Tangerang Selatan, EKOIN.CO – Puluhan warga dari Kelurahan Benda Baru, Kecamatan Pamulang, mendatangi SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan pada Rabu, 2 Juli 2025. Aksi ini dipicu oleh dugaan kekacauan dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 yang dinilai tidak transparan dan merugikan warga sekitar.
Kedatangan warga tersebut berlangsung sejak pagi hari dan sempat mengundang perhatian masyarakat umum. Massa yang mayoritas orang tua calon peserta didik mempertanyakan kejelasan sistem zonasi yang diterapkan oleh sekolah.
Sebagian warga membawa dokumen bukti kependudukan dan hasil seleksi daring yang menunjukkan bahwa anak-anak mereka berada dalam radius zonasi sekolah. Namun, nama mereka tidak tercantum dalam daftar siswa yang diterima.
Mereka menduga adanya ketidaksesuaian antara sistem seleksi berbasis zonasi dan hasil akhir penerimaan. Sejumlah orang tua menuntut penjelasan langsung dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan setempat.
“Kami tinggal persis di belakang sekolah, tapi anak saya tidak diterima. Justru yang jauh malah diterima. Ini tidak masuk akal,” ujar Yanti, salah satu warga yang ikut dalam aksi tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun dari lapangan, pihak sekolah sempat membuka dialog terbatas dengan perwakilan warga, namun belum memberikan penjelasan rinci terkait mekanisme seleksi SPMB 2025.
Warga Pertanyakan Transparansi Sistem Zonasi
Salah satu koordinator aksi warga, Budi Santoso, menyatakan bahwa banyak warga merasa dirugikan karena merasa sistem zonasi telah diselewengkan. “Kami hanya ingin keadilan, agar anak-anak kami yang memang tinggal dekat sekolah bisa diterima,” katanya.
Budi menambahkan bahwa selama ini SMA Negeri 3 Pamulang selalu menjadi tujuan utama warga sekitar karena letaknya yang sangat dekat dan kualitas pendidikannya yang dianggap baik. Ia berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali di tahun-tahun berikutnya.
Sejumlah orang tua siswa juga mengaku telah menghubungi Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, namun hingga saat ini belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Mereka berharap agar ada transparansi dan evaluasi total terhadap sistem SPMB.
Di sisi lain, Kepala SMA Negeri 3 Tangerang Selatan, Suyatno, menyampaikan bahwa pihak sekolah hanya menjalankan sistem yang telah ditetapkan oleh pemerintah. “Kami mengikuti prosedur dan data dari sistem daring pusat,” ujarnya kepada wartawan.
Pihak Sekolah Klaim Ikuti Prosedur Resmi
Suyatno menjelaskan bahwa proses seleksi SPMB 2025 menggunakan sistem digital yang sepenuhnya dikelola oleh Dinas Pendidikan. Sekolah tidak memiliki wewenang dalam menentukan siapa yang diterima.
“Kami memahami keresahan warga, tapi kami hanya pelaksana teknis. Semua data dan hasil seleksi diolah oleh sistem yang terpusat,” jelas Suyatno.
Namun, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya meredakan keresahan warga. Mereka tetap mendesak agar dilakukan audit terbuka terhadap proses seleksi dan meminta daftar nama siswa yang diterima disertai data alamat lengkap.
Ketegangan sempat mereda setelah pihak kepolisian datang ke lokasi untuk melakukan pengamanan dan mengimbau warga untuk menyampaikan aspirasi secara damai.
Perwakilan dari Dinas Pendidikan Tangerang Selatan belum memberikan keterangan resmi. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan tertulis atau konferensi pers yang menjelaskan polemik yang terjadi.
Dalam waktu dekat, warga berencana mengirimkan surat keberatan resmi kepada Wali Kota Tangerang Selatan dan Gubernur Banten. Mereka berharap ada intervensi langsung dari pejabat daerah untuk menyelesaikan polemik ini.
Sementara itu, para calon siswa yang tidak diterima di SMA Negeri 3 Pamulang kini tengah mencari alternatif sekolah swasta atau negeri lain yang masih membuka pendaftaran.
Di tengah harapan masyarakat terhadap pendidikan yang adil dan merata, kasus ini menjadi sorotan serius bagi sistem penerimaan peserta didik baru di kota-kota besar.
Banyak pihak menganggap peristiwa ini sebagai momentum untuk mengevaluasi kembali sistem zonasi yang telah diberlakukan selama beberapa tahun terakhir.
Transparansi, akurasi data, serta kejelasan prosedur menjadi kunci utama dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan negeri.
Jika tidak segera ditangani, konflik serupa dikhawatirkan akan muncul di sekolah lain yang mengalami permasalahan serupa.
Kejadian ini turut menjadi pengingat bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan agar memperbaiki sistem penerimaan yang lebih terbuka dan akuntabel.
Dalam konteks jangka panjang, pembenahan sistem zonasi juga penting agar tidak menimbulkan ketimpangan akses terhadap layanan pendidikan di berbagai wilayah.
Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan sebaiknya segera merespons keluhan masyarakat dengan melakukan klarifikasi resmi dan transparan. Keterbukaan informasi kepada publik dapat menghindari potensi konflik lebih lanjut serta menjaga reputasi institusi pendidikan.
Selain itu, audit independen terhadap hasil seleksi SPMB 2025 perlu dilakukan untuk memastikan keadilan dalam penerimaan peserta didik. Hasil audit dapat menjadi dasar untuk perbaikan sistem ke depan.
Pihak sekolah juga perlu meningkatkan komunikasi dengan masyarakat sekitar, termasuk memberikan sosialisasi yang lebih intensif terkait alur dan mekanisme penerimaan siswa.
Kolaborasi antara sekolah, warga, dan pemerintah kota harus ditingkatkan demi memastikan bahwa sistem pendidikan berjalan sesuai prinsip keadilan dan inklusivitas.
Sebagai langkah jangka panjang, pembangunan sekolah baru di wilayah padat penduduk juga patut dipertimbangkan agar daya tampung sekolah negeri dapat memenuhi kebutuhan masyarakat lokal.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v