menggulirkan pinjaman usaha langsung ke mustahik tanpa bunga, bahkan hingga Rp250 juta. Ini bukti konkret,” jelas Saidah, yang juga mantan Pengurus Pusat Fatayat NU.
Selain itu, konsep URBE (Unit Responsif Berbasis Masjid) juga diperkenalkan dalam acara tersebut. URBE bertugas menyalurkan bantuan pangan kepada masyarakat sekitar masjid secara cepat dan terstruktur.
Saidah juga memperkenalkan program Zen Corner, yaitu food court berbasis masjid hasil kolaborasi BAZNAS dengan kelompok pemberdayaan masyarakat. Program ini bertujuan membangkitkan ekonomi umat dari lingkungan terdekat.
“Masjid yang memiliki lahan strategis bisa disulap menjadi pusat kuliner. Ini membuka peluang usaha bagi jamaah sekitar,” tambahnya dalam paparan panel.
Dari Spiritual ke Ekologi
Lebih jauh, Saidah menyampaikan bahwa masjid masa kini harus memainkan peran lebih luas. Selain menjadi pusat ibadah, masjid juga perlu tampil sebagai pusat pendidikan, ekonomi, sosial, hingga ekologi.
“Kita dorong konsep Green Masjid. Salah satunya melalui pemanfaatan solar cell sebagai energi bersih. Ini selaras dengan prinsip Islam sebagai rahmat bagi semesta,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa potensi ZIS sebesar Rp6,5 triliun per tahun bukan sekadar angka. “Itu adalah peluang membangun peradaban. Masjid harus menjadi solusi umat, bukan sekadar simbol spiritual,” pungkasnya.
Saraloka BKM 2025 juga menghadirkan sejumlah tokoh, seperti Sekjen Badan Wakaf Indonesia Anas Nashkin, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni, serta Ketua Harian BKM Pusat Arsad Hidayat.
Acara ini dibuka oleh Wakil Menteri Agama Romo R Muhammad Syafi’i pada 7 Juli 2025 sebagai bagian dari rangkaian Peaceful Muharam. Kegiatan berlangsung hingga 9 Juli dengan 300 peserta luring dan ratusan peserta daring dari seluruh Indonesia.
Potensi zakat, infak, dan sedekah yang mengalir melalui masjid Indonesia sesungguhnya sangat besar. Namun, rendahnya kapasitas manajemen dan minimnya sistem akuntabilitas membuat potensi tersebut belum dapat dioptimalkan. BAZNAS hadir dengan solusi berbasis digital dan kolaboratif untuk menutup celah tersebut secara sistemik.
Transformasi masjid dari pusat ibadah menjadi pusat layanan sosial dan ekonomi umat bukan lagi wacana. Berbagai program, seperti Menara Masjid, Badan Usaha Mikro Masjid, dan Zen Corner, memperlihatkan bahwa langkah konkret telah dimulai. Hal ini menandai era baru bagi peran masjid di tengah masyarakat modern.
Ke depan, sinergi antar pemangku kepentingan melalui pendekatan pentahelix diharapkan bisa memperkuat tata kelola masjid secara berkelanjutan. Dengan demikian, masjid tak hanya menjadi tempat suci, tapi juga pusat perubahan sosial dan ekonomi yang adil dan inklusif.(*)