Jakarta, Ekoin.co — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis lepas terdakwa Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group tetap berlanjut. Meskipun ketiga korporasi terdakwa korupsi ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) itu, sudah menyerahkan uang belasan triliunan Rupiah (Rp) sebagai pengganti kerugian negara kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Direktur Penuntutan Jampidsus, Sutikno mengatakan bahwa penyerahan uang pengganti kerugian negara dari ketiga korporasi itu bentuk ‘insaf’ dari rasa bersalah.
Sutikno mengatakan, Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group menyadari melakukan ‘kesalahan’ terlibat dalam skandal suap-menyuap para hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta yang berujung pada vonis lepas ketiga terdakwa korporasi itu dalam perkara korupsi ekspor CPO.
“Kalau nggak ada suapnya yang ketangkap, kan sudah pasti terbukti mereka di pengadilan. Kesimpulannya kan begitu. Makanya mereka membayar ganti ruginya ke negara setelah vonis lepas itu. Mereka tahu merasa bersalah,” ujar Sutikno saat ditemui di Kejagung, Jakarta, yang dikutip pada Sabtu (5/7/2025).
Sutikno menerangkan, ketiga korporasi minyak goreng itu menyerahkan uang kepada negara melalui Jampidsus-Kejagung yang nominalnya sesuai dengan jumlah tuntutan pengganti kerugian negara.
Namun begitu, kata Sutikno, proses kasasi ke MA atas vonis lepas terhadap ketiga terdakwa korporasi itu tetap berjalan untuk kepastian hukum dan perampasan uang pengganti kerugian negara.
“Kalau kasasi kita teruskan, walaupun mereka sudah menyerahkan uang pengganti kerugian negara itu,” kata Sutikno.
Bahkan kata dia, dalam memori kasasi ke MA, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung menebalkan barang bukti, serta fakta penyidikan tambahan yang baru, tentang adanya suap dan gratifikasi kepada hakim-hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta.
Suap dan gratifikasi itu untuk memvonis lepas Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group dari sangkaan melakukan korupsi dalam pemberian izin ekspor CPO.
“Makanya kita (dalam memori kasasi ke MA), kita sebutkan bahwa, yang pertama itu (vonis lepas) ada suap yang melibatkan hakim-hakim (di PN Tipikor),” kata Sutikno.
Oleh karena itu, pihaknya optimistis sikap MA yang akan mendukung langkah hukum tim JPU Kejagung untuk memastikan ketiga korporasi tersebut membayar pengganti kerugian negara akibat korupsi ekspor CPO yang dilakukan.
“Kita harus optimis. Harapannya, yang menjadi hak uang negara itu dikembalikan semuanya ke negara. Kerugian negara kembali, dan tata kelola CPO ini harus diperbaiki,” ujar Sutikno.
Pada Rabu (2/7/2025) Jampidsus mengumumkan penyitaan aset uang tunai sebesar Rp 1,37 triliun dari terdakwa korporasi Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group. Senilai Rp 1,18 triliun disita dari penyerahan terdakwa Musim Mas Group, dan Rp 186,4 miliar dari terdakwa Permata Hijau Group. Dan pada 17 Juni 2025 lalu, Jampidsus juga menyita penyerahan uang Rp 11,88 triliun dari terdakwa Wilmar Group.
Penyitaan uang triliunan rupiah dari tiga terdakwa korporasi tersebut sebetulnya terkait dengan perkara korupsi ekspor CPO.
Dalam kasus korupsi ekspor CPO itu, totalnya ada 17 anak-anak perusahaan minyak goreng dari masing-masing tiga group raksasa CPO yang diajukan ke pengadilan. JPU menuntut perusahaan-perusahaan minyak goreng itu untuk mengganti kerugian negara dari tindak pidana korupsi perizinan CPO yang dituduhkan.
JPU menuntut WIlmar Group mengganti kerugian negara Rp 11,88 triliun. Musim Mas Group dituntut mengganti kerugian negara Rp 4,98 triliun. Dan Permata Hijau Group dituntut mengganti kerugian negara dengan total Rp 935,5 miliar. Proses persidangan ketiga korporasi CPO itu tak terpantau oleh publik.
Dan pada 19 Maret 2025, PN Tipikor Jakarta yang menyidangkan korporasi-korporasi tersebut memutus lepas atau onslaght dari tuntutan JPU. Dan terungkap, vonis lepas dari peradilan tingkat pertama itu karena adanya skandal suap.
Terungkap, sementara ini para pengacara dari Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group menggelontorkan uang sedikitnya Rp 60 miliar kepada hakim-hakim yang memvonis lepas ketiga korporasi itu.
Penyidik Jampidsus menangkap ketiga hakim itu. Di antaranya hakim Djuyamto (DJU), hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan hakim Ali Muhtarom (AM).
Pengusutan lanjutan skandal suap tersebut, juga berujung pada penangkapan Ketua PN Jakarta Selatan (Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN) dan panitera muda PN Jakarta Utara (Jakut) Wahyu Gunawan (WG) sebagai inisiator penerimaan dan perantara suap.
Sedangkan perantara penyerahan uang suap kepada hakim-hakim tersebut, adalah Ariyanto Bakri (AR) dan Marcella Santoso (MS) selaku duo pengacara dari para terdakwa korporasi minyak goreng itu. Dan terungkap pula peran M Syafei (MSY) dari pihak Wilmar Group selaku pengumpul uang suap dari Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Dalam skandal suap hakim-hakim PN Tipikor untuk vonis lepas para terdakwa korporasi itu, penyidikan Jampidsus juga mengungkap adanya praktik obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Dalam kasus perintangan penyidikan itu, penyidikan Jampidsus menetapkan empat orang sebagai tersangka. Termasuk diantaranya Marcella, dan mitra pengacaranya Junaedi Saibih (JS), serta tim media keduanya Tian Bachtiar (TB), juga Muhammad Adhiya Muzzaki (MAM). Semua tersangka dalam skandal suap dan perintangan penyidikan itu sudah dijebloskan ke sel tahanan.
Terungkapnya berbagai skandal dalam vonis lepas terdakwa-terdakwa korporasi korupsi minyak goreng itu, membuat JPU dari Jampidsus mengevaluasi hasil sidang peradilan tingkat pertama itu.
Dan JPU pada Jampidsus mengajukan upaya hukum kasasi ke MA untuk menganulir vonis lepas Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group itu. Hingga saat ini MA belum memutuskan terkait hasil kasasi. Akan tetapi menunggu putusan kasasi tersebut, korporasi-korporasi terdakwa itu menyerahkan uang kepada Kejagung sesuai dengan nominal penggantian kerugian negara dalam tuntutan JPU di PN Tipikor Jakarta. ()